10. Kaboooor!

1119 Words
"Sini mendekat! Kakak mau bisikin berita bahagia," ucap Jihan. "Apa, Kak?" tanya Audi penasaran seraya berjalan mendekat ke arah kakak perempuannya. Jihan pun mulai membisikkan berita bahagia itu. "Papa ternyata ada di tempatnya Dokter Pedro," ungkap Jihan yang ternyata sudah tahu keberadaan Ayahnya. "Yang bener, Kak? Papa ada di kliniknya Dokter Pedro?" tanya Audi memastikan. "Iya," angguk Jihan antusias. "Barusan Dokter Pedro kasih kabar ke Kakak, tapi kata dia, kita jangan dulu dateng ke sana, tunggu jam setengah sembilanan." "Lho ... emangnya ada apaan, Kak? Kok kita nggak boleh buru-buru datang ke sana?" "Entahlah," sahut Jihan sambil mengendikkan kedua pundaknya. "Tapi kata Dokter Pedro, kalau kita ngeyel, nanti yang ada Papa bakalan kabur lagi." "Haduh~ si Papah mah udah tua juga, tapi centil banget pake acara kabur-kaburan segala kayak anak perawan aja," komentar Audi. Ternyata diam-diam Dokter Pedro sudah memberitahukan tentang keberadaan Tuan Jaelani kepada Jihan tanpa sepengetahuan dari lelaki tua itu. Dokter Pedro hanya tidak mau Jihan dan Audi kepusingan dan khawatir terus-terusan karena belum menemukan keberadaan ayahnya,maka dari itu Dokter Pedro berinisiatif untuk membocorkan keberadaan lelaki tua itu, tapi tentunya dengan sebuah syarat yang harus dipatuhi oleh Jihan dan Audi. Diam-diam Dokter Pedro memiliki anak buah yang sudah dia tugaskan untuk memantau keadaan sekitar agar jika para anaknya Tuan Jaelani tidak patuh kepada syaratnya maka dia bisa langsung memindahkan Tuan Jaelani ke tempat lain, sebab jika sampai ketahuan dirinya membocorkan keberadaan lelaki tua itu maka Tuan Jaelani bisa marah besar. "Mama!" seru anak perempuan yang usianya sekitar enam tahunan. Anak perempuan yang bernama lengkap Puput Citra Anggraeni itu berlari dengan riang ke arah Ibunya yang ternyata adalah Audi. Audi langsung memeluk anak perempuannya itu dan mulai mengangkat tubuh gadis cilik itu dalam gendongannya. Cup! Satu kecupan singkat Audi daratkan di pipi chubby anaknya. "Kamu udah makan malem belum, Sayang?" tanya Audi pada pada anaknya. "Belum, Ma," geleng Puput. "Puput sengaja nungguin Mama, Budhe, dan Grandpa pulang ke rumah. Soalnya aku pengen makan bareng sama kalian semua," lanjut gadis cilik itu. Audi dan Jihan saling bertemu pandang dan tersenyum setelah mendengar penuturan Puput. Kini tangan Jihan mulai mengelus sayang puncak kepala Puput. "Grandpa lagi sibuk, Sayang. Jadi kita makan malemnya bertiga aja ya," ucap Jihan. "Kamu, Mama, sama Budhe, oke?" "Ok, Budhe. Tapi Grandpa kasian ya, kerja mulu, padahal udah tua," cerocos gadis cilik itu. "Hahaha," Jihan dan Audi hanya bisa tertawa mendengar perkataan Puput. "Untung kemarin-kemarin aku udah jalan-jalan bareng sama Grandpa, jadi sekarang nggak terlalu sedih kalau Grandpa sibuk banget sama kerjaannya." "Memangnya kemarin pas di Singapura kamu jalan-jalan ke mana saja?" tanya Jihan pada Puput. "Rahasia, Budhe, hihihi," kikik Puput. "Ish, pelit banget sih pake main rahasia-rahasian." "Biarin, wlee," "Udah-udah, lebih baik kita segera ke ruang makan yuk!" ajak Audi yang secara tidak langsung menghentikan pertikaian antara kakak dan anaknya yang kadang terlihat sama-sama seperti anak kecil. Drrt ... drrt ... drrt ... Ponsel Jihan bergetar-getar. "Siapa sih yang telepon?" gumam Jihan karena ponselnya terus bergetar yang menandakan itu adalah panggilan masuk ke nomor ponselnya. "Hemph," dengus Jihan kasar dengan bola matanya yang memutar malas setelah melihat layar ponselnya yang menampilkan nama Alex. "Kok kayak nggak suka gitu, Kak? Memangnya siapa yang telepon," tanya Audi. Sedangkan Puput saat ini sedang sibuk dengan mainan yang tadi dia saku. "Alex, Di," jawab Jihan singkat yang dari nada suaranya kental sekali sedang bad mood. "Oh~" angguk Audi. "Jawab aja sih, Kak. Lagipula Mas Alex itu kan laki-laki yang baik, cakep lagi, udah gitu pinter, lalu cakap dalam memimpin para anak buahnya di kantor." "Lho~ kok kamu malah jadi nyambungnya ke arah sana sih, Di?" heran Jihan. "Kok kesannya kamu kayak lagi nyuruh kakak secara nggak langsung untuk menerima Alex untuk jadi pacar atau pasangan hidup kakak." "Lha ... nyatanya emang gitu kan, Kak? Semua orang juga tahu kalau Mas Alex itu suka sama Kakak, tapi Kak Jihan-nya yang seperti orang yang pura-pura nggak paham." "Kata siapa Kakak pura-pura nggak paham?" "Jadi Kakak menyadari perasaannya Alex kepada Kakak? Lalu kenapa ngga jadian aja sih, Kak? Kalian cocok banget tahu." "Iya kah?" tanya Jihan meragukan. "Iya, kalau nggak percaya tanya aja sama semua orang. Mereka pasti mendukung kalau Kakak jadian sama Alex." "Tapi Papa nggak tuh," celetuk Jihan. "Hah," kaget Audi. "Kakak udah pernah bertanya soal Alex sama Papa?" "Hu'um," angguk Jihan. "Trus jawaban Papa apa?" "Ya itu tadi. Papa nggak setuju kalau Kakak sama Alex. Katanya ... Papa mau cariin Kakak calon suami sendiri katanya. Au ah, Kakak mah bodo amat. Nanti juga kalau udah saatnya Kakak nemu jodohnya pasti ketemu." "Jodoh itu jangan ditunggu, Kak, tapi diusahakan." "Basi kamu, Di," ketus Jihan. "Hahaha, basi gimana sih, Kak?" gelak Audi. "Itu kata-kata kamu mirip kayak orang-orang. Kakak nggak suka. Kakak lebih suka perkataannya Papa." "Memangnya Papa bilang gimana?" "Papa bilang kalau Kakak belum ketemu jodohnya ya itu berarti belum waktunya. Nanti juga ketemu kalau udah saatnya. Dan selama jodoh itu belum datang, Kakak diminta untuk fokus berkarir aja, dan biar urusan cari mencari jodoh biar Papa yang urus katanya." "Hahaha," gelak Audi. "Sama aja kali, Kak. Itu kan Papa lagi mengusahakan jodoh buat Kakak." "Au ah, Kakak lagi nggak mau menjalin hubungan dulu. Kakak masih belum percaya sama yang namanya laki-laki." "Tapi kan Papa itu juga laki-laki, Kak? Kok Kakak percaya banget sama Papa?" "Papa sama laki-laki di luar sana beda kali, Di. Papa itu laki-laki ter- the best sepanjang masa. Mana ada laki-laki yang sebaik Papa. Setelah Mama nggak ada, meski banyak wanita yang deketin Papa, Papa nggak pernah mau berpaling dari mendiangnya Mama. Papa selalu nolak siapa pun wanita yang datang dengan alasan ingin fokus dalam mengurus kita, dan ucapannya terbukti sampai saat ini. Kakak pengen dapet jodoh yang sifatnya seperti Papa, setia, penyayang, perhatian, pekerja keras, dan nggak pernah main tangan." "Kok aku baru sadar ya kalau Papa sesempurna itu ya, Kak?" lirih Audi. "Kamu kan dari dulu bandel banget. Nggak mau diatur sama Papa, padahal Papa cuma mau ngejaga kita aja." "Aku nyesel banget, Kak. Harusnya dulu aku patuh aja sama ucapannya Papa dan jangan bandel sampe kabur dari rumah." "Hiss, kenapa kamu malah jadi mellow gitu sih," kesal Jihan. "Kamu harus tetep bersyukur karna kamu udah punya Puput sekarang." "Iya sih, Kak. Tapi andai aja a-" "Husst! Jangan berandai-andai! Ini semua udah jalan takdir hidup kamu. Kamu jangan melihat lagi ke belakang. Syukuri aja apa yang ada sekarang. Dan yang paling penting cepet cariin Papi tuh untuk Puput, hihihi," "Hah," kaget Audi. "Aku masih trauma sama laki-laki." dengus Audi kesal. "Hahaha," gelak Jihan. "Sama-sama trauma sama laki-laki tapi tadi kamu sok menggurui, sekarang rasakan perasaan Kakak tadi." "Jadi ceritanya Kakak lagi bales dendam nih?" dengus Audi. "Iya, wlee," mele Jihan yang kini langsung melesat pergi. "Kaboooor!" "Tunggu ya, Kak!" teriak Audi. To be continued ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD