Nightmare

1355 Words
Mimpi Buruk. Tangan kekar itu menggenggam erat jemari lentiknya. Mengisyaratkan seolah sesakit apapun rasanya, dia akan tetap berada di dekatnya. Mencumbu setiap jengkal tubuh dan menerangi jiwa dalam gelapnya malam. Mata nan sayu memenjarakan diri. Hangat tubuh beradu di dinginnya malam yang menyapa. Kelihaiannya membunuh raga, menghadirkan surga dunia. Menjadi lemah tak berdaya karena tergoda kenikmatan yang setan tawarkan. Menikam dengan cinta, membuat rasa menjadi sangat manis, terus ingin diulangi dosa yang indah itu sampai batas nafsu yang tersalurkan. Deru nafas beradu. Rasa sakit menyelimuti seluruh raga. Tak mengapa, akan selalu menemani. "Kau akan baik-baik saja. Aku akan selalu bersamamu. Aku sangat mencintaimu, Alyn." "Aku juga sangat mencintaimu, Tristan." *** Namun... "I'm so sorry, i have to go." "You don't apreciate what i feel. You are so cruel." *** "Does it have to be like this? "Yeah, this is best for us. Let's be separated! *** Kata manis soal cinta itu hanya berakhir di bibir. Kisah cinta itu tak bisa bertahan. Sebuah terpaan badai yang menghadang menghancurkan segalanya. Semua kisah manis itu sirna. Tak bisa lagi terulangi karena cinta kini sudah pergi. Kisah cinta yang sudah terjalin selama 9 tahun itu pun berakhir. *** Mimpi buruk yang terus berulang. ALYN'S POV Jam setengah tiga pagi, aku tak bisa tidur lagi. Ya, lagi. Ini sudah yang kesekian kalinya aku sulit tidur dengan nyaman dan tenang. Aku memiliki banyak bermimpi yang akhir-akhir ini sangat mengganggu hidupku yang damai, aku bermimpi tentang orang yang dulu pernah aku cintai. Tristan Putra. Dan mimpi ini bukanlah mimpi manis, tidak, ini adalah mimpi yang buruk. Mimpi ini adalah sebuah replika yang tepat dari hari dimana aku dan dia putus. Hari-hari setelah aku putus dengannya telah mengganggu pikiranku di setiap hariku, di semua 7 hari dalam semingguku, tapi setiap kali aku mulai merindukan orang itu, yang aku ingat mengenai diri ini, bahwa aku sudah membuat keputusan jelas dan aku tidak akan berubah pikiran. Meski aku merindukannya, aku tidak akan kembali lagi padanya! Aku dan dia sudah berpisah, tidak ada jalan untuk bersama lagi. Munafik ya? Ya aku ini memang munafik. Aku yang meninggalkannya, tapi aku merindukannya. Aku membencinya, tapi aku mencintainya. *** Hah, mimpi buruk ini benar-benar merepotkan. Aku memang harus segera melupakannya! Aku mendesah bangun dari tempat tidurku. Aku menarik tubuhku ini keluar dari tempat tidur, aku kemudian berjalan ke kamar mandi. Kaki terasa sangat berat untuk melangkah. Badanku terasa remuk. Sampai di kamar mandi, aku menatap bayanganku di kaca. Mengerikan! Rasanya seperti melihat hantu di dalam kaca! Aku melihat warna hitam melingkari mataku. Aku bahkan kini memiliki kantong mata. Apa ini efek karena kurangnya tidur? Aku menyalakan kran dan keluarlah air dari dalam sana. Aku pun membasuh mukaku. Aku merasakan dinginnya air menyapa permukaan kulitku. Jika seperti ini, aku akan semakin sulit untuk kembali tidur. Sial, aku kembali memikirkannya. Sudah hampir dua bulan sejak aku tidak mengetahui kabar mantanku, Tristan. Hal terakhir yang sampai ke telingaku adalah bahwa dia sudah bekerja di rumah sakit ternama tapi aku tidak tahu di mana itu. Aku tidak tahu nama rumah sakitnya karena di kota ini ada banyak rumah sakit besar. Ah, bisa jadi dia malah tidak bekerja di rumah sakit kota ini. Tristan adalah seorang dokter muda berbakat. Dia sudah diincar banyak rumah sakit sejak masih kuliah. Wajar saja jika dia mendapatkan kerja di rumah sakit kenamaan. Yang jelas, dia sudah tak lagi magang di klinik kecil itu. Impiannya tercapai. Aku mengingat banyak hal tentang dirinya. Belum move on? Hah, aku memang merindukannya, tapi bukan berarti aku ingin melihat dia! Rasa rinduku ini masih ada karena dia hadir menghantui setiap malamku. Itu sangat mengganggu! Sejak aku berpisah dengannya, aku sudah memantapkan jalanku. Aku harus menjalani kehidupanku secara normal. Masalah putus dengannya dua bulan yang lalu tidak akan aku biarkan mempengaruhi hari-hariku. Aku adalah Alyn Aira Sukamto, seorang dokter hewan. Aku memiliki kehidupan yang baik tanpa kekurangan uang. Aku pun juga tinggal di sebuah apartemen yang nyaman. Temanku Eva juga menemaniku. Aku akan baik-baik saja tanpanya. Aku akan baik-baik saja tanpa Tristan! Lagi pula, yang meninggalkannya duluan adalah aku. Aku bisa bertanggung jawab akan keputusanku. *** Keesokan harinya... Aku terbangun oleh suara keras yang datang dari ruang tamu, aku mengambil bantalku dan menutupi kepalaku dengan bantal milikku, mencoba menghindari suara itu sebisa yang aku mampu. "Sumpah, itu berisik sekali!" Kataku kesal. Bantal ini tak menolong banyak, suara di luar sana terlalu keras, dengan kesal aku memutuskan untuk bangun. Pada saat yang sama, aku mengutuk Eva, teman gilaku ini selalu suka memulai pagi hari dengan memainkan musik dj. Memutar volume tertinggi pada speaker tanpa mempedulikan telinga orang lain. Telinga ku tentunya. "Alyn hai! Selamat pagi!" Sapa Eva dengan semangatnya. "Sialan kau Eva, kenapa kau selalu membangunkanku dengan suara berisik dari neraka itu sih? Tidak puaskah kau dugem semalaman?" Aku mematikan musik di itu. Aku sudah bersusah payah mencoba tidur, tapi dengan seenaknya saja dia membangunkanku. "Yaelah Buk, kau terlalu pemarah, bisa cepat keriput muka ayumu itu!" Kata Eva. "Dan aku memang belum puas soal dugem semalaman! Aku masih ingin lagi." Lanjutnya. Aku menghela nafas. "Tapi kupingku sakit, bodoh! Lagian, suka sekali sama dugeman di bar? Hanya joged-joged dan minum-minuman tidak berfaedah sama sekali." Omelku. Aku lihat Eva hanya meringis menanggapi ocehanku. Sudah biasa. Selalu seperti ini. "Di tempat dugem banyak cowok cakep, Bu Alyn! Cuci mata setelah seharian hanya melihat hewan-hewan di klinik." Ah, inilah Eva. Dia juga seorang dokter hewan yang bekerja di sebuah klinik yang sama denganku. Tiap hari memang yang dia dan aku temui hanya didominasi hewan, hewan, dan hewan. "Ya sudah, cari pacar saja sana!" Kataku. "Dugeman dan mabuk-mabukan itu tidak baik untuk kesehatanmu." Tambahku. Eva tersenyum padaku. "Bu Alyn yang perhatian. Aku tidak mau mewek seperti dirimu soal pacar! Aku juga tidak mau dinasehati oleh jomblo seperti dirimu!" "Hah?" "Aku tidak mau dinasehati oleh jomblo seperti dirimu!" Ledek Eva mengulangi kata-katanya. "Kau ini..." "Haha, bercanda! Btw, ayo kita sarapan!" Ajak Eva. Aku melihat Eva mulai menyajikan sarapan pagi hangat yang lezat untukku. Ini adalah salah satu alasan aku betah tinggal bersamanya, masakannya bisa membuatku memaafkan semua kekacauan yang dibuatnya. Dia sangat jago memasak. *** Aku duduk dalam suasana hati yang lebih baik. Eva selalu berhasil mengubah mood orang-orang di sekitarnya. Apa dia ibu peri? "Enak tidak?" Tanya Eva. "Sebentar, aku mau mencicipinya terlebih dahulu." Aku memulai dengan mencium aroma sambel goreng ikan pindang pedas hangat buatan Eva ini. Saat bau yang menggoda mengenai lubang hidungku, aku menjadi tak sabar ingin segera menikmatinya. Aku pun mengigit sepotong kecil, tapi tiba-tiba aku merasakan mual mencapai tenggorokanku. Dengan segera aku menjauhkan piring itu dan membuat wajah tidak nyaman. "Ada apa, Alyn? Kupikir ini hidangan favoritmu? Kau sangat menyukai ikan disambal goreng, kan? Ini bukannya permintaanmu kemarin?" Tanya Eva bingung. "Jangan khawatirkan aku, Eva... Ini bukan disebabkan oleh sarapannya atau masakanmu, aku hanya sedang pusing dan sedikit tidak enak badan. Ini pasti karena aku tidak bisa tidur." Kataku membelai perutku. Mual dan tak nyaman. "Oh Tuhan, jangan bilang kau masih memiliki mimpi buruk itu? Soal Tristan lagi? Mantanmu?" Tebak Eva. "Ya seperti itulah adanya. Aku tak mau berbohong padamu. Merepotkan sekali." “Yah, jika mimpi itu mengganggumu sebanyak itu, mungkin sebaiknya kau harus menelepon Tristan jika…” Kata-kata Eva tiba-tiba membuat mataku terbuka lebar atas sarannya. "ITU TIDAK AKAN PERNAH TERJADI! Aku tak akan pernah melakukannya dan tolong jangan sebut nama itu lagi di depanku! Aku sudah menghapus apapun soal dirinya." Teriakku dengan marah sambil berdiri. Aku benci nama itu terdengar di telingaku. "..." Eva hanya diam saja. Sepertinya aku kelewat batas. "Maafkan aku Eva. Cepatlah, banyak pekerjaan sedang menunggu kita hari ini!" Tambahku dengan perasaan marah sekali mendengar nama mantanku disebut olehnya. Aku tahu ini keterlaluan. Tak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Eva.Tapi aku tak menyukai nama itu disebut di depanku. Aku lalu berjalan menuju kamarku dengan langkah kaki yang berat. "Dia mudah marah akhir-akhir ini." Gumam Eva. Aku mendengar gumaman Eva yang lirih itu. Maaf Eva, aku hanya sedang tidak baik-baik saja. "Jangan tidur lagi, kita harus bersiap-siap ke klinik!" Teriak Eva. Aku mengangkat tanganku sebelum masuk ke dalam kamar. Ada yang tak beres dengan diriku. Aku merasakannya. Jangan-jangan? Ahh... itu tidak mungkin. Ya, itu tidak mungkin! END OF ALYN'S POV
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD