Yura berusaha untuk fokus kembali pada latihannya, dia melirik sekilas ke arah orang
tersebut. Laki – laki, cukup tampan, tinggi.
“Sepertinya kau memiliki fokus yang kurang nona,” ucap laki – laki itu.
“Bukan urusanmu,”
“Wow, santai saja nona. Kenalkan namaku Yang Jungwoon, kau boleh memanggilku
Jungwoon oppa,” ucap laki – laki itu sambil mengulurkan tangannya pada Yura.
Yura melirik laki – laki itu sebentar dan memutar kedua bola matanya menandakan dia
jengah dengan laki – laki yang berada di sampingnya itu. Yura kemudian meletakan pistolnya
dan melangkah keluar ruangan untuk melihat kedua kakaknya berlatih.
“Hei nona cantik, kenapa kau mengabaikanku? Siapa namamu?” ternyata laki – laki itu
membuntuti Yura dan sekarang langkah kakinya sudah sejajar dengan Yura. Yura yang
merasa risih menghentikan langkahnya kemudian menatap laki – laki itu dengan tatapan
dingin.
“Siapa namamu tadi tuan?”
“Jungwoon, Yang Jungwoon,” jawab Jungwoon dengan senyum di wajahnya melihatkan
kedua lesung pipi di kedua sisi pipinya.
“Dengarkan aku Yang Jungwoon ssi, berhenti mengikutiku. Dan berhentilah bersikap seolah
kita saling kenal. Aku bahkan tidak pernah melihatmu atau bertemu denganmu,”
“Benarkah? Sepertinya kau melupakanku nona cantik. Baiklah untuk saat ini sampai sini dulu
pertemuan kita, sampai jumpa lain waktu nona cantik,” balas Jungwoon dengan senyum yang
tetap ada di wajahnya sambil mengusap pucuk kepala Yura.
Yura yang terkejut dengan perlakuan Jungwoon yang tiba – tiba membuatnya berdiri
membeku untuk beberapa saat, sampai Jun datang ke arahnya dan menyadarkannya.
“Yura yaa, sedang apa kau disini? Kenapa kau melamun? Ada yang mengganggumu? Siapa
dia? Mana orangnya?” tanya Jun dengan melihat sekeliling.
“Ah Jun oppa, sedang apa kau disini?”
“Seharusnya kau yang menjawab pertanyaanku,”
“Pertanyaan apa?”
“Kau tidak mendengar semua pertanyaanku padamu?” tanya Jun yang hanya di balas
anggukan oleh Yura. “Sedang apa kau disini?”
“Ahhh itu, aku tadi mau melihat kalian berlatih,” jawab Yura.
“Lalu kenapa kau tidak ke lapangan, malah melamun di sini? Ada yang mengganggumu?”
“Ada laki – laki aneh yang mendekatiku, dia mengikuti dari ruang latihan sampai ke sini,”
“Laki – laki? Di mana dia sekarang? Berani sekali dia mengikuti adik perempuanku,” tanya
Jun yang sedikit kesal. Walaupun dia suka menjahili Yura, tapi menurutnya hanya dialah
yang boleh mengganggu adik perempuannya. Jika ada orang lain yang mengganggu Yura,
maka tandanya orang itu cari mati.
“Sudah pergi oppa, jangan khawatir. Ayo pergi ke lapangan, aku ingin melihat kalian
berlatih,” ajak Yura.
“Sebentar, kau tunggu sini dulu. Oppa mau mengambil ponsel oppa di loker,”
Yura mengangguk di ikuti oleh Jun yang langsung menuju ke ruang ganti untuk mengambil
ponselnya. Yura masih memikirkan laki – laki tadi, dia heran kenapa laki – laki itu bilang bahwa Yura melupakannya. Siapa namja tadi, aneh sekali. Aku bahkan tidak pernah melihat wajahnya, tapi kenapa dia bilang bahwa aku melupakannya, batin Yura.
***
Setelah 3 jam berlatih, akhirnya latihan mereka selesai. Yura segera pulang ke rumah
sedangkan kedua kakaknya kembali ke apartemen masing – masing. Yang Jungwoon, nama
itu terus teriang – ngiang di kepala Yura.
Drrt drrt
Layar ponsel Yura menyala karena panggilan telepon yang dia dapat dari Nara.
“Kenapa?” angkat Yura.
“Kok lo ninggalin gue di kampus sendirian si. Kan gue bilang gue ke perpus dulu kalo lo
udah selesai makan panggil gue. Ini nggak, malah gue ditinggal,” ucap Nara dengan sedikit
kesal.
“Oh iya gue lupa, sorry Nar,”
“Lo pergi kemana coba?”
“Latihan tembak,”
“Bukannya latihan tembak lo harusnya minggu depan?”
“Iya, appa yang nyuruh Pak Baek buat evaluasi latihan gue,”
“Yahhh, gue nggak ikut dong. Minggu depan lo masih latihan kan Yur?”
“Masih lah, nyari mati gue kalo nggak berangkat latihan,”
“Okeh, kalo lo latihan gue juga ikut latihan,”
“Yee, enak jadi lo. Nggak latihan tembak bokap lo nggak akan marahin lo,”
“Hehe, jelass dong,”
“Eh Nar, gue mau cerita,”
“Apa?”
“Lo tahu cowo yang namanya Yang Jungwoon nggak?”
“Yang Jungwoon? Sapa tuh? Gue nggak tahu Yur, kenapa emang?”
“Tadi waktu gue lagi latihan sendirian, tiba – tiba ada orang yang bilang namanya Yang
Jungwoon. Udah gitu dia ngliatin gue terus lagi,”
“Trus trus?”
“Karena gue risih, jadinya gue mutusin buat keluar kan ya dianya ngikutin gue coba,”
“Hah? Ngapain?”
“Ngajak kenalan. Ya gue tolak ya, udah gitu dia bilang gini nih sepertinya kau melupakanku
nona cantik,”
“Kalo dia bilang gitu berarti kalian pernah ketemu dong?”
“Mana gue tau, pernah liat muka dia aja nggak. Trus dia nya langsung cabut aja habis bilang
kaya gitu dan yang parahnya lagi dia sambil ngusap kepala gue Nar, gila banget si tu orang.
Udah sok – sokan kenal gue, pake acara ngusap kepala gue segala lagi. Ih males banget liat
orang kaya dia lagi,”
“Waahhh daebak hahahaha. Terus reaksi lo gimana tuh waktu dia ngusap kepala lo?”
“Kaget dan alhasil gue nglamun,”
“Cie yang nglamun hahahaha,”
“Nggak usah ketawa lo, coba kalo lo yang di posisi gue. Mestinya lo bakalan kaget juga kan,”
“Tergantung, dianya ganteng nggak?”
“Senyumnya lumayan manis si, tapi masih gantengan Minho gue dong,”
“Yeee yang bangga – banggain pacarnya. Gue tembak juga Jaemin oppa biar gue jadi
sodara lo,”
“Ups, yang jomblo dari lahir marah ya hahaha,”
“Ledekin aja terus, gue coret lo dari daftar sahabat,”
“Emang lo punya sahabat lain selain gue? Sampe ada daftarnya gitu,”
“Ya nggak lah, lo satu – satunya sahabat gue,”
“Hahaha sok – sokan lo, ya udah gue mau mandi dulu bye,”
“Emmm bye,”
Setelah Yura menutup teleponnya dia segera menuju ke kamar mandi untuk mendinginkan
badannya. Beruntung lah Yura karena Nara adalah temannya sejak bayi dan Nara juga tahu
bahwa Yura mengikuti semua latihan bela diri. Nara sendiri juga mengikuti latihan bela diri,
tapi tidak seperti Yura, dia hanya berlatih untuk taekwondo, karate, judo, tembak, dan
panahan. Keluarga Nara tidak lah sekaya keluarga Yura, akan tetapi ayah mereka adalah
sahabat sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.
Ayah Nara adalah direktur keuangan di perusahaan ayahnya Yura yang terletak di Seoul.
Nara juga mengikuti latihan bela diri agar dia bisa melindungi dirinya, hampir sama seperti
Yura hanya saja Yura memang harus bisa bela diri karena orang tuanya yang seorang
pengusaha. Tentu saja ayah Yura memiliki banyak musuh di mana – mana dan musuh itu bisa
menyerang keluarga Yura kapan pun itu. Maka dari itu bela diri sangat lah penting.
Saat Yura dan Nara masih kecil, ada orang yang menculik Yura dan Nara. Mereka
mengancam ayah Yura dan mengatakan bahwa mereka berdua akan dibunuh karena ayah
Yura membuat seseorang meninggal. Tentu saja ayah Yura bukanlah seorang pembunuh,
mereka hanyalah orang – orang yang menyalahkan orang lain agar lukanya tertutup dan
kesengsaraannya tidak terungkap. Orang – orang yang tidak menerima kematian salah satu
keluarga yang dicintainya, sehingga mereka melakukan segala cara untuk menyalahkan orang
lain atas kematian seseorang.
Beruntunglah saat itu polisi bekerja dengan cepat sehingga pelaku penculikan tersebut bisa
tertangkap. Itulah alasan kenapa Yura dan Nara harus bisa bela diri, dan bela diri itu memang
penting untuk setiap kaum wanita agar bisa melindungi diri mereka sendiri jikalau ada orang
– orang yang berniat jahat pada mereka, mereka bisa melakukan pembelaan diri.
*Di lain tempat
“Tuan, tuan muda sudah kembali dari latihannya,” ucap seorang pria lansia kepada atasannya.
“Hmm, suruh dia menemuiku sekarang juga,” perintah pria paruh baya dengan cerutu yang
masih mengebul di tangannya
“Baik tuan,”
Pria lansia itu kemudian menuju salah satu kamar di mansion tempat dia bekerja sebagai
kepala pelayan.
Tok tok tok
“Tuan muda, apakah anda di dalam?”
“Ya, ada apa?”
“Tuan memanggil tuan muda ke ruangannya sekarang juga,”
“Baiklah aku akan ke sana sebentar lagi, terima kasih,”
Setelah menyampaikan perintah dari tuannya pria lansia itu pergi untuk melakukan
pekerjaannya yang lain. Seorang laki – laki yang di panggil tuan muda sekarang sedang
menuju ke ruangan ayahnya.
“Ayah aku masuk,” ucap tuan muda itu.
Dia melangkahkan kakinya memasuki ruangan, setelah menutup pintu dia membungkukkan
badannya memberi hormat kepada ayahnya itu.
“Ada apa ayah memanggilku kemari?”
“Oh kau sudah di sini nak,” ucap pria paruh baya itu sembari memutar kursi yang dia duduki.
“Tidak ada apa – apa, ayah hanya ingin mengetahui bagaimana hari mu,”
“Semuanya baik – baik saja ayah, tidak ada hal istimewa yang terjadi,”
“Benarkah? Apakah ada hal menarik yang terjadi saat kau di luar rumah?”
“Hal menarik seperti apa yang ayah maksud?”
“Apa saja, sesuatu yang menarik perhatianmu mungkin,”
“Tidak ayah, tidak ada hal seperti itu. Ayah sendiri tahu bahwa aku tidak mudah tertarik
dengan hal – hal sepele,”
“Yaa, tentu saja ayah tahu. Karena kau adalah anak ayah, tidak seperti kakakmu yang lemah
itu,”
“Ayah, walaupun seperti itu hyung tetaplah anak ayah,”
“Ya, kau benar. Sekarang kau boleh keluar, istirahatlah,”
“Baik, terima kasih ayah. Aku pamit ke kamar dulu,”
Tuan muda itu kemudian melangkahkan kakinya keluar dari ruangan ayahnya. Sebelum
menuju ke kamarnya, dia menyempatkan diri untuk melihat keadaan hyung nya tersebut.
“Hyung, bagaimana kabarmu? Aku sangat merindukanmu, aku ingin bermain lagi
denganmu. Hyung, maafkan aku. Maafkan aku, hyung menjadi seperti ini karenaku, aku yang
terlalu ceroboh dan hyung yang terlalu bersikap seperti jagoan. Kenapa hyung
menyelamatkanku hari itu, kenapa hyung? Hyung aku mohon bangunlah, aku ingin kita
berkelahi, aku ingin kita berdebat siapa yang paling kuat dan siapa yang paling pintar. Jadi
cepatlah bangum,” setelah pria muda itu mengungkapkan semua isi hatinya, dia memutuskan
untuk kembali ke kamarnya. Semakin lama dia di kamar ini, semakin sakit pula hatinya
melihat sosok kakak yang sangat dia kagumi terbaring koma di tempat tidurnya dengan
memakai semua alat bantu agar menjaganya tetap hidup. Banyak kabel – kabel tertempel di
badannya agar layar monitor tetap memantau perkembangannya.