Pindah

1078 Words
“Sekarang aku sudah hancur, Clarissa. Aku tidak tahu bagaimana akan melanjutkan hidup ke depannya. Tapi satu-satunya orang yang masih ingin aku jaga hatinya hanyalah ibuku,” kata Akira setelah dia menceritakan masalahnya pada Clarissa. “Apa Tante Sofia juga sudah tahu tentang hal ini?” tanya Clarissa antusias. “Belum. Oleh sebab itu aku tetap ingin merahasiakannya dari mama. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kekecewaannya jika tahu bahwa putrinya sedang mengandung tanpa tahu siapa ayah dari bayinya. Lagi pula jika aku tetap di sana, maka lambat laun masyarakat akan tahu dan ibuku juga akan menjadi sasaran celaannya.” “Lalu apa yang ingin kamu lakukan sekarang?” “Aku berpikir untuk pindah dari rumah sementara. Setidaknya sampai anak ini lahir. Aku jelas tidak mungkin menggugurkannya, Clarissa,” ujar Akira memberitahu rencana dalam pikirannya. “Tapi kamu akan pergi ke mana, Ra? Dengan alasan apa kamu akan meninggalkan rumah?” tanya Clarissa. “Sebenarnya kedatanganku ke sini tidak hanya untuk membagi masalah tapi juga ingin meminta bantuanmu, Clarissa. Aku mohon kebesaran hatimu agar bersedia menampungku tinggal di rumah ini,” ucap Akira menyampaikan tujuan inti kedatangannya. Tanpa banyak pertimbangan, Clarissa dengan senang hati menerima Akira. Dia mengizinkan Akira untuk tinggal di rumahnya. Lagi pula dia yang hidup seorang diri justru akan merasa bahagia jika memiliki teman. Kesediaan Clarissa itu membuat Akira merasa senang. Seperti yang dikatakan Clarissa sebelumnya, Akira harus mencari alasan yang tepat untuk pergi dari rumah dalam jangka waktu yang cukup lama. Setelah menyeleksi beberapa pilihan ide, akhirnya mereka memutuskan satu alasan yang dianggap paling tepat. Akira berencana akan mengatakan bahwa dia dipindah tugaskan ke luar kota. Alasan tuntutan pekerjaan tidak akan membuat Sofia curiga atau melayangkan banyak pertanyaan yang tidak mampu dijawabnya. Clarissa juga setuju dengan alasan itu. Dia menyatakan kesiapannya untuk selalu membantu Akira. Akira terharu dan merasa sangat bersyukur memiliki teman baik seperti Clarissa. Akira merasa berhutang budi pada temannya. Setelah membicarakan semua rencana itu dengan baik, Akira pun pamit pulang. Clarissa mengantar kepergiannya sampai depan pintu. Clarissa juga mengatakan tak sabar menanti kedatangan Akira kembali di rumahnya. Sementara Akira merasa keberadaan Clarissa sudah seperti malaikat yang datang di saat masalah pelik membuatnya penat. Setibanya di rumah, Akira tak membuang banyak waktu dan mulai berkemas. Sesuai rencana, dia akan langsung pindah keesokan harinya. “Kamu sudah pulang, Sayang? Dari mana saja?” tanya Sofia yang tiba-tiba masuk ke kamar Akira. Membuat gadis itu langsung menghentikan kegiatannya. “Iya, Ma. Aku dari rumah Clarissa. Sudah lama kami tidak bertemu. Sekalian aku juga berpamitan padanya,” jawab Akira. Dia merasa itu adalah waktu yang tepat untuk membicarakan keputusannya pada sang ibu. “Lalu kenapa kamu mengemasi pakaianmu seperti itu?” Sofia kembali bertanya saat melihat sebuah koper berisi pakaian milik Akira. “Sebenarnya Akira juga ingin membicarakan hal penting pada mama. Akira ingin berpamitan. Akira harus pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan,” ujar Akira sembari membawa ibunya duduk di tepi ranjang agar mereka bisa berbicara dengan tenang. “Untuk berapa lama?” “Aku akan tinggal di sana, Ma. Mungkin untuk beberapa bulan atau bahkan satu tahun.” “Apa? Selama itu?” tanya Sofia terkejut dengan penuturan putrinya. “Sebenarnya aku dipindah tugaskan ke luar kota.” “Bukannya kamu bekerja sebagai asisten dari CEO perusahaan itu? kenapa harus ada pemindahan?” “Sebenarnya memang begitu. Tapi sekarang posisiku sudah berubah, Ma. Mungkin Pak Albert melihat kinerjaku baik sehingga dia melimpahkan peran dan tugas lain padaku. Aku ditugaskan untuk menjadi sekretaris dari pimpinan kantor cabang yang ada di luar kota. Kantor itu masih terbilang baru sehingga butuh penanganan khusus. Pak Albert menugaskanku di sana sampai nanti mereka telah menemukan seorang sekretaris baru. Pada saat itu aku akan ditarik kembali ke kantor pusat,” jelas Akira.   “Jadi kamu akan meninggalkan mama sendirian begitu?” ucap Sofia menyiratkan keberatan. Mendengar hal itu membuat Akira langsung memeluk ibunya. Dia bisa memahami beratnya perpisahan itu. Sejak kecil dia hanya hidup berdua dengan sang ibu dan tidak pernah terpisah jauh. Tapi bagaimana pun juga Akira tidak punya pilihan lain. “Aku tahu ini berat untukku dan mama. Tapi Akira tetap harus mengambil langkah itu, Ma. Ini juga demi kebaikan kita semua. Aku ingin mengejar karirku. Belum tentu aku akan mendapatkan kesempatan baik di lain waktu. Akira harap mama bisa mengerti,” bujuk Akira berusaha meyakinkan ibunya. Padahal hatinya sendiri juga berteriak atas kebohongan yang terpaksa dia lakukan. Semua demi rasa sayangnya pada Sofia. “Baiklah jika memang itu sudah menjadi keputusanmu. Mama hanya bisa mendukung. Mama juga percaya putri mama ini sudah dewasa dan bisa menentukan pilihan yang terbaik,” jawab Sofia pada akhirnya. Sofia justru merasa bersalah pada Akira. Seharusnya dia yang bekerja demi memenuhi kebutuhan mereka. Tapi kini harus Akira yang bekerja keras. Untuk itulah Sofia tidak ingin menambah beban Akira dengan menghalangi karirnya. Meski berat melepaskan putrinya untuk merantau, tapi Sofia tetap harus merelakannya. “Kapan kamu akan berangkat?” tanya Sofia. “Besok pagi, Ma” jawab Akira. “Kenapa cepat sekali?” ujar Sofia merasa sisa waktu terlalu sedikit untuk ia nikmati bersama sang putri. “Iya, Ma. Informasinya juga tiba-tiba, makanya Akira segera berkemas.” “Kalau begitu biar mama bantu ya,” kata Sofia dan tangannya mulai cekatan ikut memasukkan barang-barang Akira ke dalam koper. Anak dan ibu itu larut dalam kebersamaan singkat mereka dengan Sofia yang terus berceloteh memberikan wejangan tentang hal-hal yang harus dilakukan Akira setelah tinggal di luar kota nanti. Bahkan pada malam harinya, Sofia menemani Akira tidur dalam satu kamar. Sofia terus memeluk Akira dan memperlakukannya seperti anak kecil. Akira tidak mempermasalahkan hal itu. Dia bisa mengerti dalam hati ibunya pasti bersedih karena dirinya akan pergi. Keesokan hari, Akira sudah bersiap untuk berangkat. Sebelumnya dia sudah menghubungi Clarissa untuk menjalankan rencana mereka. Clarissa datang menjemput ke rumah Akira dengan menyamar sebagai petugas dari kantor. Clarissa membantu Akira mengangkut barang-barang ke dalam mobil. Sementara Sofia sama sekali tidak menaruh curiga. “Akira berangkat ya, Ma” pamit Akira setelah semua barangnya masuk ke dalam mobil. “Iya, Sayang. Ingat selalu pesan mama. Jaga diri baik-baik di sana,” pesan Sofia sembari memeluk erat putrinya. “Mama juga harus jaga kesehatan di sini. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku,” kata Akira yang sebenarnya begitu khawatir meninggalkan Ibu Sofia sendirian. Ibu itu hanya mengangguk menyanggupi. Setelah berpamitan, Akira pun masuk ke dalam mobil. Clarissa sudah menunggu di balik kemudi. Perlahan mobil itu melaju meninggalkan rumah Akira. Perpisahan berat antara anak dan ibu itu ditandai dengan lambaian tangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD