1 [KONTRAKAN BARU]

1922 Words
Usai dua bulan berlibur sebagai akhir semester ganjil tentu tak menginjakkan kaki di kampus, terhitung dari hari ini semester genap dimulai. Meski waktu berlalu konstan selama 1x24 jam tetap saja bagi sebagian orang waktu berlalu begitu cepat, ketika semester baru di mulai otomatis semua aktivitas mahasiswa kembali berpusat pada kampus tercinta. "Chan, gue denger-denger katanya lo lagi cari kontrakan?" Tanya seorang laki-laki yang menggendong tas punggung hitamnya, dia menghampiri seorang laki-laki yang notabene nya merupakan adik tingkat di kampus karena berada satu tingkat di bawahnya, laki-laki itu bernama Chandra Bimantara. "Iya Bang, lo punya channel?" Jawab adik tingkat yang dipanggilnya itu. "Bagi ya." Lanjutnya sambil menyerobot minuman yang dibawa oleh lelaki yang baru saja menghampiri dirinya. Laki-laki itu bernama Mevin Mahesa, mahasiswa yang tengah memasuki semester enam di program studi Teknik Informatika. "Aelah!" Tak mau begitu saja minumannya direbut, Mevin mendorong kepala Chandra menjauh dari gelas yang tengah dipegangnya. " Beli sendiri sana. " Protes Mevin. " Pelit! " Komentar Chandra, lelaki itu memutar bola matanya, sambil mulut yang berkomat - kamit bermaksud mencibir Mevin. Mevin lantas terkekeh singkat. "Bukan pelit, lihat dong lo juga lagi di kantin! noh si mbak Pipit masih buka warung, tinggal datang aja. Beli. Mageran dasar, kutu!" Ucapnya kemudian. "Sama aja Baaang." Karena Chandra bukan merupakan tipe orang yang mudah menyerah, dia tidak ingin mengalah begitu saja. Chandra menunggu Mevin lengah, pada waktu tersebut dia benar-benar merebut gelas jus apel milik Mevin. Seketika jus apel terebut, pria itu menjulurkan lidah meledek pemilik jus apel yang kalah refleks darinya. "What the f**k, Chandra!" Respon Mahen spontan ketika Chandra berhasil merebut gelas dari genggamannya. "Kali ini gue ngalah." Ucapnya pasrah. Chandra yang mendapatkan jus apel milik Mevin terkekeh sambil meminum jus apel yang ia dapatkan tanpa merasa berdosa. Mevin menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue mikir-mikir ulang deh kalo mau ngontrak sama lo." Cibir Mevin, kedua matanya terpaku pada gelas transparan jus apel yang perlahan mulai habis diminum Chandra. Chandra yang selesai hampir seluruh jus apel itu hanya menjulurkan lidahnya tak peduli, sudah tidak aneh lagi karena dia sering mendengar kalimat itu keluar dari mulut Mevin beberapa kali sebelumya. "Nih, gue balikin." Chandra mengembalikan gelas jus apel yang hanya tersisa seperempat dari isinya. Mevin menghela napas lelah. " Lo abisin aja sana! udah nggak haus gue. " " Ow! Thank you, broow! " Seru Chandra, bahagia. "Chan, gue mau nanya serius nih." "Iya gue juga nanti jawab serius, Bang. Mau nanya apaan? " "Gue tadi pagi dapet info kontrakan, rumahnya luas, ada empat kamar. Lo mau nggak? Agak jauh dari wilayah kampus. Tapi kan kita bawa motor, jadi ... yaaa itu sih gampang." Chandra mengangguk-angguk paham arah pembicaraan Mevin. Lantas sesuatu hal yang ia lupakan muncul di pikirannya begitu saja. "Eh iya, kebetulan si Raykan lagi cari kontrakan juga." "Raykan mana?" "Raykan temen gue emang yang mana lagi? anak DKV noh. Yang kecil. Perasaan kalian pernah ketemu. " "Temen lo?" Tanya Mevin tak yakin. "Iya lah! " "Tapi kelakuannya nggak kaya lo kan?" Selidik Mevin. "Bang. please lah, gue ini unik, cuma satu di dunia." Chandra menjawab menyombongkan diri. "Syukur kalo nggak kaya lo, seenggaknya yang ngerepotin cuma satu." Ucap Mevin sambil mengelus dadanya. Chandra mendelik kesal sambil berdecak. "Gue ngerepotin tapi lo seneng main sama gue." Sinisnya. "Coba lo telpon Raykan nya, mau nggak dia ngontrak bareng kita. " Perintah Mevin mengalihkan topik. Meski tidak menjawab perkataan Mevin, Chandra menurut, dia mengambil handphone dari dalam saku dan menelepon nomor Raykan dan menekan mode pengeras suara. "Anjir di reject." Keluh Chandra, sedangkan Mevin yang melihat itu hanya tertawa sinis. Chandra menelepon kembali nomor Raykan, kali ini panggilannya tak kunjung diangkat sang penerima telepon. "Serius lo temenan sama dia kan?" Tanya Mahen di sela-sela tawa nya yang tak kunjung mereda. "Brisik, Chan! Ada apa sih?! " Suara cukup lantang terdengar dari ujung telepon membuat Mahen spontan menghentikan tawanya. "Ray, b*****t! Dimana lo?" Chandra menjawab sapaan dari penerima teleponnya dengan tak kalah nyolot. "Di kelas, ada apa?" "Gue dapet info kontrakan dari Bang Mevin, lo mau ikut kita nggak?" " Bang Mevin ...? " Terdengar jeda dari suara Raykan, laki-laki itu tengah mengingat nama Mevin yang baru saja dilontarkan Chandra. "Oh iya iya, Bang Mevin anak TI... udah lihat kontrakan nya?" Chandra melirik ke arah Mevin, meminta laki-laki itu untuk menjawab pertsnyaan Raykan. "Halo, Ray. Gue Mevin." "Eh iya, halo Bang." Balas Raykan dari seberang telepon lalu terdengar suara tawa dari sana. "Sorry tadi gue kira cuma Chandra doang yang telepon makannya gue reject." Chandra melebarkan kedua matanya, pndangan itu teralih menatap layar handphone yang menampilkan timer panggilannya dengan Raykan. Dia ingin memprotes namun Mevin menghentikannya. Mevin terkekeh singkat, dia kemudian langsung mengutarakan niatnya. "Tadi pagi, gue sempat lihat kontrakannya, tapi belum tanya - tanya lebih jauh, cuma katanya ada empat kamar." Jeda Mevin mengambil napas. "Nanti sore rencananya gue mau lihat lagi kontrakannya sama Chandra." Ucap Mevin sambil melirik Chandra. Tentu rencana ini belum mereka bicarakan bersama. "Kalo lo nggak ada jadwal, ayo ikut biar bisa barengan lihat." Lanjut Mevin. "Eung ... bentar ya Bang." "Oke, oke." Mevin dan Chandra menunggu jawaban Raykan, hening cukup lama sampai akhirnya tawa suara pria dari seberang telepon itu kembali terdengar. "Halo, Chan, Bang Mevin masih di sana kan?" "Masih Ray." Jawab Mevin. "Iya nih masih duduk di depan gue." Tambah Chandra. "Tadi lo bilang empat kamar kan Bang? Temen gue anak kedokteran boleh ngikut? Dia udah keluar asrama tapi sekarang masih nebeng di kosan gue." "Boleh- boleh." "Sama ... begini, gue nggak mau tidur sendirian Hahahaha jadi gue ajak satu orang lagi, maba, satu kampung sama gue." "Iya boleh Ray, lo bawa semua kenalan lo ke kontrakan juga boleh." Mevin menepuk puncak kepala Chandra agar laki-laki itu berhenti bercanda. "Boleh, nanti sore kalo mau ikut survei langsung ketemu di depan kontrakan nya aja ya? nanti gue share loc. " "Siap, siap. Nanti gue sama yang lain dateng. Makasih, Bang!" •••|Can You See Me?|••• "Kemana aja lo? lamaaaaa! " Chandra mengeluh pada Raykan yang baru tiba dengan kedua temannya. Raykan dan satu pria berkemeja rapi memarkirkan motor mereka di samping motor Mevin dan Chandra yang sudah terlebih dahulu terparkir di depan gerbang sebuah rumah satu lantai yang amat luas. "Lama juga yang penting datang." Raykan menjawab sambil turun dari motornya. Laki-laki yang berbonceng di belakang jok motor Raykan turun dengan csnggung menatap ke arah Mevin dan Chandra. "Ini Leo, anak manajemen. Yang itu Nathan anak kedokteran." Raykan mengenalkan satu persatu pria yang datang bersama dengannya. "Halo Kak. Leo" Sapa pria yang masih terlihat canggung berada pada situasi itu. "Mevin." "Chandra." Pria berkemeja yang baru turun dari motornya itu pun ikut bersalaman sebagai tanda perkenalan. "Nathan." "Ayo masuk, tadi udah datang ibu pemilik kontrakannya." Ucap Mevin mengajak ke empat pria tersebut untuk masuk ke dalam rumah secara bersamaan. Raykan dengan tiba - tiba menarik tangan Chandra. "Serius mau di sini?" Tanya pria itu tak yakin, pasalnya di sebelah kiri rumah kontrakan tersebut terdapat rumah kosong yang sudah tidak memiliki atap dan nampaknya terlihat lebih mencekam jika di malam hari. "Kenapa lo? Nggak lagi parno kan?" Selidik Chandra. Raykan mendelik kesal, dia mendorong lengan Chandra. "Sembarangan! Wilayahnya cuma kurang strategis aja." Alibi pria penakut itu. Sementara mereka berdebat, Mevin sudah lebih dulu masuk ke dalam lingkungan rumah tersebut, di belakangnya Nathan berjalan merangkul Leo. Setelah perdebatan singkat yang terjadi di depan gerbang, Chandra dan Raykan menyusul ke tiga temannya yang sudah masuk. "Kenapa tadi nggak parkir dalam rumah aja coba?" Keluh Raykan. "Mana gue tahu, gue sih ngikut Bang Mepin." Jawab Chandra santai. "Permisi." Ucap Mevin sopan sambil mengetuk pintu rumah itu tiga kali, tindakan Mevin tersebut otomatis menghentikan obrolan Raykan dan Chandra yang bisa saja akan menjadi perdebatan. Tak lama, pintu rumah terbuka, seorang pasangan berusia dekitar empat puluh tahunan yang masih terlihat awet muda keluar dengan senyum cerah menyambut kedatangan lima pemuda tersebut. "Sudah datang semua temannya?" Tanya pria pemilik kontrakan. "Udah Om, ber lima." Ucap Mevin. "Ya sudah silahkan masuk, dilihat-lihat." Lanjut pemilik kontrakan tersebut. Ke lima pria itu bergegas melepas sepatunya, satu per satu dari mereka berjalan masuk ke dalam. "Nanti saya biarkan sofa dan beberapa barang di rumah ini." Tunjuk pemilik kontrakan pada barang-barang di ruang tamu, dalam ruang tamu tersebut terdapat dua pintu kamar yang satu pintu kamar terbuka dan satu tertutup. "Sebenarnya ada barang anak saya di sini, jadi saya tidak mengontrakkan seluruh rumah, hanya empat kamar dan beberapa fasilitas umum lain boleh digunakan bersama." Ucap wanita pemilik kosan. "Berarti harganya boleh miring kan Tante?" Tanya Chandra. Pemilik wanita rumah itu terkekeh. "Boleh, itu bisa dibicarakan." Chandra tersenyum puas sambil mengangkat kedua jempolnya ke udara. Selain Chandra yang berbincang dengan pemilik wanita, Nathan dan Mevin berjalan berkeliling rumah dengan pemilik pria. "Luas tiap kamarnya hampir sama ya om." Ucap Nathan. "Iya, hanya beda posisi aja." Jawab pemilik rumah tersebut. Puas berkeliling hingga belakang rumah, mereka bertiga kembali ke dalam rumah dan bergabung dengan ke empat orang yang sudah berada di ruang tengah, di ruang tengah itu terdapat tiga pintu kamar dan satu TV kabel pipih yang cukup lebar. "Ray, WOW! " Puji Nathan mengangkat satu ibu jari tangannya. "Ambil aja." Lanjut laki-laki itu. Mevin mengangguk setuju. "Gue juga cocok sama rumah ini." "Kalau lo gimana Le?" Tanya Raykan pada pria yang terus mengikutinya di samping kanan. "Gue ikut lo." Ucap Leo singkat. "Lo, Chan?" Tanya Mevin pada Chandra. Chandra mengangguk puas. "Euhm ... Tan, Om, kira-kira kalo ngontrak nya mulai bulan depan bisa kan?" Tanya Chandra. Pemilik pria menoleh pada istrinya, sebagai respon wanita pemilik rumah itu mengangguk. "Boleh aja." Mevin tersenyum puas. "Jadi nanti bayarnya pertahun kan Om?" Pemilik rumah itu mengangguk. "Untuk listrik sama air, nggak termasuk ya, kalian bisa beli sendiri token nya." "Iya Om, santai itu mah." Ucap Chandra. "Kita kan mulainya bulan depan, packing dari besok nggak apa-apa ya Om? Soalnya saya habis kosan bulan ini." Ucap Mevin. "Bang, sampai ke bulan depan juga cuma dua hari lagi." Chandra mengingatkan Mevin. Pasalnya sekarang saja sudah tanggal dua puluh delapan. Mevin mengerjapkan matanya yang bulat. Dia lalu terkekeh karena kecerobohannya. "Oh iya, lupa gue." Komentarnya polos. "Packing dari sekarang, mau besok, juga nggak apa-apa, senyamannya kalian aja." Ucap pemilik wanita. "Ah, Tante bisa aja." Ucap Chandra yang membuat nya mendapati tatapan aneh dari ke empat temannya. "Om, minta kontak nya." Mevin mengeluarkan handphone dari saku celananya. "Boleh dicatat ya .... " Pria pemilik rumah tersebut kemudian menyebutkan nomor handphone nya. "Nama Om siapa?" "Daniel." "Nama Om Ganteng, orangnya juga ganteng kayak gue." Celetuk Chandra tiba - tiba. Mevin menepuk punggung Chandra keras, "maaf ya Om, temen saya yang satu ini kadang nggak bisa filter omongannya." Daniel lantas terkekeh. "Nggak apa-apa kok. Makasih pujiannya, Nak." Daniel maklum, dia menatap Chandra kemudian. Chandra menggangguk puas, dia mendelik sebal ke arah Mevin karena laki-laki itu hanya menyalahkan dirinya, Chandra kemudian beralih menatap wanita pemilik rumah yang mempunyai senyum berbeda. "Tante, kalau nama Tante siapa?" "Rena. " Ucap wanita pemilik rumah tersebut sambil tersenyum. "Ohh, oke ... Tante Rena. " Chandra mengangguk - anggukkan kepalanya. "Semoga kita cocok ya Tan, Om ... maksud saya cocok sebagai penyewa dan fasilitator." Ucap Chandra membenahi kalimatnya. "Iya nak, semoga kalian semua betah di sini ya." Ucap Rena sambil tersenyum. "Aaamin, Te." "Kalau ada kesulitan bisa hubungi kita, atau datang ke rumah kita yang di depan. Nak Mevin tahu kan rumah kita yang di depan?" Tanya Daniel. "Tahu Om." "Nanti tunjukin ke yang lain ya, barangkali mereka butuh sesuatu ke rumah depan aja." "Siap Om." ••• Salam hangat, dari pemilik kontrakan •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD