40. Paradoks Kehidupan

1173 Words

Pagi kembali menyapa dengan sinar keemasan nan elegan. Membangkitkan kembali jiwa yang bersimbah luka setelah tidur lelapnya. Tak peduli seberapa banyak linangan air mata semalam, hari ini tetaplah hari pertama bagiku masuk kerja. Segera kusibak selimut yang membungkus tubuh. Pukul enam pagi bahkan alarm di hp tidak berhasil membangunkanku. Gedoran pintu dari luar lah yang membuatku berhasil membuka mata. "Bisa gawat semua," racauku seraya mencari sikat gigi. Salah satu item penting yang biasanya kuletakkan di tas kecil. "Kamu lupa jam kerjamu, Amira?! Hah?!" Teriakan itu terasa lebih mengerikan dibandingkan saat dulu kami masih di perusahaan. Dulu masih ada pelapis Pak Ginanjar yang biasanya memberi aba-aba saat Bos Teo akan datang. Sekarang semua langsung berhadapan seperti ini. "

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD