Perhatian

1080 Words
“Ada apa dengan gadis itu? Bisa-bisanya dia mengatakan akan memberikan anaknya untuk dibesarkan oleh orang lain. Bagaimana dia yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu justru memiliki pemikiran seperti itu,” keluh Albert sembari mondar-mandir di rumahnya sendiri. Albert kembali teringat perkataan Akira saat dia mengantarnya pulang. “Aku rasa aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Bagaimana pun juga bayi itu adalah anakku. Dia darah dagingku dan aku juga berhak atas dirinya. Aku harus mencegah Akira agar mengurungkan niat itu,” gumam Albert membuat sebuah kesimpulan. Bagaimana pun juga dia harus melakukan tindakan tanpa membuat Akira merasa curiga. Meskipun Akira sudah berhenti dari pekerjaanya di kantor, Albert merasa tetap harus mengawasinya. Tak heran jika pada suatu hari dia datang bertamu ke rumah Clarissa. Kedatangannya ke sana sempat membuat Akira merasa heran. “Pak Albert? Ada apa bapak datang ke sini?” tanya Akira saat melihat sosok Albert setelah dia membuka pintu. Gadis itu sempat mengedarkan pandangan ke sekitar dan mendapati bahwa Albert hanya datang sendirian. “Saya hanya ingin memastikan kalau kondisimu baik-baik saja,” jawab Albert dengan santainya. “Apa? Bapak datang ke sini hanya untuk itu? Apa ini tidak salah?” tanya Akira merasa kebingungan. Tak sempat mengajukan pertanyaan lebih lanjut, tiba-tiba saja Clarissa menghampiri ke arah pintu. Dia datang setelah mendengar percakapan Akira dengan seseorang. Mau tidak mau Akira juga memperkenalkan Albert dan Clarissa. Dia mengatakan pada Clarissa bahwa Albert adalah mantan atasannya di kantor. Clarissa pun menyambut ramah kedatangan Albert dan mengajaknya masuk. Setelah berbincang sekedar basa-basi, Clarissa sadar diri untuk memberikan ruang bagi Albert dan Akira. Clarissa kemudian sengaja pamit ke belakang dengan alasan membuatkan minuman. Mereka berdua hanya diam tanpa suara. Akira berusaha mencairkan suasana dengan memulai pembicaraan. Dia bertanya seputar pekerjaan Albert di kantor. Tapi sebenarnya dia ingin tahu bagaimana CEO itu bisa datang menemuinya ke sana untuk alasan yang tidak penting. Padahal dulunya Albert seringkali terlihat sangat sibuk. Untuk menghindari tanda tanya, Albert mengatakan bahwa dirinya datang untuk memberikan gaji sekaligus pesangon untuk Akira. Dia beralasan waktu itu tidak sempat memberikannya di kantor. Albert kemudian menyodorkan sebuah amplop cokelat berisikan sejumlah uang. Nominalnya sengaja ia lebihkan karena tahu Akira pasti memiliki banyak kebutuhan terutama dalam menghadapi masa kehamilan. Tak sampai di situ, tingkah Albert semakin membuat Akira merasa bingung saat mantan atasannya itu tiba-tiba mengajaknya keluar. Sungguh Akira merasa sikap Albert itu tak biasa atau dia saja yang belum pernah melihat sisi itu pada diri Albert. Saat Clarissa mengetahui hal itu, dia justru mendukung agar Akira pergi bersama Albert. Clarissa juga mengatakan sebentar lagi akan pergi karena ada keperluan di luar. Menurutnya pilihan yang tepat jika Akira pergi bersama Albert agar tidak sendirian di rumah sementara dia tidak ada. Setelah mendapat bujukan dari sahabatnya juga, akhirnya Akira setuju. Dia berganti baju dan kemudian pergi bersama Albert. Meski dia sendiri belum tahu ke mana Albert akan membawanya. Albert menghentikan mobilnya di depan sebuah tempat perbelanjaan. Dia meminta Akira turun lebih dulu sementara dirinya akan memarkir mobil. Tak lama setelah itu, Albert sudah kembali dan mengajak Akira masuk. Albert mengajak Akira untuk membeli beberapa perlengkapan seperti baju hamil, buku-buku tentang kehamilan dan juga s**u khusus ibu hamil. Akira sudah banyak menolak saat merasa sikap Albert terlalu berlebihan. Namun tetap saja laki-laki itu tidak mau mendengarkan. “Saya rasa bapak tidak perlu melakukan semua ini. Uang yang tadi bapak berikan sudah cukup untuk saya belanjakan kebutuhan saya,” tegur Akira. “Tidak apa-apa, Akira. Ini bukan sebuah bantuan, ini kebaikan. Jangan menolak kebaikan dari seseorang,” jawab Albert tak mau kalah. “Tapi untuk apa bapak melakukan semua ini? Kebaikan ini, perhatian ini, kenapa bapak melakukannya? Bahkan di antara kita sudah tidak ada lagi hubungan antara karyawan dan atasan,” cecar Akira. “Aku melakukan ini memang bukan berdasarkan hubungan antara karyawan dan atasan. Aku hanya peduli padamu, Akira. Tidak perlu mempertanyakan banyak hal sekarang karena mungkin aku juga belum memiliki jawabannya,” kata Albert langsung membuat Akira terdiam. Akira bisa mengerti pembicaraan Albert mengarah pada sesuatu yang lain. Merasa tidak nyaman menyinggung hal itu, Akira pun tak lagi banyak bertanya. Dia hanya melangkahkan kaki mengikuti Albert saja. Setelah selesai berbelanja, Albert menyempatkan diri mengajak Akira mampir dulu di sebuah kedai makanan. Dia berpikir Akira pasti merasa lelah setelah berkeliling. Bagaimana Akira tidak merasa heran jika sikap Albert sangat siaga seperti itu. Sudah seperti perlakuan seorang suami pada istrinya yang sedang hamil muda. Hal itulah yang membuat Akira merasa tidak nyaman. Tidak sampai di situ, Albert juga memilihkan makanan dan minuman yang benar-benar aman untuk dikonsumsi ibu hamil. Albert bahkan sempat terlibat dialog panjang lebar dengan pelayan untuk memastikan hal itu. Setelah hidangan tersedia, mereka pun menikmati makanan tanpa banyak bersuara. Albert mengajak Akira pulang setelahnya. Laki-laki itu tak membiarkan Akira membawa satu pun paper bag berisi barang belanjaan. Albert membawanya sendiri dan meletakkannya di mobil. Sementara Akira terlalu bingung harus merasa kagum atau justru risih dengan sikap Albert itu. Setelah mengantar Akira kembali ke rumah Clarissa dengan selamat, Albert pun pamit pergi. Dia tidak mampir kembali. Akira merasa sedikit lega. Saat ia masuk ke dalam rumah, ternyata Clarissa juga ada di sana. “Bukannya kamu mengatakan akan pergi ke luar untuk suatu keperluan?” tanya Akira saat melihat Clarissa masih duduk santai di sofa ruang tamunya. “Itu hanya akal-akalanku saja agar kamu mau pergi bersama mantan atasanmu itu,” jawab Clarissa langsung berterus terang. “Aku sudah menduganya,” ujar Akira lirih dan ikut mendaratkan diri di sofa. “Kalian pergi ke mana saja? Sepertinya kamu habis bersenang-senang. Dia baru menemanimu belanja?” tanya Clarissa yang lebih bernada menggoda setelah melihat barang belanjaan yang dibawa Akira. “Iya. Ternyata dia mengajakku berbelanja beberapa barang untuk ibu hamil.” “Wah … dugaanku pasti tidak salah. Mungkin mantan atasanmu itu menyukaimu. Kalau tidak, untuk apa dia melakukan semua ini?” ujar Clarissa. “Jangan berkata seperti itu, Clarissa. Aku sadar diri bahwa aku tidak pantas untuknya,” jawab Akira kembali mengingat nasib dirinya yang buruk. “Cinta tidak mengenal pantas atau tidak pantas, Akira. Lagi pula apa yang kurang dari Albert itu? Dia gagah, tampan, mapan, hampir mendekati sempurna,” puji Clarissa sembari membayangkan kembali wajah Albert yang baru dia temui. “Kalau melihat dari caranya memperlakukanmu, sepertinya dia sudah siap untuk menjadi seorang suami,” imbuh Clarissa menggoda dan terkekeh geli. “Dasar kau ini,” bantah Akira sembari melemparkan bantal sofa ke arah Clarissa. Dia tahu sahabatnya itu suka sekali dalam urusan menggodanya. Akira hanya geleng-geleng kepala menanggapi ocehan Clarissa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD