2 : Berusaha

1071 Words
Belle bertekad untuk belajar memasak berbagai macam makanan. Dia dengan serius membaca buku resep makanan sehat dan juga menonton acara masakan di youtube ataupun di tv. Dia juga rajin membersihkan tiap sudut ruangan di rumah. Berbeda dengan dulu, dimana Belle hanya menyapu dan mencuci saja. Dia sangat ingin mengejar cinta suaminya. Belle menyingkirkan rasa kelelahannya dan juga rasa sakit hatinya. Kimora juga sangat diurusnya. Anaknya yang cantik itulah menjadi penyemangatnya untuk saat ini. "Mama pasti bisa menjadi istri yang baik untuk Papamu. Jadi, Kimora tidak akan kehilangan Papa. Mama tidak akan membiarkan siapapun merebut Papamu, ya?" ucap Belle dengan membelai lembut rambut anaknya yang halus. Belle menitikkan air matanya. Menciumi pipi Kimora hingga dirinya terasa sesak. "Mama gak pernah tahu, kalau Papamu itu hanya menghargai Mama sebagai istrinya. Bukan karena cinta, Kim." Kim hanya melihat Ibunya yang menangis dan Kim menghapus jejak air mata Belle. Tindakan Kim membuat senyuman sedih di wajah Belle. "Mama ini payah ya? Mama cengeng nih di depan Kim." "Mama jangan nangis yah... Kim sayang sama Mama." ucap Kim sambil mencium pipi Belle. Kasih sayang Kim tulus pada Belle. Kasih sayang yang dihubungkan oleh darah itu, penghubung Ibu dan anak yang tidak mungkin palsu. . . . . . "Mei, kamu tiap hari gak pernah pakai make up ya? Tiap hari ke kantor polos gitu?" Meisha melirik Phill dari sudut matanya, mengapa Phill begitu memperhatikan dirinya? Sampai make up saja dibahas teman kerjanya ini. "Aku pakai kok. Tuntutan kerja. Hanya saja, aku lebih suka memakai make up tipis. Gak usah menor." jawab Meisha dengan pandangan mata menatap layar komputernya. "Oh, beda banget sama istriku di rumah. Make upnya selalu saja penuh. Kalau mau tidur baru di hapus." "Pak Phillipe... Jangan banding-bandingkan saya dengan istri anda loh. Saya tidak suka itu." jawab Meisha sinis. Meisha merasa hampir setiap hari Phill membicarakan istrinya namun untuk dibandingkan. "Maaf... Bukan saya bermaksud menyinggung. Saya capek nasihatin dia. Saya harap dia bisa seperti kamu." ucap Phill sambil menghela nafas. "Pak Phill, saya harap anda tidak membawa urusan rumah tangga anda di kantor untuk berdiskusi dengan saya." "Galak amat neng... Hahaha. Saya sebenarnya mau nanya saja dari sisi perempuan. Begitu loh." Phill sengaja tertawa agar Meisha merasa dia sedang bergurau. Berhasil. "Boleh saja. Tapi ini jam kerja, Pak. Kalau curhat tuh pas pulang kerja. Kumpul sama yang lain, saya kasih konseling nanti." Phill merasa Meisha membuka jalan untuk bisa mendekatkan diri padanya. Pria itu tersenyum senang akhirnya dia bisa semakin dekat dengan wanita idamannya. Wanita yang diam-diam dicintainya. . . . . . Hari ini, Belle mulai menyingkirkan semua make up miliknya dari atas meja riasnya. Salah-tidak semua. Bedak dan lipstick masih ada disana. Sisanya disimpan di dalam kotak riaa dan disembunyikan di dalam lemari pakaiannya. Setelah selesai, Belle membuka kotak berisi surat cintanya pada Phill yang tidak pernah diberikan pada suaminya itu. Sejak Belle membaca jurnal pribadi Phill saat itu, dia selalu menulis surat cinta setiap harinya. Phill... Hari ini aku menyingkirkan semua make up kesayanganku. Aku bajkan tidak lagi memakainya di wajahku. Kamu selalu bilang, 'tidak perlu menyenangkanku dengan riasan wajahmu. Itu tidak ada gunanya. Cukup cintamu saja.' Kini aku paham artinya. Kamu memang tidak pernah mencintaiku. Kamu tidak pernah MAU mencintaiku. Mencintai semua yang ada pada diriku. Phill... Aku akan berusaha agar kamu mau mencintaiku. Tanpa paksaan apapun. Memang sakit. Berusaha agar 'suamiku' sendiri jadi mencintaiku. Padahal kamu itu suamiku. Sayangnya, kamu hanya bermain peran. Aku belum terlambat kan? Kau pasti akan mencintaiku... Belle memasukkan surat itu ke dalam kotak yang sudah ada beberapa surat di dalamnya. Dia menutup kotak itu dan menaruhnya di dalam lemari pakaiannya.     Belle menghapus jejak air matanya. Dia tidak ingin Kim melihatnya cengeng ketika anaknya itu bangun dari tidur siangnya. Belle bertekad untuk kuat memperjuangkan Phill. Hati Phill. . . . . . "Hahaha. Aku gak tahu kamu itu lucu, Mei." tawa Phill membuncah ketika mendengar lawakan Meisha tentang temannya. "Jahat banget, Pak. Ketawa sampai segitunya." ucap Meisha. "Kita ini di luar kantor. Panggil saja saya Phill. Kaku amat. Semua yang ada di sini juga saling panggil nama kok." ucap Phill santai. "Oke, Phill." Phill dan Meisha ikut dalam acara perayaan keberhasilan peningkatan pendapatan perusahaan mereka. Mereka ikut makan-makan di sebuah restauran yang sudah ditunjuk bos untuk tempat perayaan. Phill senang karena waktunya bersama Meisha jadi lebih lama. Dia malas untuk pulang ke rumah. Palingan di rumah dia hanya bermain dengan Kim. Setelahnya, dia tidak tertarik. "Phill kamu gak pulang? Sudah jam 22.00 loh. Gak kangen sama anak dan bini? Biasanya kalau sudah ada anak, malas ikut kegiatan begini." ucap si Bos pada Phill. "Gak apa, Pak. Anak dan istri saya sedang ada dirumah mertua. Jadi aman." bohong Phill agar bisa tetap tinggal bersama Meisha. Meisha melirik jam tangannya. Dia mulai panik. "Saya pulang ya, Pak. Sudah malam banget." "Biar aku antar ya? Bahaya, perempuan jam segini naik taksi." Phill ingin mengantar Meisha. "Gak usah, Pak. Saya jagoan kok." "Gak. Saya antar." . . . . . Belle melirik jam di dinding, sudah jam 23.48 malam. Kim ikut menunggu Phill pulang hingga anak itu tertidur di pangkuan Belle. Belle sangat cemas. Dia sudah mencoba menghubungi telepon Phill tapi sepertinya handphonenya lowbat. Phill memang ceroboh. Belle yang selalu mempersiapkan semuanya. Memang Belle adalah istri yang manja, tapi itu dulu. Dia kini sudah mulai merubah diri dengan mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan Phill. Suara pintu terbuka dan menampakkan Phill dengan wajah senang. Phill cukup kaget melihat Belle belum tidur. Ini aneh. Biasanya, Belle tidak menunggu Phill hingga larut malam. "Kamu belum tidur?" tanya Phill yang menghampiri Belle duduk di sofa. "Loh, kenapa Kim disini tidurnya?" "Dia tungguin kamu pulang, Mas. Ikutin aku." ucap Belle singkat. "Oh... Sini aku gendong bawa ke kamar." Phill menggendong Kim dan membawanya ke kamar. Belle segera menyiapkan air hangat agar Phill bisa membersihkan dirinya segera. Dia meletakkan sepatu dan tasnya di atas meja kerja Phill. Setelah selesai membaringkan Kim, Phill keluar dengan pandangan heran menatap Belle yang sigap mengurus barangnya. "Kamu... kenapa?" tanya Phill menatap Belle yang sedang menuangkan teh hangat untuk suaminya itu. "Kenapa apanya?" "Kamu berbeda, Belle..." "Oh... Yah, semua orang akan berubah kan?" Belle hanya tersenyum. Belle ingin menguji Phill. Apakah perubahannya ini membuat penasaran pada diri Phill dan akhirnya Phill peduli padanya, atau suaminya itu hanya akan bertanya saja. "Iya. Semua orang akan berubah. Hehehe." Reaksi Phill membuat Belle kecewa. Suaminya tidak bertanya lebih lanjut. Phill benar-benar tidak peduli padanya. Tapi Belle tetap akan berusaha. Ini hanyalah awal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD