BAB 16

989 Words
Mereka pun memasuki medan tempur. Fero sudah bisa pastikan untuk yang kali ini dia tidak akan sial lagi seperti sebelumnya. "Hahahahha, sekarang pasti jadi uhuy!" Ucap Fero dalam hatinya. Fey mulai melucuti satu persatu kain yang menutup seluruh tubuhnya, Pelan-pelan sekali Fey membukannya sampai-sampai Fero terus memperhatikannya. "Ngapain liat-liat?, kamu juga dong!" Ucap Fey dengan meledek. "Pengen sama kakak aja!" Fero berlaga manja. "Yeeee, yaudah tunggu!" Ucap Fey sambil terus melanjutkan melucuti kain yang menutupi tubuhnya. Setelah selesai Fey pun mulai melucuti Fero, Entah mengapa Fero sekarang merasa degdegan dan canggung ketika harus bermain dengan Fey. Mungkin sekarang Fero benar-benar terbawa perasaan. "Sesudah beres gantian kamu yang pakein yah!" Ucap Fey dengan nada halus manja . "Oke kak!" Jawab Fero sambil merasa-rasa. "Jangan lupa mengunci pintu!, nanti ada orang yang tau!" Ucap Fey sambil tersenyum. "Oke kak sebentar!" Fero langsung mengkunci pintu. "Pelan-pelan di belai enak bang silahkan di belai!" Ucap Fey sambil tertawa. Fero terdiam seakan-akan teringat sesuatu. "Kayak kenal, tapi apa ya?" bertanya-tanya Fero dalam hatinya. Fey pun berdiri dan berjalan mendekati tembok, dan mehadapkan wajahnya ke tembok, kedua tangannya ia tempelkan di tembok, lalu wajahnya berbalik kepada Fero. "Kamu belum terlalu cape kan?aku ingin sambil berdiri!" Ucap Fey sambil menekukkan badannya. Fero pun lalu berdiri dan menghampiri Fey, barangnya yang belum terlalu keras pun gubal-gabel (sunda) saat berjalan. Fore play pun dilakukan terlebih dahulu demi kelancaran pertempuran, satu hal yang penting yang tidak pernah dilewatkan oleh Fero, namun sekarang mereka lakukan dengan berdiri. Setelah dirasa Fore play sudah cukup dan suasana pertempuran mulai memanas, Fero pun langsung melancarkan serangan pertama, Fey adalah lawan main Fero yang ganas, biasanya konsumenny yang lain selalu ingin tempo yang lambat di awal namun berbeda dengan Fey, ingin langsung di tempo sedang dan tak lama kemudia meminta untuk manaikannya lagi. bagi Fero yang sudah panas sebelum bermain itu membuatnya bertempur dengan lepas. Pertempuran berlangsung dengan sengit, untuk sekali lagi Fero merasakan malam yang sangat liar dan ganas, penghilatannya sampai kabur karena sakit menikmatinya pertempuran yang terjadi. Baru 20 menit keringat sudah mulai membajiri malam itu. Plakkk.plaakk.plakkk.plakkk.. begitulah suaranya Mungkin apabila ada orang yang menguping di luar bisa saja salang sangka bahwa di dalam sedang ada kekerasan, karena suaranya begitu keras seperti tamparan. Karena mulai merasa pegal mereka pun pindah ke tempat yang lebih empuk. Fero sampai lupa bahwa sebelumnya dia canggung, namun sekarang begitu lepas seperti singa liar yang lepas dari kurungan. Tempo semakin cepat, Fey mulai memejamkan matanya, pertanda dia sudah di penghujung pertempuran, begitupu dengan Fero yang nafasnya sudah sulit dia kontrol. "Aku sudah Fer, aku sudahhh ahhhhhhhh!" Ucap Fey dengan nafas yang tak teratur. "Aku juga sebentar lagi tunggulah paling beberapa detik lagi!" Ucap Fero semakin mempercepat temponya dia juga sudah di ujung pertempuran. Fero pun menarik barang jumbonya dan meledakan bom nya keluar, meskipun dia mungkin ini meledakkan nya di dalam namun dia harua profesional dalam menservice konsumennya. Mereka pun selesai melakukan pertempuran, Fey langsung menidurkan diri begitupun dengan Fero, mereka tidur bersampingan layaknya seorang suami istri. "Fer sekali saja ya!, aku takut kelelahan besok harus pergi pagi-pagi sekali!" Ucap Fey dengan lemas. "Iya kak!, janngan sampai tidak jadi berangkat hanya karena kelelahan olahraga malam!" Jawab Fero dengan tersenyum. "Lihatlah rembulan itu begitu indah!" Fey menunjuk keluar jendela. "Iya kak!, banyak orang yang tidak sadar begitu cantiknya rembulan menghiasi malam!" Ucap Fero berlaga seperti pujangga. "Lagian untuk juga banyak orang yang sadar!" Ucap Fey sambil menjulurkan lidahnya. "Eh Fer nanti setelah aku pulang dari luar kota kita pergi liburan mau engga?, aku sudah 2 tahun tidak liburan karena tahun-tahun kemarin sedang sibuk-sibuknya bekerja!" Ucap Fey dengan penuh semangat. "Emangnya kakak pulang kapan?" Tanya Fero. "Palingan sekitar semingguan aku udah di sini lagi!" Ucap Fey. "Kita berdua kak?" Tanya lagi Fero. "Sama yuni dong!" Jawab Fey. "Okedeh kalau gitu!, nanti aku kabari yuni!" Karena Pertempuran sudah selesai dan tenaga mereka sudah mulai terisi kembali, mereka pun memutuskan untuk pulang. Singkat cerita Fey sudah mengantarkan Fero sampai rumah. "Hati-hati kak dijalannya!" Ucap Fero sambil melambaikan tangan. "Iyaaa fer!" Fey membalas melambaikan tangan. Fero masuk kedalam dengan wajah gembira, akhirnya dia bisa ganti oli dengan penuh gairah. Fero merasa dirinya sangat beruntung bertemu dengan Fey, karena baru kali ini ada orang yang mengerti dengan dirinya. Namun di sisi lain Fero juga takut Fey merasa di manfaatkan olehnya, meskipun pada dasarnya Fey orang yang baik, namun ketakutan itu tetap muncul di benak Fero. Suatu hal yang wajar jika Fero menganggap Fey adalah orang baik karena dia merasakan langsung, namun mungkin kebanyakan orang akan lebih memandang jelek Fey karena kelakuannya yang sering keluyuran malam dan berada di dunia nakal. Setiap orang boleh memiliki pandangannya masing-masing, namun bukan untuk di tularkan kepada yang lainnya. Karena hobi atau kesenangan adalah untuk pribadi bukan untuk konsumsi publik. kebanyakan orang terlalu ingin masuk kedalam kehidupan orang lain dan menghakimi apa yang seharusnya menjadi haknya orang lain tersebut, begitulah pikir Fero. Namun semakin sini Fero semakin takut rasa sukanya berubah menjadi cinta, bukan karena urusan takut mencitai namun karena takut bertepuk sebelah tangan. Namun Fero juga tidak mau membatasi diri dengan Fey, karena hal itu bisa membuat hubungan pertemanan mereka atau entahlah disebut apa bisa menjadi tidak nyaman. Fero paham betul bahwa cinta bisa lahir karena terbiasa, maka dari itu bukan sesuatu yang mustahil jika di kemudian hari akan tumbuh rasa itu kepada Fey. "Sungguh malas aku memikirkan itu semua, sudahlah lebih baik semuanya berjalan seperti aliran sungai, aku harus siap dengan segala kemungkinan yang akan datang!, jikalau cinta memang hadir di dalam diriku akan ku terima!" Ucap Fero dalam hatinya. Fero hanya takut dikemudian hari akan menyalahkan cinta, padahal cinta itu tidak memiliki salah apapun, perkara ini membuat Fero semakin risau. Entah mengapa Fero sangat pesimis tentang persoalan cinta padahal selama ini dia belum pernah menjalin hubungan cinta dengan siapapun, atau mungkin karena menengok kisah cinta orang lain yang memilukan?? Entahlah Fero seperti seorang pemikir saja, sebentar lagi juga dia akan tertidur apabila terlalu lama berpikir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD