Part 10 Kekaguman

1066 Words
Willy mengantar mereka berdua hingga lobi depan dan sebelum mereka berdua pulang, Willy memberitahu jika mereka akan rekaman dalam waktu satu minggu. “Kalfi, Celo. Sebelum kalian pergi, saya ingin menyampaikan jika dalam waktu seminggu, kalian akan mulai rekaman. Satu lagi, sutradara yang akan mengarahkan video single kalian juga meminta kalian untuk lebih meningkatkan chemistry di antara kalian berdua. Kalian kurang berbaur satu sama lain. Sehingga meski suara kalian masing-masing bagus, tapi kalian tidak menggambarkan sedang berduet. Kalian seperti bernyanyi sendiri-sendiri. Dia berpesan, untuk bisa menyatukan chemistry kalian, kalian harus lebih sering bertemu untuk lebih mengenal pasangan duet kallian. Kalian mengerti?” “Tidak!” seru Kalfi dan Celo bersamaan. “Bagaimana bisa aku harus bertemu dengan orang ini setiap hari, Paman? Aku sibuk,” jawab Celo mentah-mentah. “Kamu pikir aku suka?” balas Kalfi tidak mau kalah. “Kalau begitu, Celo bisa tinggal di rumah Kalfi. Di sana juga ada Melodi yang sangat menyukai Celo bukan? Jadi kalian tidak perlu saling mengunjungi karena karena kalian satu rumah. Bagaimana?” “Tidak mau,” jawab mereka bersaman untuk kedua kalinya. Meski malam itu mereka menolak dengan tegas usulan dari sutradara yang disampaikan oleh Pak Willy, pada akhirnya mereka mau tidak mau menerima usulan itu. tentu saja mereka tidak bisa menolak jika sang tuan putri sudah memintanya. Dan di sinilah sekarang, Celo berada di rumah Kalfi dua hari kemudian. Berkat campur tangan Melodi, akhirnya keduanya sepakat untuk tinggal di rumah Kalfi. “Tante Celo,” seru Melodi yang girang melihat Celo yang baru saja turun dari mobilnya yang berwarna kuning. Ia memarkirkan mobilnya di samping mobil hitam milik Kalfi. Keriangan Melodi tidak dibalas oleh Celo pagi itu. Wajah wanita karier itu nampak sedikit cemberut karena sesuatu hal. “Tante, Tante Celo kenapa? Tante Celo tidak suka ya tinggal bareng Melodi dan Papa?” Entah akting atau bukan, wajah Melodi nampak tidak kalah murung. Wajah yang semula sangat senang mendadak berubah suram. Wajahnya menunduk tidak berai menatap ke arah mata Celo. Celo yang entah mengapa tidak bisa melihat wajah muram Melodi, mau tidak mau menghiburnya agar gadis kecil itu kembali senang. Menyelipkan anak rambut Melodi ke belakang telinganya, Celo kemudian berlutut di depan Melodi. “Melodi, sayang. Tante muram bukan karena tidak senang bertemu denganmu. Tapi karena Tante harus bertemu dengan Papa mu. Kamu tahu kan, Tante tidak begitu suka harus tiap hari bertemu dengan Papamu. Papamu orangnya tidak sabaran dan galak,” bisik Celo di telinga Melodi. “Jadi kalau Papa sabar dan tidak galak, Tante mau sama Papa?” tanya Melodi polos. “Bukan, bukan begitu, Melodi. Ah sudahlah, mari kita masuk. Kamar Tante yang mana?” “Mari, Tante. Kamar kita sebelahan kok,” ajak Melodi yang kemudian menarik tangan Celo untuk naik ke lantai atas rumahnya. Ada beberapa pelayan yang berpapasan dengan Celo. Mereka hendak membawakan tas dan koper milik Celo, tapi Celo menolaknya. “Tidak apa-apa, aku bisa bawa sendiri kok. Lagian ini juga tidak terlalu berat,” tolak Celo dengan sopan. Seperti yang Melodi katakan tadi, kamar mereka memang bersebelahan dan kamar Kalfi ada di ujung lorong lantai dua. “Silahkan, Tante Celo. Ini kamar Tante. Semoga Tante betah tinggal di sini, walaupun hanya seminggu.” Senyum Melodi tidak berlangsung lama karena di akhir kalimat, suaranya memelan. Celo menyadarinya. Buru-buru dialihkannya perhatian Melodi agar tidak sedih lagi atau ia akan mengabulakan apapun untuk gadis cantik itu yang kesekian kalinya. “Wah, kamar Tante luas ya. Tapi terlalu luas untuk Tante tidur sendiri. Kamu mau tidur sama Tante nanti malam?” tanya Celo yang kemudian menyesal karena dirinya tidak pernah memakai baju lengkap saat tidur. Minimal tangtop dan celana super pendek. Mana mungkin dirinya akan berpakaian seperti itu dihadapan anak kecil? “Benarkah, Tante? Melodi boleh tidur sama Tante?” Celo mengangguk pasrah. Dirinya juga tidak mungkin menarik kembali ucapan yang baru saja membuat Melodi senang. Kecuali satu. Ada satu jalan keluar. Tapi ia tidak mungkin meminta tolong pada Kalfi si angkuh itu bukan? Ah tapi, dirinya benar-benar tidak bisa tidur jika memakai pakaian walau setipis apapun bahannya. Ia akan nyaman memakai pakaian seminim mungkin di bawah selimut setebal apapun. Entah, itu adalah kebiasaannya sejak ia kecil. “Kalau begitu, aku akan bilang Papa untuk menghentikan kebiasaannya yang selalu datang ke kamar ku tengah malam hanya untuk merapikan selimut dan mencium keningku setiap malam,” papar Melodi yang begitu senang karena dirinya akan terbebas dari kebiasan sang Papa yang entah bagaimana caranya selalu berhasil masuk ke dalam kamarnya, meski pintu sudah dikunci sekalipun. “Papamu, selalu masuk ke kamarmu, setiap malam?” Perasaan Celo menjadi sedikit ngeri jika malam nanti Papa Melodi akan memasuki kamarnya juga karena Melodi berada di kamar tamu hanya untuk merapikan selimut dan memberinya kecupan selamat malam. Melodi mengangguk mantap. “Benar, Tante. Sebenarnya bukan itu alasan Papa tiap malam masuk ke dalam kamarku. Papa hanya memastikan aku masih bernapas saja. Dia tidak ingin kejadian Mama terulang kepadaku karena Papa terlambat menyadari jika Mama berhenti bernapas. Lucu ya, Papa jadi seprotektif itu sama aku, Tante,” gerutu Melodi tapi tidak bisa dibohongi, dirinya bangga mempunyai papa seorang Kalfi Abraham Arfas. Celo tertegun mendengar penuturan kalimat dari bibir mungil Melodi. Ternyata Kalfi seorang ayah yang mencintai putri satu-satunya itu. Tapi meski begitu, dirinya tetap tidak suka pada sikap angkuh seorang Kalfi Abraham. “Emm, Papa mu kemana? Dia tidak terlhat sejak Tante datang?” Pertanyaan tidak penting itu meluncur begitu saja dari bibirnya yang tebal bagian atas dan juga bawah. Seketika ia pun menyesal untuk kesekian kalinya di pagi hari itu. “Papa itu sebenernya pemalas Tante. Buktinya hari Minggu saja dia akan bangun sangat siang. Tidak mandi kalau aku tidak mengajaknya keluar jalan-jalan. Bahkan penampilannya di hari libur akan membuat siapa saja mengira Papa adalah pengangguran kelas kakap,” celoteh Melodi yang terdengar sangat jujur. “Siapa orang yang sdang kau bicarakan, Melodi?” Sebuah suara menyela keduanya. Arahnya dari pintu kamar tamu. Spontan mereka berdua menoleh. Ternyata Kalfi sudah bangun meski dirinya terlihat belum mencuci muka dan merapikan rambutnya. “Tidak ada. Papa kehabisan air minum lagi?” Kalfi mengangguk. Buru-buru ia pergi ke dapur untuk mengisi botol minumnya. Sebenarnya dirinya tidak menyangka jika Celo akan datang pagi-pagi sekali. Dirinya belum sempat mencuci wajah dan menggosok giginya. Kalfi melihat bayangan dirinya yang terpantul dari lemari pendingin. Bahkan dirinya hanya memakai kaos oblong dengan celana pendeknya yang biasa. dan lihat juga rambutnya, masih tegak berdiri seperti rambut singa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD