-1-

1623 Words
1   Aleksia seperti itulah namaku. Aku terlahir di daerah penuh konflik kelompok bersenjata dengan aparat pemerintah. Kedua orang tuaku miskin sekali. Mereka juga kasar dan sering menyuruhku untuk merampok toko untuk bertahan hidup.   Tapi aku tidaklah seperti anak-anak yang lain. Aku mempunyai sebuah kekuatan khusus. Aku menyadari diriku mempunyai dua buah tangan tambahan yang tak terlihat di diriku. Tangan ini membantuku dalam mencuri dan bertengkar dengan anak-anak lainnya.   Kekuatan khususku ini aku sembunyikan dan aku nikmati sendiri. Saat malam hari aku keluar dan mencari mangsa. Saat orang tuaku tertidur, aku berangkat untuk mencari mangsa. Mangsa yang kucari adalah manusia biasa.   Mereka adalah sasaran empuk bagi kekuatanku. Aku mencegat mereka di dekat perempatan pemukiman miskin. “Om-om, mau main gak?”   Aku mendekati kedua manusia tersebut. Tanpa ragu mereka mendekatiku dan menyentuhku. Aku tersenyum dan memasang muka manisku. “Bawa duit berapa om? Sini main?”   “Om duitnya banyak.” Balas manusia itu. Tanpa banyak omong lagi segera kubunuh mereka dengan tangan tak terlihatku ini. Satu tanganku menusuk mereka berdua langsung. Satu tanganku yang tak terlihat lagi mengambil barang berharga dari mereka.   “Lumayan.” Kataku setelah mengecek barang berharga mereka. Kugerakkan tangan tak terlihatku untuk memutilasi mereka ke potongan yang kecil. Lalu aku masukkan ke kantong kresek dan kusebar biar tidak ketahuan.   Aku membawa hasil rampokanku ke kelompok kriminal bersenjata. Aku berjalan dengan santai dan senang ke markas kelompok kriminal itu. Hanya mereka yang mau membayar mahal hasil rampokan.   “Halo! Ini aku Aleksia! Aku mau menjual rampokan.” Ucapku dengan riang di depan pintu rumah rahasia mereka. Tiba-tiba pintu terbuka perlahan asap n*****a yang mereka hisap menyerbak menusuk hidung. Aku menuju pimpinan mereka.   “Ini aku jual.” Kataku dan menyerahkan rampokanku. Pemimpin itu mengelus kepalaku dan mencium pipiku.   “Anak pintar. Orang tuamu pasti bangga karena berhasil mengajarimu.” Katanya. Dia memberiku uang dalam jumlah banyak. “Hati-hati di jalan. Kalau bisa besok kasih lapor di mana pergerakan tentara pemerintah ya.”   “Oke. Ada pesan untuk orang tuaku?” tanyaku pada pemimpinnya.   “Suruh rampok gudang amunisi besok.” Jawabnya. “Sana hati-hati di jalan!”   “Oke siap!” balasku dengan ceria. Aku pulang dengan wajah riang dan gembira menuju rumah. Kedua orang tuaku terbangun dan menungguku. Mereka merebut uang dariku dan mengelus rambutku.   “Anak pintar. Dapat uang banyak. Sekarang lanjut merampok lagi sana.” Perintah ibuku dan menghitung uang dariku. “Nanti ibu peluk kalau berhasil.”   Aku keluar rumah lagi. Aku berkeliling mencari mangsa lagi. Tapi tidak ada mangsa lagi. sepertinya hari sudah larut malam sekali. Aku memutuskan untuk beristirahat di kuburan saja.   “Hup ya!”   Aku menaiki salah satu nisan dan duduk di sana. Aku lebih suka menghabiskan waktuku di batu nisan ini. Tempat ini lebih nyaman dan aman.   CTAR!   Sebuah batu terlempar dan hampir mengenaiku. Tiba-tiba di hadapanku muncul pria paruh baya gendut memegang lenganku. Aku menyerangnya dengan tangan tak terlihatku. Tapi pria itu menangkisnya dengan tongkat yang ia pegang.   “Manusia biasa mana mungkin bisa lihat tangan tak terlihatku! Kamu siapa?” tanyaku padanya. “Lepaskan tanganmu!”   “Aku sama sepertimu. Aku mencari dan mengumpulkan orang yang berkekuatan sama sepertimu.” Kata pria paruh baya itu dan mengangkatku ke udara dengan kedua tangannya. Dia menggendongku di punggungnya. “Jangan khawatir. Aku bukan pria jahat kok.”   “Mau kuantar pulang? Kamu saat ini memiliki potensi yang banyak dan besar. Kamu pasti akan tumbuh kuat nantinya.” Tambah pria itu dan mengoceh. “Siapa tahu kamu bisa mewujudkan impian kami.”   Impian apaan? Apa sih yang diomongkan pria paruh baya ini. Mana dia gendut dan bau badannya gak enak lagi. Tapi sepertinya bau uang dari pria ini banyak. Dia bisa menjadi mangsaku.   Aku menggunakan kedua tangan tak terlihatku. Tapi pria itu tertawa. “Kamu tak akan bisa menggunakan tanganmu. Aku tahu kamu punya kekuatan paranormal. Kekuatanmu aku tutupi sekarang.”   “Lepaskan kalau begitu dong?” pintaku padanya. “Lepaskan ya om. Om mau membawaku ke mana?”   “Ke rumahmu. Aku ingin bertemu dengan orang tuamu dan membelimu.” Jawabnya dan terkekeh. Aku tertawa kecil-kecilan dan memberontak.   Mana mau aku harus tinggal dan dibeli oleh om-om seperti dia. Tapi tenaganya jauh lebih kuat dariku. Aku mengigit pundaknya. “Lepwaskan! Om gak tahu rumahku kan?”   “Oh iya. Aku lupa bertanya padamu. Pantas dari tadi kita berputar di kuburan saja.” Kata pria itu dan menaruhku di tanah lagi. Aku berdiri dan membersihkan diriku.   “Kamu mau ikut diriku jalan-jalan sebentar. Kamu tampak kurus kering sekali.” Ucap pria itu dan menggenggam tanganku. “Jangan khawatir, aku tidak akan melukaimu. Sesama orang yang punya kekuatan dilarang saling bertempur.”   “Kenapa?” tanyaku penasaran.   “Karena tujuan kami adalah menyatukan semua orang yang punya kekuatan paranormal. Namaku adalah Aloysius,” jawab pria itu dan menjabat tanganku.   “Namamu boleh aku tahu gadis kecil?” tanya Aloysius dan memberiku permen lolipop.   “Aleksia!” jawabku dengan cepat dan merebut permen itu dari tangannya. Aku memakan permen itu darinya. Orang ini orang baik sepertinya.   “Sebelum kita ke rumahmu bagaimana kalau kita cari makan?” tanya Aloysius padaku. “Ada tempat makan yang ingin kamu kunjungi?”   Aku menggelengkan kepalaku. Pria itu tersenyum dan mengajakku menuju sebuah restoran mewah 24 jam di kota sebelah. Pria itu memesan semua makanan yang tampak enak dan tak pernah aku coba.   “Coba makan.” Ucap Aloysius. “Kamu kurus kering begitu. Coba makan yang banyak dan bergizi ya.”   Aku hendak memakannya langsung. Tapi Aloysius menahanku. “Sebelum makan, biasakan ucap selamat makan dan berdoa. Berdoa agar kamu bisa diberi kenikmatan atas makanan yang kamu makan.”   Aku mengikuti cara Aloysius berdoa dan makan. Kuamati dan aku tiru, Aloysius sepertinya tampak senang begitu mengetahui aku dengan cepat belajar menirunya. Setelah menyelesaikan makan, kami kembali lagi.   “Nah sekarang ceritakan di mana kamu tinggal. Lalu kamu mau tinggal bersamaku? Aku senang bila punya anak sepertimu.” Kata Aloysius dan memegang pipiku. “Anak berbakat sepertimu sia-sia saja di sini.”   “Aku jadi anaknya Om? Aku kan sudah punya orang tua? Mengapa aku harus ikut Om dan tinggal bersama Om?” balasku dengan polosnya.   “Sudah katakan saja di mana kamu tinggal? Kamu nanti akan menjalani kehidupan berbeda dari yang seperti ini. Apapun yang kamu minta Om turuti. Asal kamu menuruti perintah Om juga.” Jawabnya.   “Ke sini,” kataku dan menuntun Om itu ke tempat aku menjebak mangsaku. Bukan menuju rumahku lah yang akan dia tuju. Melainkan tempat dia akan tewas dan menuju akhirat!   Sesampainya di gang yang sepi. Aku menyerangnya dari belakang. Aloysius menggunakan tongkatnya untuk menahan serangan dari tangan tak terlihat milikku. Anehnya semua seranganku sepertinya terbaca olehnya.   Aloysius dengan mudah menangkal serangan bertubi-tubi dari tangan tak terlihatku. Dari tadi dia terus-terusan tersenyum melihatku. Memang om ini misterius sekali. Kenapa dia terus-terusan menikmati seranganku.   “Sudah lelah? Ayo lagi serang. Semua seranganmu bisa aku tangkis.” Katanya merendahkanku. Aku memasang cakar di tanganku dan bergerak dengan cepat merangsek maju menyerangnya. Ketika aku mendekati Aloysius, aku menabrak sesuatu.   Aku mencakar sesuatu yang aku tabrak. Terdengar suara pecahan, kemudian aku berusaha mengenai Aloysius. Tapi pria itu melompat ke belakang dan menghindariku dengan lincah. Apa-apaan om gendut ini?   Lincahnya sangat lincah sekali! Kemudian dia seperti menelan sesuatu. Mulutnya dan tubuhnya semakin menggembung dan membesar. Lalu mulutnya menyemburkan sesuatu angin dan air yang besar. Aku hanyut dan hampir kebawa oleh angin dan air itu.   Tangan tak terlihatku berpegangan erat ke salah satu tiang listrik. Aloysius menatapku penuh kemenangan. “Ini tempat penuh warga sipil. Kamu yakin mau melawanku di sini. Yang ada bisa-bisa warga lain mati karena terbang.”   Aku membuang cakarku dan bersujud padanya. “Ampun. Aku sudah tidak kuat lagi. Jangan bunuh aku dengan kemampuan paranormal Om.”   “Jangan panggil aku Om. Sekarang kamu bisa memulai memanggilku ayah. Jangan khawatir, aku tidak membunuhmu. Sia-sia aku membunuh talenta berbakat sepertimu.” Kata Aloysius. Dia melompat dari posisinya tadi ke dekatku. Dia mendirikanku dan memegang kepalaku.   “Katakan ayah sekarang. Ayo coba panggil aku ayah,” perintah Aloysius padaku.   “Ayah?” tanyaku. Aku menatap mata Aloysius. Pria ini senang begitu aku memanggilnya ayah. Kurasa dia pria m***m yang memiliki fantasi terhadap anaknya sendiri.   “Katakan di mana rumahmu?” tanya Aloysius lagi. Dia menggendongku di punggungnya.   “Akan kutunjukkan arahnya.” jawabku dan menunjukkan arah rumahku yang sebenarnya. “Maaf karena tadi coba menjebakmu.”   “Hehe. Aku sudah tahu kalau kamu ingin menjebakku.” Ucap Aloysius dan tertawa. “Kali ini kamu tidak menjebakku dan kamu akan menuntunku ke rumahmu?”   “Iya. Tapi hati-hati, ada markas kelompok kriminal bersenjata. Nanti Om diserang oleh mereka karena bau Om bau orang kaya.” Jawabku dan berpegangan erat dalam gendongannya.   “Oh mereka. Santai saja, mereka teman akrab. Tidak berani mereka menyerangku.” Kataku dengan santai. “Oh contohnya yang di depan menghadang kita ini?”   “Iya.” Jawabku dan menunjuk orang bersenjata berjumlah 25 orang di depan kami. “Om pasti kalah deh. Lagian aku tidak bisa membantu om karena aku lelah.”   “Ah begitu ya. Berarti yang ini bagian Om semua dong.” Aloysius menurunkanku. Dia menaruhku di dekat pagar rumah orang dan membiarkanku istirahat. Aloysius melepas topinya, dia berubah menjadi seorang manusia serigala dan beringas membunuh semua orang dari kelompok kriminal bersenjata itu.   Apa yang tidak bisa dilakukan aparat pemerintah bertahun-tahun. Diselesaikan oleh Om ini begitu saja. Om itu tidak berhenti meskipun dia telah membunuh 25 orang itu. Dia masuk ke dalam markas mereka.   Lalu terdengar suara teriakan yang kencang. Setelah itu Aloysius keluar dari markas mereka dengan tubuh berlumuran darah. Tampak dia sedang memakan salah satu lengan manusia. Aku bergidik ngeri melihatnya. Dia menghabiskan makanannya itu dan berubah kembali ke manusia.   “Ayo Aleksia, kita pergi ke rumahmu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD