Bab 2: Pengunjung yang Tidak Diinginkan

1054 Words
"Apakah tidak ada pilihan lain?" Tuntutku, namun tidak ada satupun yang mempedulikan perkataanku. Aku tidak ingin diusir, tetapi aku juga tidak pernah ingin bekerja untuk manusia serigala, sekalipun yang terlihat sepertinya. "Jadi kita sepakat?" Alaric bertanya pada Lavinia, mengabaikan pertanyaanku. "Terserah saja, Alaric. Raven, kamu tidak diizinkan untuk menggunakan sihir dengan kekuatan besar tanpa seizin persekutuan, sampai ada pemberitahuan lebih lanjut, "kata Lavinia, kebencianku padanya semakin mendalam dan darahku terasa semakin mendidih mendengar ucapannya. Dari dulu dia selalu mencoba mencari alasan untuk mengendalikan kekuatanku, dan sekarang bodohnya aku telah memberinya alasan yang sempurna. Aku hanya bisa mengangguk setuju. Kemudian aku menoleh ke arah Alaric. Tatapannya kosong, sulit bagiku untuk mengartikan ekspresinya. "Aku percaya kau akan lebih menjaga anggotamu mulai dari sekarang. Jika terjadi tindakan agresi lainnya terhadap kawananku, aku akan membatalkan perjanjian ini dan kami tidak akan segan untuk membalas, "jawab Alaric tegas. Lavinia terlihat merinding mendengar komentarnya dan hanya mengangguk singkat. Alaric meraih lenganku dan menarikku keluar dari pintu. "Hey! Lepaskan! Aku bisa berjalan sendiri," kataku. "Banyak hal yang harus aku lakukan untuk mengurus dampak dari 'kecelakaan'mu itu, jadi kita harus bergerak cepat," jawabnya singkat. "Apakah aku benar-benar harus ikut denganmu sekarang? Ini sudah larut malam. Aku bisa datang padamu besok pagi dan mulai bekerja," bantahku. "Besok pagi? Kau harus ada kapanpun kubutuhkan, jadi kau akan tinggal bersamaku," katanya. Aku menghentikan langkahku dan berusaha melepaskan cengkeramannya. "Tidak! Aku tidak akan tinggal bersamamu! Aku bahkan tidak pernah setuju bekerja padamu. Hal ini tidak ada dalam kesepakatan. Aku menolak!" seruku. Dia menarikku ke arahnya dan menggeram. Tubuhku terasa memanas saat dia mendekat padaku. "Mari kita luruskan, Raven. Kesepakatannya ada di tanganku dan aku bebas melakukan apapun. Kecuali kau ingin kembali dan berurusan dengan Lavinia? Dia sepertinya sangat menyukaimu, "sindirnya. Aku mendengus frustrasi. Dia menempatkanku pada posisi yang sulit. Posisi yang sulit dicengkraman otot-ototnya yang keras seperti baja yang membuat seluruh tubuhku terasa panas. Aku mendorong diriku menjauh darinya dan memberinya tatapan kesal. "Baiklah, tapi setidaknya izinkan aku pulang untuk mengambil barang-barangku dulu. Sekarang aku tidak membawa apa-apa kecuali pakaian yang aku kenakan ini! " balasku. Dia terkekeh dan menatapku dengan seringai sombong. "Kamu boleh melepasnya jika kamu mau. Aku tidak akan melarangmu," jawabnya. Apa dia sedang menggodaku sekarang? Pipiku memerah mendengar perkataannya, tapi disaat yang bersamaan aku kesal karena dia membuatku merasa seperti ini. "Bersikaplah masuk akal," pintaku. "Kamu bisa mengambil barang-barangmu besok pagi, tapi sekarang aku punya banyak hal mendesak yang harus segera aku urus," katanya singkat dan menarikku lagi. Kami terus berjalan Melewati perbatasan, daerah berhutan yang memisahkan para penyihir dari manusia serigala. "Mengapa kau ingin menghukumku dengan bekerja padamu? Apa yang kau inginkan dariku?" Aku bertanya padanya dengan rasa ingin tahu saat kami berjalan. "Ada banyak hal yang aku inginkan dan aku akan menjelaskannya padamu nanti," jawabnya dengan samar. Dari caranya menjawab seolah menyiratkan hal-hal yang bersifat intim dan itu membuatku panik. Karena meskipun aku diam-diam tertarik padanya, aku tidak pernah setuju untuk melakukan hal-hal semacam itu. Aku berhenti berjalan dan menjauh darinya. "Aku tidak akan tidur denganmu sebagai bayaran atas kejahatanku. aku bukan p*****r. Dan kau tidak bisa memaksaku, atau aku akan bertindak sebagaimana yang kulakukan pada temanmu, "kataku dengan berapi-api. Aku merasa seolah kekuatanku mendesak keluar dari ujung-ujung jemariku. Dia menoleh ke arahku dengan tatapan marah dan berjalan ke arahku. Aku mundur kearah sebuah pohon dan dia mendekatiku hingga hidung kami hampir bersentuhan. "Aku tidak akan pernah memperkosa seorang wanita. Aku tahu kalian para penyihir selalu memandang rendah manusia serigala, tetapi aku tidak seperti yang kalian pikirkan, aku bukan binatang, "katanya menggeram. Aku menelan ludah dengan gugup tapi aku lega mendengarnya mengatakan itu. Dia melihatku dengan saksama dan aku merasa tenggelam dalam tatapannya. Pikiranku berteriak memintaku untuk lari sejauh mungkin mungkin darinya, tetapi tubuhku berkata lain. Bibirku terbuka dan aku menjilatnya tanpa sadar, menyebabkan tatapannya turun ke mulutku. "Raven," bisiknya. Caranya memanggilku terdengar menggoda dan membuatku merinding. Tubuhku terasa bergetar mengharapkan sentuhannya, namun pada saat yang sama pikiranku memberontak menolak keinginan itu. Tangannya mulai bergerak ke arah wajahku, namun kemudian dia tiba-tiba berhenti ketika kami mendengar sebuah teriakan. Dia mundur dan memberi isyarat agar aku mengikutinya. Kami bergerak keluar dari hutan dan bertemu sekumpulan anggota kawanan manusia serigala yang terlihat marah. "Apa yang terjadi di sini?" Alaric berkata dengan lantang penuh wibawa. Salah satu anggota kawanan yang lebih tua melangkah maju. "Kami baru saja akan mengejarmu, Alpha. Kami pikir para penyihir menahanmu atau bahkan membunuhmu juga," katanya. "Tidak, Sam. Aku telah membuat kesepakatan dengan para penyihir. Salah satu dari anggota mereka harus ikut dan bekerja padaku sebagai balasan atas pelanggaran yang mereka lakukan, " Alaric menjelaskan. Mereka semua terlihat terkejut mendengar pernyataan itu. "Alpha, tanpa mengurangi rasa hormat dan tanpa bermaksud mempertanyakan keputusanmu, tetapi mereka telah membunuh Anggota kita! Aku pikir seharusnya hukuman mereka akan lebih...berat," kata Sam hati-hati. "Anggota kita menyerang penyihir itu terlebih dahulu, tanpa seizinku. Jadi sejauh yang aku pahami, dia tidak sengaja membunuhnya ketika berusaha membela diri. Namun aku juga memperingatkan mereka bahwa aku tidak akan segan-segan membalas jika kejadian serupa terulang lagi. Tapi biar aku perjelas, Aku tidak akan pernah mentolerir anggota kita yang menyerang seorang wanita, penyihir atau lainnya, "tegasnya pada seluruh anggota kawanan dan mereka semua mengangguk setuju. Mereka semua menatapku seolah-olah aku adalah alien dari planet lain. Aku merasa tidak nyaman tapi aku berusaha tetap berdiri tegak dengan kepala terangkat. Aku tidak akan membiarkan mereka berpikir bahwa mereka dapat mengintimidasiku. Alaric menoleh ke arahku dan mengedipkan matanya. Apa dia sedang mencoba menenangkanku? Dia kembali menghadap kerumunan itu dan berkata dengan lantang. "Ini Raven. Dia akan bekerja untukku. Mulai sekarang dia adalah anggota kawanan kita, jadi kalian harus memperlakukannya selayaknya seorang anggota kawanan, "lanjutnya. Dari ekspresi mereka aku bisa melihat bahwa mereka setuju untuk menuruti perintah Alaric tetapi di sisi lain mereka tidak akan pernah bisa menganggapku sebagai salah satu dari mereka. Alaric melihat kearahku dan mengangguk, memintaku untuk berjalan mengikutinya. Saat kami melewati tikungan, sebuah bangunan besar terlihat dari kejauhan. Itu adalah rumah tiga lantai yang besar dan bergaya tradisional dengan teras melingkar. Kami berjalan ke pintu depan dan sebelum Alaric sempat memutar kenop pintu, pintu itu sudah dibukakan dari dalam dan tampak sesosok wanita cantik berambut pirang berdiri tepat di depan kami. Senyum palsu terpampang di wajahnya, yang seketika menghilang saat matanya melihat kearahku. Ekspresinya berubah jahat dan wajahnya mengerut seolah sedang mencium bau yang busuk. "Siapa wanita ini?" Ucapnya kasar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD