PART 5 – REHEARSAL
Sampailah pada tahap gladi bersih, sebelum masuk ke dalam proses produksi yang sebenarnya. Kegiatannya hampir sama seperti syuting, para pemain akan berakting di depan kamera dengan blocking (pengaturan letak talent, properti dan cahaya agar tidak saling menutupi-google.com) yang sudah ditentukan. Melibatkan semua kru dan pemain dalam latihan terakhir ini, dimaksudkan agar pada saat hari syuting tiba semua detail sudah siap. “Pagi Nicho,” sapa Georgia ketika melihat lawan mainnya itu sudah datang lebih dulu di lokasi syuting.
Nicholas mendongak, memandang dari balik kacamata hitamnya sambil melirik jam rolex yang melingkar di tangannya, “Kamu lumayan juga,” katanya.
Georgia mengerutkan keningnya, “Maksud kamu lumayan?”
“Kamu selalu datang sebelum waktunya, bukan hanya ontime,” kata Nicholas tidak mau terlihat kalau dia sedang memuji Georgia.
“Oh, terima kasih pujiannya. Itu karena aku tidak mau membuat orang lain menungguku,” sahutnya sambil menarik kursinya mendekat pada Nicholas.
Nicholas mengangguk sekali sembari meneguk air mineral dalam botol beningnya. Georgia mengamati jakun Nicholas yang bergerak naik turun seiiring pria itu menelan air minumnya tersebut sampai tinggal setengahnya. Laki-laki di sebelahnya ini selain aktor, dia adalah seorang pengusaha sukses yang juga cukup terkenal di kalangan artis atau penyuka mobil-mobil mewah di Canada. Penampilannya sederhana, lebih sering terlihat menggunakan celana jeans dan kemeja polos slim fit atau bahkan hanya kaus putih atau hitam dengan merek ternama. Walaupun penampilannya tidak seglamor artis pria lain, namun aura crazy rich-nya tetap saja keluar.
Namun, bukan hal itu yang menjadi target Georgia kenapa dia memilih untuk menyukai Nicholas dan menjadi fans-nya. Dari yang dia pelajari tentang profil lelaki di sebelahnya ini. Nicholas adalah seorang pekerja keras yang memulai segala sesuatunya dari nol sampai bisa seperti sekarang ini. Pria itu bukan terlahir dari keluarga yang kaya raya atau terpandang. Namun, dia bisa mengangkat derajat keluarganya dengan cara bekerja keras. Orang tuanya adalah orang yang sederhana. Nicholas mempunyai dua adik perempuan yang masih kuliah. Dia tinggal sendiri di sebuah apartemen, sedangkan orang tua dan adik-adiknya tinggal di sebuah rumah mewah yang dia bangun untuk mereka.
Hidup Nicholas menarik perhatian Georgia, walau tidak sepenuhnya kehidupan pria itu mirip dengannya. Namun, Georgia juga memulai semuanya dari bawah, merangkak dari kesusahan dan penderitaan. Sampai pada dua tahun yang lalu kehidupannya mulai membaik, namanya mulai dikenal dan pendapatannya sebagai aktris mulai meningkat. Georgia tidak peduli dikenal baik atau buruk, toh dua-duanya membuat namanya selalu disebut-sebut oleh stasiun televisi atau media cetak. Apa yang dilakukannya mulai menjadi sorotan, dan itu memang tujuannya untuk mendapatkan perhatian seseorang. Lalu muncullah Mr. X, yang mengaku sebagai fans-nya dan menawarkan bantuan kepadanya dalam hal apa pun.
“Ehm… apa hubunganmu dan Key baik-baik saja? ” tanya Georgia terdengar basa-basi.
Nicholas melepas kacamatanya dan memandang ke arah Georgia dengan sinis, “Aku rasa kehidupan pribadi kita adalah urusan masing-masing.” Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, “tidak ada wartawan juga, jadi kita tidak perlu berbasa-basi, bukan?” lanjutnya.
Kedua alis Georgia berkerut, matanya menyipit, “Aku kan cuma tanya. Kenapa kamu harus bersikap sinis begitu sih?” sahutnya sambil berdecak kesal.
“Aku bukannya sinis, tapi....”
“Tapi apa? Menurut kamu aku tidak pantas kamu perlakukan dengan baik?”
“Dengar Gia, aku….”
“Seandainya kamu seperti yang diberitakan, bahwa kamu ada the best actor yang professional, seharusnya kamu bisa memisahkan pribadi kita masing-masing. Seharusnya kamu gunakan kata-kata kamu sendiri, bahwa kehidupan pribadi kita adalah urusan masing-masing. Karena itu apa pun yang terjadi dengan hidupku di luar hubungan keprofesionalan kita sekarang ini tidak perlu menjadi pembatas hubungan kerja kita.”
Nicholas menegakkan tubuhnya dan menghadap ke Georgia, “Aku memang tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan untuk hidup kamu, Gi. Tapi maaf aku memang tidak bisa berpura-pura untuk menyukai hal yang tidak kusukai….”
Mata Georgia membesar ke arah Nicholas, dadanya meradang. Dia menelan ludahnya sambil menghela napas dalam. Georgia memang sudah terbiasa menerima kata cacian dan makian atau bahkan juga hinaan dari orang lain, tapi kalau kalimat itu berasal dari mulut Nicholas, kenapa rasanya sangat berbeda? Tidak seperti biasanya. “Kalau begitu… anggap saja aku tidak bertanya tadi. Hanya saja aku perlu mengingatkan padamu Nich. Jangan sampai terjadi sebaliknya, di mana kamu akan berpura-pura tidak menyukaiku padahal kamu sebenarnya sudah jatuh cinta padaku!” sergahnya sambil berdiri gusar dari kursinya.
Georgia melangkah lebar-lebar menuju tempat Rick dan Jane berada. Di sana juga ada Marcel yang menjadi lawan main keduanya. Hatinya panas oleh reaksi Nicholas yang di luar dugaannya. Tapi kata-katanya tadi adalah ultimatum, dia sungguh-sungguh untuk membuat Nicholas jatuh cinta padanya. Hanya saja Georgia masih harus memikirkan caranya.
“Hallo Gia,” sapa Marcel ramah sambil mencium pipi kanan kiri Georgia. “Kita latihan nanti?”
Georgia mengangguk, “Tentu saja, ada beberapa gerakan yang sulit kuhapal. Rasanya latihan akan membuatku lebih enak,” sahutnya.
“Bagus itu,” sambar Rick.
Jane tersenyum ke arah Georgia sambil mengangguk.
Lalu Rick bersuara melalui pengeras suara memanggil para pemain dan juga kru sebagai tanda akan dimulainya gladi bersih. Georgia melirik ke arah Nicholas namun masih enggan untuk menegurnya.
Latihan berlangsung seharian penuh, Rick cukup puas dengan penampilan pemeran Tyler dan Evangeline, walau dia merasa masih ada yang kurang di antara keduanya. Proses fitting juga dilakukan di sela-sela latihan syuting secara bergantian. Tim penata busana menyesuaikan karakter dan juga ukuran tubuh para pemain saat memilih wardrobe. Mendiskusikan warna baju dan corak baju dengan penata artistik, apakah nanti sesuai dengan adegan yang akan ditampilkan. Rick benar-benar ingin semuanya sempurna saat produksi filmnya berjalan.
“Sebenarnya ada apa antara kau dan Gia, Nich?” tanya Rick saat ia hanya tinggal berdua saja dengan Nicholas, aktornya. “Ingat kalian itu adalah sepasang kekasih…,” tegur Rick.
“Itu di depan umum kan, Rick?”
“Bisa saja para pemburu berita itu tiba-tiba datang ke lokasi syuting. Kamu terlalu terlihat menjaga jarak dengan gadis itu, Nich...,” tuding Rick setengah benar, setengahnya lagi tidak.
“Aku hanya bersikap profesional dengannya, itu saja,” jawab Nicholas diplomatis.
“Ck, ini tidak berlangsung selamanya, Nich. Lagipula tidak ada salahnya gimmick ini kau nikmati seperti sungguhan. Georgia gadis yang sangat cantik, kurasa semua pria di sini melihatnya dengan… kau tahulah.” Rick menggerakkan dagunya ke arah para kru yang sedang memperhatikan Georgia yang masih berbincang dengan pemain yang lainnya. “Lihatlah, kurasa Marcel menyukai Gia….”
Nicholas berdecak menanggapi ocehan sutradaranya itu sembari melayangkan pandangannya ke arah Georgia yang sekarang berbincang dengan Marcel dan pergi berdua ke sebuah hall kecil. Saat itulah Jane datang menghampiri, “Hai Nich….”
“Hai Jane,” balas Nicholas, “aku harus pergi sekarang,” ujarnya seraya melihat jam tangannya dan melenggang pamit untuk pulang lebih dulu. Langit hampir gelap, sekarang sudah pukul 7.30PM, dan Jez Bob—manajer Nicholas sudah menunggu di mobilnya.
“Bye Nich!” seru Jane sambil melambaikan tangannya.
“Bye!” balas Nicholas.
Dia berjalan menuju ke tempat parkiran mobilnya, namun langkahnya terhenti ketika kakinya melewati sebuah ruangan terang benderang dengan suara musik yang cukup keras. Kepalanya melongok ke dalam lalu mendapati Georgia dan Marcel yang sedang berlatih tarian dengan cukup serius.
Tangan Marcel berada pada paha Georgia, tangan satunya pada pinggang wanita itu dan tangan Georgia melingkar di leher Marcel sebagai pegangan untuk menopang tubuhnya yang terangkat dari lantai lalu Marcel membawanya berputar-putar cukup cepat. Kaki Georgia menyentuh lantai, tangan Marcel berpindah ke punggung Georgia sebelum akhirnya wanita itu berputar menghadap Marcel dan menyentuh d**a pria itu sambil menatapnya dengan napas yang terengah-engah. Lalu tangan Marcel yang berada di pinggang Georgia mulai mengangkatnya, dan entah kesalahan apa yang dilakukan oleh pria itu sehingga menyebabkan dirinya kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Georgia yang terjatuh tepat di atas tubuh Marcel langsung sigap berdiri sambil tertawa ringan. “Ups, apa kau baik-baik saja di bawah sana Cel?” tanya Georgia sambil mengulurkan tangannya untuk menawarkan bantuannya.
“Kamu makan apa sih?” godanya sambil menyambut tangan Georgia, tapi ternyata wanita itu mengurungkan niatnya dengan melepaskan kembali tangan Marcel, sehingga membuat pria itu kembali tersungkur, “Ouuch!”
“Silakan bangun sendiri kalau begitu, aku takut menyebabkan kamu jatuh lagi,” sahut Georgia tidak mengindahkan Marcel yang meringis. Dia memutar tubuhnya sekaligus meraih tasnya, lalu dia berjalan menuju pintu keluar dan mendapati tatapan Nicholas ke arahnya di ambang pintu.
“Apa itu tarian yang ada dalam film nanti?” tanya Nicholas spontan.
Georgia mengerutkan keningnya, dia menggeleng, “Bukan,” jawabnya singkat sambil melewati tubuh Nicholas yang menghalangi jalan keluar.
Nicholas berjalan di belakang Georgia yang juga menuju halaman parkir. “Ke mana Gabrielle?”
Kepala Georgia menoleh cepat, ekspresinya aneh, “Tumben nanyain Gaby? Kalau aku tidak ada, apa kamu akan bertanya juga ke mana aku pergi?”
Suara helaan napas terdengar dari arah Nicholas, “Oke, aku minta maaf soal tadi pagi….”
“Kenapa?”
Bola mata perak milik Nicholas bergerak dan sedikit membesar, “Gia….”
“Gia… Nicholas… baru pulang syuting ya… bisa wawancara sebentar?” tanya seorang wanita yang memegang sebuah mikrofon di tangannya.
Nicholas menghela napasnya pendek sambil memandang ke arah Georgia dan mendekatinya. Dengan gerakan natural tangan Georgia langsung melingkar pada lengan Nicholas dan memulai aktingnya sebagai kekasih aktor tampan itu. Seketika wajah cantik Georgia yang tampak lelah sudah terpasang seutas senyum memikat dengan bola mata cokelat yang bergerak-gerak menatap Nicholas dengan penuh cinta. “Iya, kita baru selesai syuting,” Georgia menyahut tanpa peduli reaksi Nicholas akan tindakannya.
“Tanya-tanya sebentar boleh ya? Sebenarnya hubungan kalian ini sejak kapan sih?”
Pandangan Nicholas dan Georgia berserobok, saling tersenyum, “Kamu saja yang jawab sayang,” lontar Georgia, membuat Nicholas terbatuk-batuk.
Tatapan wartawan beralih ke arah Nicholas sambil berdeham, “Jadi, ketemu pertama kali di mana Nich?” tanya pencari berita itu.
Nicholas melemparkan pandangannya sekilas pada Georgia yang mengangguk—menyerahkan semua cerita mengenai pertemuan pertama mereka padanya—dia lalu memasang wajah datar ke arah wartawan, menghela napasnya pendek sekali saja dan menjawab, “Sebenarnya saya tidak suka menceritakan kehidupan pribadi saya, biarlah hal itu tetap menjadi privasi kami berdua. Yang pasti saat ini kami sedang dekat dan sedang saling mengenal satu sama lain…,” ujarnya sambil menarik tangan Georgia ke arah mobilnya.
Walau Georgia terlihat bingung, tetapi dia dengan pasrah tetap mengikuti permainan Nicholas dan masuk ke dalam mobilnya—di mana Jez Bob, manajer Nicholas membukakan pintunya dan menghalau sekitar 5 orang wartawan yang terus mengejar pasangan palsu tersebut.
Jez Bob melajukan mobilnya keluar dari pekarangan parkir. “Kalian baik-baik saja kan?” tanyanya.
Georgia dan Nicholas mengangguk bersamaan, tangan mereka sudah terlepas sejak akan masuk ke dalam mobil tadi. “Sebaiknya kamu tidak usah menambah-nambah drama ini, Gi,” ujar Nicholas tanpa melihat Georgia seolah dia tidak suka dengan kejadian tadi.
“Ehm, Jez. Mobilku ada di belakang sana,” sela Georgia sengaja mengindahkan komentar Nicholas sambil menunjuk ke arah mobilnya berada dengan tangannya.
Georgia tahu kalau Nicholas memang tidak suka dengan sandiwara setingan romansa ini. Namun dia tetap mau memerankan perannya sebagai kekasih Georgia hanya karena pria itu masih terikat kontrak dengan Walker Movie Industry tanpa kecuali. Jadi Georgia tidak ambil peduli dengan sikapnya sekarang. Jez memutar balik mobilnya ketika dia melihat rombongan wartawan sudah tidak lagi berada di parkiran mobil.
“Aku hanya melakukan peranku sebaik mungkin, Nich,” sahut Georgia pada saat turun dari mobil untuk pindah ke mobilnya sendiri. “Terima kasih Jez,” ucapnya sambil melemparkan senyum dari bibir menggodanya pada Jez Bob.
***