Chapter 3 - Kencan Pertama

1847 Words
Hari ini menjadi hari pertama Damian mengajak Aletta keluar untuk makan malam bersama. Entah apakah bisa disebut kencan atau tidak, kan Damian dan Aletta masih belum pacaran. Damian baru dua hari mengenal Aletta, jadi nampaknya masih terlalu dini bagi Damian untuk meminta Aletta menjadi kekasihnya. Bukan di restoran mahal atau restoran kelas bintang lima, hari ini Damian dan Aletta cuman makan nasi goreng yang dijual abang-abang tukang nasi goreng keliling. Meskipun hanya makan nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi dan kerupuknya, tapi hal itu sudah lebih dari cukup buat Damian. Selama yang ikut makan di sampingnya adalah Aletta, sepertinya makan nasi pakai kecap saja juga sudah berasa enak. Tanpa sadar, sebuah senyuman menghiasi wajah ganteng Damian saat memperhatikan Aletta makan. Aletta nampak lucu dan menggemaskan sekali. “Kenapa?” tanya Aletta yang sedikit gugup karena Damian terus menatapinya. Damian tersenyum, “Nggak apa-apa kok. Kamu keliatan laper banget, sampai nggak sadar kalo ada ini ..” Dengan ibu jarinya, Damian mengusap sebutir nasi yang nempel di sudut bibir Aletta. Pipi Aletta langsung merona seketika. “Iya .. Dari siang aku belum makan ..,” jawab Aletta malu-malu. Damian mengerutkan dahi, “Kok bisa? Emang sibuk banget sampai nggak sempet makan?” Aletta tersenyum, “Bukan .. Aku sengaja. Aku emang jarang makan siang. Hampir nggak pernah malah. Aku selalu simpan uang makan siang aku, aku tabung. Soalnya ibu kan lagi sakit. Dan aku butuh biaya buat lunasin kontrakan setiap bulannya.” Tiba-tiba Aletta jadi merasa malu sendiri setelah mengaku kalau ibu sekarang sedang sakit dan butuh biaya untuk bayar kontrakan rumah. Padahal dari dulu Aletta tipe cewek tertutup. Apalagi ngomongin masalah keluarga yang notabene nya sangat sensitif buat Aletta. Jangankan sama orang yang baru dikenal, sama teman sendiri saja Aletta masih tertutup. Melihat perubahan sikap Aletta, Damian langsung sadar dan tersenyum. Damian memaklumi sikap Aletta. “Nggak apa-apa. Kamu bisa cerita sama aku kalau kamu ada masalah. Siapa tau aku bisa bantu,” kata Damian. Aletta tidak merespon. Masih asik dengan pemikirannya sendiri. Aletta hanya menatapi kedua mata Damian. Bisakah Aletta mempercayai cowok yang sedang duduk di sampingnya ini? “Maaf, tapi .. aku nggak bisa langsung terbuka sama orang yang baru aku kenal ..,” kata Aletta. Damian tersenyum, “Nggak apa-apa. Aku paham kok. Nggak semua orang mau terbuka sama orang yang baru dikenal.” Damian lanjut bicara, “Aku bakal nunggu sampai waktunya tepat dan kamu siap cerita.” Aletta hanya tersenyum. Ya, tentu saja Damian akan menunggu Aletta. Aletta kan sudah mencuri hatinya. Setelah menghabiskan nasi gorengnya, Damian dan Aletta menghabiskan sisa waktunya duduk berduaan sambil ngobrol. Untungnya hari ini yang makan tidak banyak. Hanya ada satu orang ibu-ibu yang nampaknya sebentar lagi akan pulang begitu kelar makan. “Aletta?” panggil Damian. Aletta menoleh, “Hm?” “Aku boleh nanya sesuatu?” Aletta tersenyum, “Boleh kok. Apa yang mau kamu tau?” “Cowok yang tadi .. Dia pacar kamu?” Aletta menghela napas, “Bukan. Mantan, lebih tepatnya. Aku baru putus sama dia kemarin.” “Karena?” tanya Damian yang semakin penasaran. “Dia selingkuh sama cewek lain. Dan cewek itu teman aku sendiri .. ya meskipun kita nggak deket-deket amat sih. Tapi tetep aja bikin sakit hati,” jawab Aletta. Ah, pantas saja tadi Aletta sama sekali tidak melerai saat Damian membogem wajah cowok itu. “Siapa namanya?” tanya Damian. Aletta mengerutkan dahi, “Yang mana?” “Yang cowok. Yang baru aku hajar barusan.” “Oh, namanya Hema .. Kenapa kamu nanya siapa nama dia?” Damian tersenyum manis, “Cukup tau aja. Jadi seandainya aku punya anak cowok nanti, aku nggak akan namain anak aku Hema. Nama itu kan doa. Aku nggak mau nama anak aku nanti sama kayak nama orang yang pernah nyakitin kamu.” Aletta tersipu malu, “Bisaan aja kamu .. Ngomong-ngomong, kamu udah punya pacar?” Jantung Aletta langsung berdegup kencang setelah mengucap kata ‘pacar’. Wajahnya pasti sudah merona sekarang. Damian menatap Aletta lalu menggeleng, “Belum .. Aku belum ketemu cewek yang bisa bikin aku nyaman ..” ‘Kecuali kamu,’ batin Damian. Ah, syukurlah kalau Damian belum punya cewek .. “Oh gitu. Soalnya aku nggak mau jalan sama cowok yang udah punya gandengan. Nanti aku dikira mau ngerebut pacar orang lagi,” canda Aletta. Damian tersenyum, “Aku udah punya gandengan lagi.” Ekspresi wajah Aletta berubah menjadi terkejut. “Siapa?” tanya Aletta yang penasaran sekaligus kecewa di saat yang bersamaan. Damian meraih tangan Aletta lalu menggandengnya, “Kamu.” Aletta mencubit lengan Damian, “Dasar. Aku kira siapa.” Damian tertawa geli. Meskipun agak kikuk dan masih tertutup, Aletta tipe cewek yang sangat menarik. Padahal belum ada tiga hari Damian mengenal Aletta, tapi Aletta sudah mampu membuat Damian begitu terbius dan terbuai akan pesona dan kecantikannya. “Kalo kamu? Apa yang mau kamu tau dari aku selain pacar?” tanya Damian. Aletta terdiam sejenak. Apa ya kira-kira? Makanan kesukaan? Warna kesukaan? Hobi? Aletta berpikir keras. Akhirnya sebuah pertanyaan muncul dalam benaknya. “Kamu tinggal di mana?” tanya Aletta. “Aku tinggal di apartemen. Sendirian sih. Semenjak wisuda dan udah dapet kerjaan, aku mutusin buat tinggal sendiri,” jawab Damian. “Ayah sama ibu kamu?” Damian tersenyum tipis, “Ayah tinggal di rumahnya sekarang. Kalau ibu .. udah lama meninggal.” Hati Aletta langsung terenyuh, “Maaf. Aku nggak bermaksud ..” Damian memotong ucapan Aletta dan mengelus pipi Aletta dengan jari-jari panjangnya, “Nggak apa-apa. Toh setiap orang bakal meninggal. Kalo kamu? Tinggal sama siapa sekarang?” Aletta tersenyum, “Sama ibu. Aku anak tunggal. Ayah aku udah meninggal.” Damian membalas senyum Aletta, “Kok bisa pas ya? Aku udah nggak punya ibu, kamu udah nggak punya ayah. Terus kita juga sama-sama anak tunggal.” “Mungkin udah nasibnya kali,” canda Aletta. Padahal sih aslinya Damian berharap Aletta menjawab ‘Mungkin kita jodoh’. Damian merogoh saku celana jinsnya lalu meraih ponselnya. Waktu menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Waktu terasa berlalu dengan begitu cepat. “Eh, udah malam. Aku anterin kamu pulang sekarang ya?” tanya Damian. Aletta mengangguk, “Boleh. Tapi nggak ngerepotin kan?” Damian menggeleng, “Nggak kok. Ibu kamu nggak marah kan tau kamu baru mau pulang jam segini?” “Kalau yang itu aku nggak berani jamin.” “Bilang ke ibu kamu, suruh tenang aja. Anaknya pasti aman kok selama perginya sama aku,” goda Damian. Aletta mencubit pipi tirus Damian, “Dasar.” Begitu dicubit pipinya, Damian langsung meringis kesakitan. Padahal aslinya cuman pura-pura. “Aduh ..” Reflek, Aletta langsung menangkupkan wajah Damian dengan kedua tangannya, “Kamu kenapa?! Sakit ya? Duh, maaf ..” Damian tersenyum nakal, “Iya .. Tapi bohong.” Aletta kembali mencubit pipi tirus Damian. Kali ini tidak hanya satu pipi, tapi kedua pipi Damian ikut dicubit. “Ish dasar iseng,” canda Aletta. Abang tukang nasi goreng yang melihat kemesraan Aletta dan Damian langsung berdehem. Kasian si abang tukang nasi goreng. Sudah dagangannya sepi, harus melihat sepasang cowok cewek mesra-mesraan pula. “Ehem, kalo mau pacaran jangan di sini mbak, mas. Kasian saya masih jomblo,” canda si abang tukang nasi goreng. Damian tersenyum lebar, “Iya, iya. Ini kita udah mau balik kok, bang.” Berbeda dengan Damian, Aletta malah sangat malu saat dikira pacaran dengan Damian sama si abang tukang nasi goreng. Ini pertama kalinya Aletta ditegur karena bermesra-mesraan dengan seorang cowok. Padahal dulu saat masih pacaran sama Hema, mana pernah ada orang yang sampai menegur begitu. Damian dan Aletta memang nampak begitu serasi sampai-sampai orang mengira keduanya sedang pacaran. Padahal baru kenal belum lama, tapi nampaknya chemistry antara Damian dengan Aletta lebih kuat dibandingkan dengan Aletta saat masih bersama Hema dulu. Damian mengeluarkan dompet dari saku celananya, “Berapa semua bang?” “Ja ..” Belum sempat si abang tukang nasi goreng menyelesaikan ucapannya, Aletta sudah keburu nyamber duluan, “Eh, jangan. Biar aku aja yang bayar.” Damian tersenyum, “Udah, nggak apa-apa. Biar aku aja yang bayarin. Uangnya kamu simpen aja, oke?” “Beneran nih?” Damian mengangguk, “Iya.” “Sering-sering mampir ya, mas. Nasi goreng saya yang paling terkenal loh di daerah sini. Besok kalo mampir lagi, saya kasih bonus kerupuk,” kata si abang tukang nasi goreng yang senyumnya makin sumringah setelah menerima duit. “Iya. Kalo inget ya, bang,” canda Damian. ***** Aletta baru sampai di rumahnya hampir pukul sebelas malam. Di jalan macet parah. Apalagi malam ini hujan turun lagi dan Damian mengantar Aletta pulang pakai mobil porsche hitamnya. Mungkin kalau pakai motor masih lebih mending, nggak terlalu kena macet. Kan bisa nyelip-nyelip. “Sampai deh,” kata Damian begitu sampai di depan rumah Aletta. Aletta tersenyum, “Kamu masih inget ya rumah aku yang ini?” “Masih dong. Aku pasti bakal inget sama sesuatu yang aku suka,” kata Damian. Lagi-lagi pipi Aletta dibuat merona oleh Damian. “Aku masuk dulu ya,” kata Aletta malu-malu. “Ya udah. Jangan lupa mimpiin aku, oke?” canda Damian. Aletta tersenyum, “Iya. Kamu hati-hati di jalan.” “Nanti begitu aku udah sampe, aku bakal telepon kamu lagi.” Aletta tersenyum geli, “Ngapain? Kan kita udah ngobrol banyak hari ini?” “Nggak apa-apa. Aku cuman mau denger suara kamu lagi aja sebelum aku tidur.” Aletta hanya tersipu malu. Damian memang paling jago membuat Aletta tersenyum dan tersipu malu. Layaknya takdir, sepertinya Tuhan memang sudah menyiapkan Damian untuk Aletta. Menjadikan Damian pelangi di tengah kelam dan kelabunya hidup Aletta .. ***** Tiga bulan sudah berlalu. Damian semakin intens berhubungan dengan Aletta. Semakin hari hasratnya semakin tidak bisa dibendung. Sehari saja tidak bertemu Aletta, Damian pasti akan langsung kalang kabut. Percis seperti orang yang sudah kecanduan. Hari ini Damian kembali menjemput Aletta setelah Aletta pulang kerja. Tidak hanya itu, hari ini Damian berencana akan menyatakan cintanya pada Aletta. Ya meskipun Damian tak begitu yakin bakal diterima, tapi mencoba tidak ada salahnya kan? Senyum yang begitu cantik terpancar dari wajah Aletta begitu melihat Damian sudah menunggu daritadi di depan kafe tempatnya bekerja. Damian menunggu Aletta dengan sabar, percis seperti orangtua yang menunggu anaknya pulang sekolah. “Kamu nungguin daritadi?” tanya Aletta. Damian tersenyum, “Iya. Aku mau ajak kamu pergi hari ini.” “Ke mana?” “Ada deh.” Sementara itu, dari kejauhan, Hema hanya menatapi Damian dan Aletta dengan tatapan sinis. Kadang Hema suka menyesali perbuatannya sendiri, kenapa waktu itu bisa sampai terbuai dengan rayuan Gita? Padahal secara fisik, Aletta tentu jauh lebih cantik dan lebih menarik daripada Gita. Aletta juga begitu baik pada dirinya. Aletta memang begitu cantik .. dan polos. Berbeda dengan Gita yang sudah tidur dengan banyak cowok, Aletta sama sekali belum pernah tidur dengan cowok manapun. Jangankan tidur bareng, ciuman pun jarang. Hema ingat sekali hanya sempat mencium bibir Aletta dua kali. Itupun sebentar sekali. Aletta langsung reflek menjauhkan dirinya begitu bibir Hema menyentuh bibirnya. Hema tersenyum sinis saat melihat Damian membukakan pintu mobilnya untuk Aletta. “Lo cuman milik gue, Aletta,” desis Hema. Entah apa yang akan dilakukan Hema.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD