Mulut Kurang Ajar Alfa

1066 Words
"Al." Yasmin melambaikan tangan menyapa Alvo yang baru saja datang. Dalam sekejap raut wajah Alvo berubah sumringah. Yasmin, perempuan yang pernah mengisi hatinya tiga tahun lalu tengah menyapanya dengan senyuman manis. Betapa senangnya hati Alvo sekarang.  Apa Alvo boleh berharap lebih dengan kepulangan Yasmin ke Indonesia? Alvo menatap tangannya yang terangkat ke udara secara spontan. Lelaki itu menarik turun tangannya sambil tersenyum bodoh. Hingga detik ini, belum ada nama perempuan lain yang menggantikan nama Yasmin di hatinya. Alvo, Yasmin, Lando, Natan dan Elise berkuliah di kampus yang sama. Lambat laun pertemanan mereka berubah menjadi benih-benih cinta. Alvo segera menyadarinya. Melihat Yasmin, primadona kampus yang dipuja sana-sini, dari senior sampai junior mereka, membuat Alvo jadi gelisah. Bagaimana kalau Yasmin malah berpaling ke lelaki lain? Dengan dukungan dari teman-temannya, Alvo memberanikan diri mengungkapkan perasaannya. Dia teringat apa yang dikatakan Lando padanya. "Usaha aja dulu, soal hasil bisa lihat belakangan. Daripada lo pendam terus nggak bakal berbunga uang juga, kan?" Walaupun kesannya garing di akhir, Alvo bisa menangkap maksud Lando, kok. Okay, Alvo tidak akan berlama-lama menahan dirinya. Dia cukup datang menemui Yasmin, kemudian mengungkap semua perasaannya kepada perempuan itu sesegera mungkin. Soal hasil, apa kata nanti. Yang terpenting Alvo ada usaha dulu. Jantung Alvo rasanya berdebar berkali-kali lipat. Walaupun Lando dan Natan menyemangatinya dengan mengatakan hal konyol, seperti, "Orang ganteng kemungkinan ditolaknya kecil, Vo." Ya iya sih. Alvo menyadari kalau dia mempunyai wajah di atas rata-rata. Cuma, tolong diingat siapa yang disukai Alvo. Yasmin. Itu Yasmin, primadonanya kampus yang cantiknya bukan main! Ada berapa banyak saingan Alvo di kampus memangnya? Banyak. Kadang Alvo menjadi ragu melihat seberapa banyak lelaki yang menyukai Yasmin. Ya siapa tahu, salah satu dari mereka ada yang berhasil menarik perhatian Yasmin, kan. "Aku mau!" Alvo terbengong dari kursi kayu di teras rumah Yasmin. Entah karena Yasmin menjawab terlalu semangat, atau memang Alvo mendadak b***k. Yasmin tersentak kaget. Perempuan itu buru-buru membungkam bibirnya sendiri lalu disusul tawa canggung Alvo. Malam itu, tepatnya delapan tahun lalu Alvo dan Yasmin resmi berpacaran. Alvo rasa, malam di mana dia mengungkapkan perasannya pada Yasmin dan diterima pula, adalah malam paling indah untuk Alvo. "Alvo, hei," seru Yasmin menepuk punggung tangan Alvo. Sialan, maki Alvo dalam hati. Lagi-lagi dia mengingat malam terindah delapan tahun lalu. Saat mereka resmi berpacaran. Bisa tidak ya kejadian itu terulang lagi sekarang? "Oh. Sori, Yas." Alvo tersadar, pura-pura tersenyum padahal hatinya sedang kebat-kebit. "Aku dari tadi ngajak kamu ngomong lho, Al." Yasmin setengah tertawa mengejek. "Kamu mikirin apa sih? Oh ya, yang lain mana? Kok, cuma kamu aja yang dateng?" Alarm di kepala Alvo tiba-tiba berbunyi, memberi tanda agar segera mencari alasan. "Mereka nggak bisa dateng. Lando lagi sibuk ngurus pernikahan, kalau Natan, aku denger dia ketemu klien penting hari ini." Sepasang mata Yasmin mengerjap. "Elise?" Tawa garing Alvo agak surut. "Aku belum cerita ya?" "Cerita apa?" "Elise, kan, ikut orang tuanya Natan tinggal di luar negeri." Yasmin jadi makin bingung. Iya, dia tahu kalau Natan dan Elise memang berpacaran semenjak kuliah. Dia, Alvo, juga Natan dan Elise sering double date. Cuma, kenapa bisa Elise ikut orang tuanya Natan tinggal di luar negeri? Apa mereka sudah menikah? Tapi, kenapa Natan malah ada di Indonesia? "Natan sama Elise udah nikah?" tanya Yasmin. Raut wajahnya menunjukkan kebingungan. "Dua tahun lalu papanya Natan nikah lagi," gumam Alvo. Yasmin menyahut senang. "Ya bagus dong, Al. Kan, papanya Natan udah lama jadi duda." Alvo meringis. Dia jadi tidak enak menceritakan kisah cinta Natan yang lebih suram dari kisah cintanya sendiri. "Masalahnya, Yas. Mama tirinya Natan itu, mamanya Elise." Segera, Yasmin mengubah ekspresi wajahnya jadi terkejut. Butuh beberapa detik Yasmin menyadari kata-kata Alvo barusan. Mamanya Elise menikah sama papanya Natan? "Jadi, Natan sama Elise saudaraan sekarang?" Yasmin berubah bengong. "Gimana bisa, Al? Aku beneran nggak tahu. Kalian juga nggak ngasih tahu apa-apa ke aku." Yasmin tampaknya benar-benar shock sekarang. Jelas saja perempuan itu terkejut bukan main. Yasmin bahkan mengingat bagaimana romantisnya hubungan Natan dan Elise. Jika Alvo orang yang canggung dan agak dingin, Natan adalah sosok paling romantis saat bersama pasangannya. Bagaimana mereka berdua menghadapinya saat itu? Pasti Elise sangat patah hati. Apa lagi Natan. "Maaf, aku baru kasih tahu kamu sekarang." Alvo agak menyesal. Mereka semua berteman sejak lama, tapi baru kali ini Alvo mendapat kesempatan menceritakannya pada Yasmin. "Nggak, Al. Nggak apa-apa. Harusnya aku lebih peka sama temen-temen aku ya." Yasmin bergumam pelan. Di tengah obrolan serius Alvo dan Yasmin, seorang lelaki menarik tangan perempuan di sampingnya. Dia melihat ke sekitar, hampir seluruh meja telah terisi penuh oleh pengunjung restoran yang lain. Alfa menyunggingkan senyum. Tanpa merasa bersalah lelaki itu menunjuk ke meja Alvo dan Yasmin. "Duduk di sana aja, Ke." Kerin belum menyadari siapa yang ada di meja tersebut. Dia hanya melihat punggung si lelaki, dan perempuan cantik berambut cokelat terang duduk menghadap ke arah mereka. "Nggah, ah!" Kerin menggeleng cepat menolak usulan Alfa. "Ngapain duduk sama orang nggak dikenal? Canggung banget, anjir," keluhnya, wajahnya makin cemberut. "Lo lebih pilih duduk di lantai emang? Lihat, tuh! Semua meja udah penuh." Kerin mengikuti gerakkan ujung jari Alfa. Memang sih, hampir semua meja penuh. Satu-satunya meja yang terdapat dua kursi kosong ya meja di paling sudut. Tapi, Kerin nggak enak kalau duduk sama orang nggak dikenal. Apa lagi mereka kelihatannya pasangan. "Ayo, Ke, malah bengong!" seru Alfa, berjalan mendahului Kerin. Bodohnya Kerin, sudah tahu Alfa ini otaknya kurang setengah, tapi diiyakan aja ajakkannya. Padahal baru dua hari yang lalu Kerin memaki Alfa di tempat kosnya. Sekarang, mereka malah pergi makan berdua. "Permisi, Mbak, Mas—lho? Alvo, kan?" Alfa menunjuk Alvo pura-pura terkejut. Lelaki itu memutar kepalanya ke belakang tepat pada Kerin. "Ke! Ada Alvo, nih!" Wah, kebetulan banget kita ketemu di sini ya." Langkah Kerin berhenti tepat di belakang kursi yang Alvo duduki. Sementara itu, Yasmin menatap kedatangan dua orang yang tidak dikenalinya. Mungkin mereka teman Alvo, pikir Yasmin. "Temen kamu, Al?" Yasmin sedikit mencondongkan badannya menatap Alvo. Alvo dan Kerin saling menatap. Nggak ada di antara mereka yang mau menjawab. Sambil cengar-cengir, Alfa menyahut, menjawab pertanyaan Yasmin. "Lo nggak kenal dia?" tunjuknya pada Kerin. "Kenalin, ini Kerin. Mantan tunangannya Alvo. Belum genap seminggu putus. Denger-denger, sih, Alvo sama Kerin putus karena Alvo belum move on sama mantannya yang baru dateng dari Paris." Cerocosan Alfa begitu lancar. Kerin yang semula memilih diam sontak mendelik ke arah Alfa. Dan Alvo, hanya memandang tajam pada Alfa. "Al?" panggil Yasmin bingung. "Beneran yang dibilang dia?" tunjuknya, Alfa manggut-manggut semangat.   To be continue---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD