Peninggalan Orang Tercinta (B)

1357 Words
Ryani menggaruk pelipisnya. Dia harus bersembunyi di mana?! Pasti kawanan Jack akan terus mencari dan mengejarnya. Gadis itu membenarkan arah topinya. Lalu ditatapnya pagar rumah yang terbuka lebar. Ah, mungkin ia bisa bersembunyi di sana? Pasti aman. Ya, pasti aman. Ryani memasuki pagar bercat putih tersebut. Gadis itu terkikik sendiri melihat pagar tersebut yang terbuka begitu lebar. Bodoh sekali pemilik rumah ini, membuka pagar rumahnya sembarangan. Kalau ada penjahat yang masuk, bagaimana? Ah, dia lupa. Bukannya dia seorang penjahat? Bukan. Kata 'Penjahat' terlalu mengerikan. Dia hanya seorang pencopet kelas teri! Gadis itu berjalan mengendap-ngendap, takut penghuni rumah ini keluar dan memergokinya. Bisa habis dia! Ryani sudah sampai di halaman rumah, dari arah kejauhan ia melihat pintu rumah juga ikut terbuka. Gadis itu kembali menggaruk pelipisnya heran, tadi pagar rumahnya yang terbuka, dan sekarang? Pintu rumah ini juga ikut terbuka lebar. Ah, Tuhan memang begitu menyayanginya, sampai-sampai di saat ia dikejar-kejar Jack dan kawanannya, ia diberi jalan untuk menyelamatkan diri. "Oh!" Langkah lebar Ryani terhenti setelah melihat wanita paruh baya keluar dari rumah tersebut. Baru saja Ryani bersenang hati karena mendapatkan tempat persembunyian sementar, ia malah mendapat musibah! Sang pemilik rumah keluar. Ryani, ayo kabur. Kabur! Sebelum pemilik rumah ini mengetahui kalau ada seorang pencopet masuk ke dalam rumah mewahnya. Dengan sigap gadis itu memutar tubuhnya hingga memunggungi wanita paruh baya tersebut. Baru beberapa melangkahkan kakinya, suara wanita paruh baya tersebut berseru, memanggil-manggilnya. Abis hidup lo, Ryani! "Hai, kamu." "Kamu! Berhenti!" Entah sudah berapa kali wanita paruh baya tersebut meneriaki Ryani. Ryani menepuk keningnya pelan, pasti wanita tua itu mengetahui kalau dirinya bukan orang baik. Lihat saja penampilan Ryani, persis seperti preman pasar. "Berhenti!" Wanita yang tak lain dan tak bukan adalah Angela itu menepuk bahu Ryani. Ryani tersentak. Mau tak mau ia harus berhenti. Oke Ryani, lo udah kepalang basah, kabur juga percuma. Ryani membalikan badannya menghadap ke arah Angela. Gadis itu menyunggingkan senyuman lebar untuk menutupi ketakutannya. Angela menatap Ryani dari ujung rambut hingga ujung kaki. Komentar pertama yang diberikan Angela pada gadis itu adalah, "Cantik." Tetapi, ada yang membuat kedua alis Angela menyatu. Tampilannya. Tampilannya kenapa seperti seorang preman? Celana jeans yang Angela sendiri tak tahu apa itu namanya. Pokoknya celana jeans yang modelnya sobek-sobek, memakai rompi jeans yang warnanya tampak lusuh, dan accesorisnya.. Persis. Persis seperti seorang preman! "Buka kalung sama gelang kamu," perintah Angela. Ryani mengerutkan keningnya heran. Kenapa wanita ini menyuruhnya untuk membuka kalung dan gelangnya? Ini sudah menjadi ciri khas gadis itu. "Ayo cepat!" Ryani mematung. Tanpa menunggu lama, Angela bergerak sendiri melepaskan kalung beserta gelang-gelang rantai dan karet dari tangan gadis itu. Lalu dibuangnya ke tong sampah, diliriknya lagi penampilan Ryani. Hem, mungkin ia tak menyukai topi yang dipakai gadis itu. "Lepas topimu." Ryani meneguk ludahnya. "Topi?" "Ya, topimu! Lepaskan, atau akan ku laporkan--" "Oke, oke. Gue lepasin topi gue." Ryani membuka topinya, rambut cokelat panjangnya tergerai indah. "Nggak sopan! Mulai sekarang, jangan pake bahasa gue-gue lagi. Kalau kamu bekerja di sini, kamu harus ikuti semua perintah anakku. Dia orang yang paling anti dengan dandanan seperti--" Angela menghentikan kalimatnya, sepertinya ada yang salah dengan gadis ini? Apa iya gadis berdandan urakan ini Babysitter yang ia pesan dari sebuah jasa pemesanan Babysitter? Angela berkutik dengan pikirannya sendiri. Mungkin hanya tampilannya saja yang urakan, tapi mana tahu hatinya lembut? "Bekerja?" Ryani mengangkat satu alisnya tinggi-tinggi. "Iya, kamu akan menjadi Babysitter untuk cucuku. Ayo masuk, oh iya, aku harap, kamu betah bekerja bersama anakku." Ucap Angela pelan. Ia membawa Ryani masuk ke dalam rumah milik Leo. Ryani masih belum paham betul dengan ucapan-ucapan wanita di depannya. Bekerja? Pada anaknya? Ryani jadi bingung sendiri. Ryani bisa masuk ke dalam rumah ini juga karena ada niatan bersembunyi dari kejaran Jack dan anak buahnya. Tetapi, kenapa wanita ini mengatakan kalau ia akan bekerja di sini? Kapan ia melamar bekerja di rumah ini? Dan apa wanita itu bilang? Ia akan bekerja sebagai seorang Babysitter? Tidak. Tidak. Ia sendiri tak pernah membayangkan akan merawat anak kecil! Ish! Ini mimpi buruk bagi Ryani. "Ma, dia--" Leo turun dari anak tangga rumahnya. Pandangannya tak lepas dari Ryani yang berjalan di belakang sang Mama. "Leo, ini Babysitter untuk Jona, bagaimana?" Leo melirik Ryani. Tatapannya seakan membuat gadis itu merinding. Mata dingin pria tampan itu berhasil membuatnya kaku ditempat. "Dia? Babysitter untuk Jona, Mama nggak salah?" Tatapan Leo berganti sinis. "Apa yang salah? Dia cantik," "Mama ini berniat mencari Babysitter atau mencari seorang model? Cantik itu nggak penting, yang penting dia bisa merawat Jona dengan baik." Ucap Leo. "Dan lihat penampilannya. Nggak ada tampilan seorang Babysitter, yang ada kaya preman!" Lanjutnya lagi. Ryani mendelik. Berani-beraninya pria ini mengatainya, di depannya sendiri. Minta digibeng emang! "Jangan mencari-cari kekurangan dia. Mama tahu, itu cuma alasanmu kan?" Kata Angela tak mau kalah. "Keputusan Mama nggak bisa diganggu gugat. Dia akan jadi Babysitter Jona, tidak ada protes! Dan, kamu.. Ah, siapa namamu?" Tanya Angela pada Ryani. "Ryani..." Ryani menundukan kepalanya. "Ayo, ikut denganku. Aku akan memberitahu di mana kamarmu," Angela menarik lengan Ryani, lalu membawanya ke kamar pelayan. Leo masih belum mengerti apa yang ada di pikiran sang Mama. Kenapa Mamanya mencarikan seorang Babysitter yang penampilannya begitu menyeramkan? Leo harus bicara pada Mamanya. Leo tidak menyukai gadis itu, Jona tak akan aman berada ditangan gadis itu. Tetapi, Mamanya sudah membuat keputusan telak. Dan Leo tahu, keputusan sang Mama tak akan bisa diganggu gugat. Ah, Leo. Kenapa nasibmu malang sekali... *** Malam harinya Ryani berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Ia menatap setiap sudut kamar barunya. Biarpun ini disebut sebagai kamar pembantu, tapi kamar ini jauh lebih bagus dari kamarnya. Ryani duduk ditepi ranjang, ia menggigit kukunya cemas, ini hal yang tak pernah ia bayangkan selama ini. Ia masuk ke dalam rumah mewah milik Leo Alexander, berniat untuk bersembunyi, lalu muncul Angela, dan mengira kalau dirinya adalah seorang Babysitter. Ya Tuhan.. Apa yang harus dilakukan Ryani, dia seorang pencopet, lalu tiba-tiba ia harus merawat seorang bocah lelaki berusia satu tahun? "Gue masih bingung, gue mesti ngapain di sini. Secara gue ini pencopet, nggak pernah pegang-pegang anak kecil. Kalau tuh bocah kenapa-kenapa gimana?" Ryani merutuki dirinya sendiri. "Tapi.. Kalau gue kabur, terus gue ketemu Jack, abis gue. Kelar hidup gue!" Gadis itu mendesis cemas. Ia memejamkan matanya sebentar, mencoba menetralisir perasaannya yang sedang kacau. "Ryani! Ryani!" Ryani terkesiap. Ia buru-buru beranjak dari tepi ranjang ketika mendengar teriakan Leo yang memanggil namanya. Panggilan Leo saja tak ada lembut-lembutnya, dingan dan kaku. "Ryani!" Suara Leo berteriak lantang. "IYA!" Ryani membalas tak kalah keras. Gubrak. "Aduuuh!" Tubuh Ryani bertabrakan dengan Leo. Saking terburu-burunya Ryani keluar dari kamar, baru membuka pintu kamarnya, ia berlari lalu menabrak tubuh tegap Leo. Ryani tersentak, bokongnya bersentuhan dengan lantai marmer. Berkali-kali gadis itu meringis menahan sakit. "Punya badan gede bener! Udah kaya monas tingginya." Gerutu Ryani sambil membersihkan rok yang dipakainya. "Apa kamu bilang?!" Leo bertanya garang. "Eh, nggak. Nggak pa-pa." Ryani mengelus dadanya. Amit-amit, kenapa ada pria setampan Leo, tapi se-menakutkan seperti pria di depannya. "Kamu darimana aja? Aku manggil kamu dari tadi, tapi kamu nggak nyahut sama sekali. Kamu budek?" Ish. Kalau saja sekarang Ryani sedang tidak menyamar, mungkin ia akan menedang pria itu sampai tersungkur. Sayangnya, lo nggak bisa nendang dia Ryani. Lo lagi nyamar. Jadi lo harus sering stock kesabaran kalau lagi berhadapan sama Leo. "Kamu ini beneran budek?" "Iya, gue budek. Lebih tepatnya pura-pura budek!" Dumel Ryani kesal. "Apa kamu bilang?! Aku denger apa yang kamu bilang.. Lihat aja, aku bakal aduin ke Mama, kalau Babysitter pilihannya ini nggak sopan." Ancam Leo. Ryani tertawa. "Laporin aja, toh, Nyonya Angela Alexander bakal lebih percaya sama aku." Nada Ryani terdengar mengejek. Leo menggeram, ingin sekali ia menyeret gadis ini keluar dari rumahnya. Ini semua gara-gara Mamanya! Oek...Oek...Oek... Terdengar tangisan Jona dari kamar atas. Keduanya kompak menengadahkan kepalanya menatap ke kamar atas. Ryani bisa menjadikan tangisan Jona sebagai alasan untuk jauh-jauh dari Leo. Lama-lama berdekatan dengan pria itu bisa membuatnya migrain. "Minggir. Sesuai perintah Nyonya Angela, aku harus mengurus Jona. Permisi!" Dengan tak sopannya gadis itu menyenggol lengan Leo sinis, lalu berlari menaiki tangga menuju kamar Leo untuk menenangkan Jona yang sedang menangis. Ryani bersikap bodoh, seolah-olah ia tahu mengatasi balita yang sedang menangis, padahal dalam sejarah hidupnya, dia tak pernah bersentuhan dengan seorang balita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD