“Kamu sudah terlibat dalam masalah percintaan sialan ini. Semua orang menganggapmu kekasihku. Karena kalau kita tidak mengakui sebagai pasangan kekasih nama kita berdua tercoreng. Yang aku tak habis pikir bagaimana bisa hotel bintang lima milik keluargaku mempublikasikan rekaman CCTV saat aku hanya mengenakan selimut?” Wajahnya tampak ngeri saat membayangkan tersebarnya rekaman dia yang berjalan mengejarku dengan hanya tubuh yang dibalut selimut.
“Luar biasa.” Aku menggeleng ironi. “Lalu, apa yang mesti aku lakukan sekarang?” Mengingat namaku juga tercoreng karena kesalahan fatal kami.
“Kenapa kamu tegang begitu?”
“Hah?”
“Jangan tegang-tegang. Santai saja.”
Arrrgggh! Rasanya aku ingin membunuh pria ini. Dia begitu mudahnya menyuruhku ‘santai saja’. Bagaimana kalau kakakku nanti tahu tentang skandal ini. Bisa-bisa aku dia menyarangkan ibu dan ayah untuk mencoret namaku dari KK.
“Semalam luar biasa bukan?”
Dahiku mengerut tebal. Semalam luar biasa? Apanya yang luar biasa orang aku mabuk dan tak sadarkan diri.
“Sebenarnya...” Aku mendekati mejanya lalu dengan nada suara rendah aku bertanya serius. “Apa yang terjadi antara kita?”
“Kita tidur di hotel berdua. Apa yang ada di benakmu saat aku tidur di sampingmu? Nah, itulah yang terjadi.”
“Tapi, aku tidak merasakan apa-apa.”
“Kamu tidur sangat lelap. Alkohol menguasai dirimu saat terjadinya pertempuran itu. Maksudku, setelah bertempur kamu tidur... lelap. Dan aku juga tidur.”
Kami saling bertatapan. Aku tidak yakin sepenuhnya dengan perkataan atasanku ini. Apakah dia seorang pembohong? Matanya jelas menggambarkan kalau dia bukanlah sosok yang jujur.
“Kemarilah.” Dia menarik tanganku hingga aku tepat berada di sampingnya. Dia masih menggenggamku. Sama sekali tidak menghiraukan keterkejutanku atas apa yang dilakukannya padaku.
Seseorang membuka pintu dan tepat saat itu juga Darell menarik lenganku dan menjatuhkan aku di atas pangkuannya. Aku ternganga, mataku melebar. Wanita yang masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu itu adalah Sabrina. Dia tampak terkejut melihat kami yang seakan-akan sedang...
Lengan Darell melingkar di perutku sekaligus menahan tubuhku agar aku tetap berpose seperti itu. Dia hanya ingin memanas-manasi Sabrina. Ah, aku seperti w************n yang sengaja menggoda atasannya sendiri. Sialan memang si Darell!
“Tolong sopan santun sangat diutamakan di perusahaan kita.” Darell berkata pada Sabrina seakan lupa kalau dia pun tak punya sopan santun dengan menjatuhkanku begitu saja di atas pangkuannya.
Darell mulai melepaskan tangannya dari perutku dan aku segera meluncur ke mejaku. Ruangan yang dibatasi sekat kaca di sebelah Darell.
“Sepertinya Pak Darell lupa kalau Pak Darell sedang b******u dengan sekretarisnya sendiri di ruangan yang seharusnya dijadikan tempat kerja. Itu lebih dari kata ‘kurang ajar’ kan?”
Sesekali aku mengintip Sabrina yang duduk di kursi menghadap ke arah Darell.
“Perlu kamu ingat kalau aku atasanmu, Sabrina.”
“Kalian benar-benar memalukan perusahaan. Harga saham akan jatuh bebas karena skandal seperti ini.”
“Apa menurutmu ini masih skandal setelah aku mengumumkan kalau Fiona kekasihku dan bahkan dia calon istriku.”
Aku nyaris saja mengumpat dari balik kaca. Manusia macam apa kamu, Darell?! Berani-beraninya menyeret-nyeret namaku terus menerus demi ambisi balas dendammu!
Sabrina hanya menatap Darell kemudian dia melirikku dengan lirikan sinis. Aku tahu Sabrina memiliki obsesi untuk bisa secantik Kyle Jenner. Dia memfiller bibirnya dan untuk hidung aku kurang tahu apa itu hidung asli atau palsu. Kenaikan ujung hidungnya tidak terlalu terlihat. Kemungkinan dia operasi plastik di Korea yang hasil operasi plastiknya agak alami. Dan semua uang yang dipakainya kemungkinan besar juga uang kakak-beradik yang t***l ini. Deon dan Darell. Mereka berdua benar-benar t***l memperebutkan Sabrina. Bukan karena aku iri pada Sabrina, tapi mereka memperebutkan wanita yang jelas-jelas menjadikan mereka atm berjalannya.
“Aku minta tanda tanganmu di sini.” Sabrina menyerahkan berkas yang ditandatangani Darell.
“Darell, kamu terlalu sempurna untuk Fiona. Pikir baik-baik apakah orang tuamu akan menyetujui hubungan kalian itu. Mungkin hubungan kalian itu hanya didasari oleh hubungan semalam.”
Sebelah sudut bibir Darell terangkat, tapi dia belum membalas pernyataan Sabrina.
“Tak apa. Aku memaklumi karena aku dengar kamu semalam mabuk bersama Fiona. Itu hanya kesalahan kecil. Kalau kamu ingin kembali padaku, aku akan membuka pintu hatiku untukmu, Darell. Percayalah, meskipun aku dan Deon sering menghabiskan waktu bersama tapi kamu memiliki tempat spesial di hatiku.” Wajahnya berubah memelas seakan apa yang dikatakannya adalah sebuah fakta.
Aku muak mendengar perkataan Sabrina yang sok manis begitu. Rasanya aku ingin muntah setelah dia meremehkanku. Kalau sampai Darell kembali pada Sabrina, ah, betapa malunya aku!
Please, Darell, jangan mau sama Sabrina lagi. Aku mohon. Aku tidak mau menanggung malu.
“Apa kamu pikir aku mau tidur bersama Fiona semata-mata karena nafsu? Aku melakukannya bukan hanya dengan nafsu tapi juga dengan cinta. Dan aku selalu menyukai Fiona.” Darell mengalihkan tatapannya ke arah dinding. Aku tidak tahu apa yang dia lihat di dinding itu. Tapi, sepertinya dia sedang berpikir keras menemukan sesuatu yang menarik dariku.
“Apalagi kalau Fio menatapku dengan tatapan penuh cinta.”
Sejak kapan aku pernah menatapnya dengan tatapan penuh cinta? Oh ya, dulu memang aku menatapnya penuh kekaguman, tapi semenjak skandal kami aku jadi sangat malas dan enggan menatap matanya.
“Apa menurutmu Fiona lebih cantik dariku?” Sabrina bertanya tidak sabar. Dia tampak kesal.
Oh, God! Jangan ngomong yang macam-macam lagi, Darell. Please, jangan. Aku tidak mau Sabrina membenciku dan menyebarkan gosip buruk mengenaiku apalagi kalau sampai terdengar Divisi Ghibah.
“Fiona jelas tidak cantik.”
Sabrina tersenyum mendengar jawaban Darell. Senyum licik penuh kemenangan.
Astaga sudah aku duga. Oke, mungkin memang Darell akan kembali dengan Sabrina dan rela diduakan dengan kakaknya sendiri. Hidup sudah tidak waras. Aku akan keluar dari perusahaan ini kalau sampai dia kembali pada Sabrina.
“Tapi... Fiona lebih dari kata ‘cantik’. Dia sempurna.”
Senyum Sabrina lenyap seketika. Wajahnya berubah kecut.
Pernyataan Darell tentangku membuat sudut hatiku entah mengapa menghangat. Apa tadi Darell bilang, aku lebih dari kata ‘cantik’. Dan kalimat penutupnya membuat aku sedikit terharu. Dia bilang aku sempurna.
Aku hampir lupa kalau aku tidak boleh percaya begitu saja pada Darell. Ingat, dia penuh kebohongan. Aku bahkan tidak tahu mana perkataannya yang jujur atau bohong. Aku hanya perlu lebih waspada lagi terhadap pria itu.
***