Kejujuran

1091 Words
Akira berpikir keras mencari cara agar sang ibu tidak mengetahui tentang kehamilannya. Dia yakin lambat laun Sofia pasti akan curiga jika melihat sikap anehnya. Sebelum itu terjadi, Akira harus melakukan sesuatu untuk mengantisipasi. Satu-satunya cara yang dia miliki hanyalah pergi dari rumah itu dan meninggalkan Sofia. Setidaknya untuk sementara sampai bayinya lahir. Perihal kehadiran bayi itu nantinya akan dia pikirkan lagi. Memutuskan pergi dari rumah bukanlah perkara mudah. Akira kembali harus berpikir di mana dia akan tinggal nantinya. Sebenarnya tidak tega pula hatinya meninggalkan sang ibu seorang diri. Tapi dia berpikir itu lebih baik dari pada kehadirannya justru akan menyulitkan Sofia. Dia tidak mau sang ibu ikut menanggung kesalahannya dan menerima cemoohan dari masyarakat sekitar. Terbersit dalam pikiran Akira sebuah ide untuk pindah sementara ke rumah Clarissa, teman baiknya. Dia ingat bahwa selama ini Clarissa hanya tinggal sendiri. Dulu Clarissa mengatakan bahwa orang tuanya bertugas di luar negeri dan jarang sekali pulang ke rumah. Akira berpikir bisa menumpang di sana. Dia menghubungi Clarissa dan meminta bertemu untuk membicarakan hal penting itu. Bagaimana pun juga dia butuh kesediaan Clarissa sebagai tuan rumah terlebih dahulu sebelum benar-benar pindah. “Halo, Clarissa. Apakah kamu sedang di rumah sekarang?” tanya Akira saat berbicara dengan Clarissa di telepon. “Iya, Ra. Aku sedang tidak pergi ke mana pun. Memangnya kenapa?” balas Clarissa. “Aku ke rumahmu sekarang ya. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu.” “Bukannya kamu sedang ada jadwal kerja di kantor ya hari ini?” tanya Clarissa heran karena hari itu bukan weekend. “Tidak, Cla. Aku di rumah. Pokoknya kamu jangan pergi ke mana pun ya. Aku akan segera ke sana dan menceritakan semuanya padamu,” pinta Akira. “Baiklah. Aku tunggu,” jawab Clarissa singkat. Setelah selesai berbicara di telepon, Akira langsung bergegas untuk ganti baju. Dia memesan jasa ojek online lewat ponselnya. Setelah driver itu tiba, Akira langsung menyambar sling bagnya dan pergi dengan terburu-buru. “Kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Sofia saat melihat Akira melangkah dengan setengah berlari. Tampak jelas menunjukkan putrinya itu sedang terburu-buru. Akira sendiri sampai tidak menyadari sebelumnya bahwa ada ibunya di ruang depan. “Akira ada keperluan penting di luar. Pamit ya, Ma” ujar Akira yang sempat memundurkan langkah dan menyalami ibunya. “Hati-hati ya, Nak” kata Sofia tampak cemas. Ibu itu merasa heran. Tadinya Akira pulang dari kantor sebelum jam kerja berakhir. Lalu kini putrinya itu kembali pergi dengan tergesa. Entah apa yang sebenarnya sedang terjadi. Baru kali ini Sofia merasa putrinya bersikap tidak terbuka padanya. Padahal sejak dulu tidak pernah seperti itu. Sebagai seorang ibu, dia hanya berharap semua akan baik-baik saja. Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, akhirnya Akira sampai di rumah Clarissa. Rumah itu memang terbilang cukup besar untuk Clarissa yang hanya tinggal sendirian. Akira kemudian membayar ongkos ojek online itu dan segera masuk ke dalam pekarangan rumah teman baiknya. Satu kali memencet bel, pintu rumah sudah terbuka. Menandakan bahwa sang tuan rumah memang sudah menunggu kehadiran tamunya. Clarissa langsung memeluk Akira saat melihat gadis itu di depan pintu. Ia pun mengajak Akira masuk ke dalam rumahnya. Akira merasa dia bisa leluasa untuk menceritakan segalanya pada Clarissa. Benar-benar tidak ada orang lain lagi di rumah itu kecuali mereka berdua. Selama ini Clarissa bahkan tidak menggunakan jasa pembantu dan mengurus rumah itu sendiri. Berada di rumah Clarissa membuat Akira merasa memiliki tempat untuk menumpahkan segala keluh kesah yang sudah lama ia tahan. “Jadi bagaimana kabarmu, Ra? Kita sudah jarang bertemu semenjak kamu pindah kerja. Apakah kamu enjoy dengan pekerjaan barumu?” tanya Clarissa dengan antusias. “Kamu bukan orang lain bagiku, Cla. Aku tidak akan berbohong dengan mengatakan bahwa kabarku baik-baik saja. Jujur aku sedang kacau,” jawab Akira sontak membuat Clarissa memusatkan perhatian untuk mendengar. Dia bisa mengerti pasti kali ini ada hal serius yang ingin dibicarakan oleh Akira. Lagi pula wajah gadis itu juga terlihat lelah dan gelisah. “Kenapa kamu berkata seperti itu, Ra? Ada apa? Ceritakan semuanya padaku,” kata Clarissa sembari menggenggam erat tangan Akira. Clarissa bisa melihat sepertinya ada masalah yang sedang dihadapi temannya itu dan dia siap menjadi tempat berbagi seperti biasanya. Bukannya menjawab, Akira justru menangis. Hal itu semakin membuat Clarissa kebingungan. Dia tidak mengerti arti tangisan Akira. “Aku tidak tahu seberat apa masalah yang sedang kamu hadapi. Tapi aku hanya ingin meyakinkanmu bahwa kamu tidak sendirian, Akira” kata Clarissa sedikit menghibur. “Aku hamil.” Akhirnya kata itu melesat bebas dari lidah Akira. Penuturan Akira sontak membuat Clarissa terkejut. Beberapa kali gadis itu menggelengkan kepala isyarat tak percaya. Rasanya tidak mungkin seorang Akira bisa melakukan perbuatan sejauh itu. Clarissa tahu benar selama ini Akira sangat menjaga batasan baik dalam pergaulan atau pun hubungan percintaan. “Kamu tidak sedang mengajakku bercanda?” tanya Clarissa tak percaya. “Aku serius, Cla. Untuk apa aku bercanda dalam keadaan seperti ini? Aku tahu kamu pasti sangat terkejut tapi itulah kenyataannya. Masalah sebesar itu yang sedang aku hadapi sekarang. Aku bingung harus bagaimana,” kata Akira masih terus meneteskan air mata. “Well, jujur aku sangat terkejut kamu bisa melakukan perbuatan terlarang itu apalagi sampai hamil. Tapi dengan jelas aku sarankan agar kamu menuntut pertanggung jawaban dari Daffa.” “Aku sudah putus dengan Daffa,” gumam Akira lemah namun masih dapat didengar oleh Clarissa. Akira memang belum bercerita pada Clarissa perihal berakhirnya hubungan antara dia dengan Daffa. “What? Kalian putus? Daffa memutuskanmu setelah dia mengambil kesucianmu? Aku tidak menyangka Daffa sejahat itu,” kata Clarissa langsung membuat kesimpulan sementara. “Tidak, Clarissa. Justru Daffa sempat menyatakan keinginannya untuk melamarku. Tapi aku menolaknya karena aku merasa dia terlalu baik untuk mendapatkan gadis kotor seperti aku. Sejak aku memberitahu bahwa aku sudah tidak virgin, sejak itulah hubungan kami berakhir,” tutur Akira menceritakan kejadiannya meski sudah lama berlalu. “Kenapa kamu baru menceritakan semuanya sekarang, Akira? Lalu kalau bukan Daffa yang menghamilimu, lantas siapa ayah dari anak itu?” “Aku tidak tahu, Cla. Aku sungguh tidak tahu apa pun,” jawab Akira dengan tangis yang semakin histeris. Clarissa mendekapnya erat dan menjeda pertanyaan-pertanyaannya untuk sementara. Setelah merasa cukup tenang kembali, Akira menceritakan semua kejadian malam itu pada Clarissa. Peristiwa terburuk dalam hidupnya yang terjadi setelah dia berpisah dengan Clarissa sepulang dari tempat les. Dia menceritakan secara lengkap termasuk kejadian yang baru dia alami saat dipermalukan di hadapan semua karyawan kantor. Clarissa yang mendengar semuanya kini ikut merasakan bagaimana beratnya beban yang ditanggung Akira sendirian selama ini. Dia ikut bersimpati sebagai seorang teman dekat. Clarissa sangat tidak menyangka takdir hidup seburuk itu harus dilalui oleh Akira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD