PART 4 - CHEMISTRY
“Kurasa Georgia itu tidak seburuk yang diberitakan media dan aktingnya juga bagus, coba kamu lihat film-film yang sudah dia perankan,” ujar Jez Bob pada Nicholas ketika sahabatnya itu menceritakan tentang kontrak yang ditawarkan kepadanya dan Georgia demi alasan membangun chemistry antara dirinya dan wanita itu.
Nicholas sedang memasukkan kausnya dari ujung kepalanya. Namun, dia menyahut, “Ya, aku juga kan tidak mengatakan aktingnya tidak bagus, hanya saja dia juga mengandalkan yang lainnya….”
“Apa?”
Mata Nicholas menyipit terarah kepada Jez yang duduk di sofanya, “Maksudmu?”
“Ya, apa yang dia andalkan selain aktingnya menurutmu?” ulang Jez Bob.
“Ehm… kecantikannya mungkin?”
“Jadi menurutmu dia cantik?”
Nicholas berdecak sembari meraih ponsel dan kunci mobilnya. Jari telunjuknya mengarah pada pria berkemeja biru itu, “Stop right there Jez!”
“Yang pasti Georgia itu ternyata aslinya sangat cantik, Nich. Jangan bilang kamu tidak mengakui hal itu,” ledek Jez.
“Tidak ada yang tidak mengakui itu, Jez. Tapi tetap saja aku tidak suka wanita model seperti dia, bukan tipeku,” katanya sambil mengikat tali sepatunya.
Jez Bob meraih tas Nicholas dan memberikannya pada sahabatnya itu, “Anggap saja kamu juga sedang berakting dalam film jika sedang bersamanya, toh kalian hanya perlu berakting di depan wartawan kan?” cakapnya.
Alis Nicholas berkerut, “Sepertinya wanita itu punya penggemar baru,” sindirnya.
“Aku sudah bicara beberapa kalimat dengannya, dan wanita itu memang punya daya tarik sendiri, Nich. Aku yakin kamu akan berpikir sama jika sudah mengobrol lama dengannya,” tambah Jez Bob.
Nicholas menggelengkan kepalanya sembari berjalan menuju pintu keluar apartemennya.
***
Rick melihat ke arah depan, di mana Georgia dan Nicholas berdiri untuk berlatih beberapa dialog. “Nicholas… saya bukan sedang meragukan aktingmu sama sekali, tapi saya tidak melihat Tyler dalam dirimu!” ocehnya. Pria itu menghampiri dua pemeran utamanya itu dan mengarahkan gestur yang dia inginkan dan harus dilakukan Nicholas terhadap Georgia. “Tyler Dominic adalah pria dingin yang sulit untuk mengungkapkan perasaannya, tetapi dalam hatinya, pria itu sebenarnya menyimpan cinta untuk Evangeline…,” katanya. “Saya belum mendapatkan tatapan itu dari matamu, Nich.”
Nicholas menghela napasnya sambil mengangguk. Bagaimana dia bisa menatap Georgia penuh cinta, kalau dalam hatinya tidak menyukai wanita ini. Tapi sekali lagi dia adalah aktor professional, tentu saja dia dituntut untuk bisa memiliki rasa itu pada Georgia.
“Dan Gia… Evangeline adalah wanita yang polos dan bukan wanita yang terlihat begitu ingin menyerahkan dirinya pada pria seperti Tyler dengan begitu mudahnya. Karena matamu menunjukkan sebaliknya…,” koreksi Rick dengan pedas. “Saya rasa mungkin ini memang akan sedikit sulit untukmu karena karakter Evangeline sangat bertolak belakang sekali dengan sifat aslimu, tapi saya percaya sebagai artis profesional kamu bisa memberikan saya penampilanmu yang terbaik. Bukan begitu Gia?” sambung Rick.
Georgia memandang ke arah Rick dengan tatapan terluka. Dia merasa diremehkan dengan ucapan Rick tersebut. Namun, dalam hati dia menyadari satu hal, bisa jadi kesinisannya ada kaitannya dengan penggantian pemeran utama yang tiba-tiba itu—yang merupakan campur tangan Mr. X. Tapi dia tidak peduli sama sekali. Yang terpenting saat ini adalah, dirinyalah yang mendapatkan peran sebagai Evangeline dan akan menikah dengan Tyler Dominic yang diperankan oleh pria idamannya, Nicholas Brewer yang sangat tampan—di sebelahnya—ini.
Rick kembali membahas pentingnya semua peran yang terlibat dalam film garapannya ini. dia membuka diri untuk semua pemeran berimprovisasi selama tidak keluar dari jalur cerita. Kemudian latihan dialog berlangsung cukup lancar. Dan situasi canggung tercipta tatkala latihan dialog sampai pada adegan romantic antara Tyler dan Evangeline. Karena ini hanya latihan, mereka hanya membacakan dialognya saja—sesuai arahan Rick selaku sutradara dan Jane selaku penulisnya.
Latihan ini diperlukan untuk menciptakan chemistry yang bagus antara setiap pemain. Rick Dant adalah sutradara yang menginginkan adegan yang sempurna dan detail, dia ingin agar setiap pemain paham pada arahannya. Rick tidak segan ikut berlatih untuk menyampaikan keinginannya pada Nicholas dan Georgia atau yang lainnya.
Rick juga menekankan kepada artis pemeran utama ketiga, yang berperan sebagai teman kuliah Evangeline dalam cerita ini. Marcel Tores sebagai Edward Rods. Edward digambarkan sebagai pria yang pintar menari, karena selain sebagai aktor film, Marcel Tores juga adalah seorang dancer terkenal di Canada. Rick melihat ke arah Georgia dan berkata, “Gia, kamu juga bisa berlatih menari dengan Marcel untuk tarian dalam peranmu nanti,” saran Rick. “Walau nantinya juga ada penata tari yang akan melatih kalian ....”
Mata Marcel dan Georgia bertemu dan saling memandang, lalu mereka mengangguk bersamaan sambil tersenyum. “Tentu saja Rick,” sahut mereka senada dan hampir berbarengan. “Aku pernah berlatih balet dulu kala,” ujar Georgia dengan senyumannya yang memikat, “tenang saja Cel, kamu tidak akan kesulitan mengajariku… karena aku orang yang cepat belajar,” tambahnya dengan percaya diri.
Marcel tersenyum tipis, sambil menganggukkan kepalanya. Namun, tatapannya tidak lepas pada Georgia, “O ya, tentu saja aku percaya hal itu, Gia,” ujarnya.
Georgia ikut tersenyum, “Aku merasa kamu sedang berbohong, mulutmu memang bilang percaya tapi nada dan ekspresi kamu mengatakan yang lainnya Cel,” selanya.
Marcel menggelengkan kepalanya, “Sumpah, aku tidak bermaksud demikian.” Dia tertawa pendek dan menularkan tawanya pada Georgia.
***
Saat ini, Georgia masih berlatih dengan Marcel untuk beberapa dialog yang harus mereka ucapkan dalam scene mereka nanti. Ada beberapa gerakan juga yang ditunjukkan Marcel mengacu pada narasi yang dibacanya. Georgia mengikuti dan seketika mereka mendapatkan kenyamanan atau chemistry yang diinginkan. Ini pertama kalinya Georgia bekerja sama dengan Marcel dalam sebuah film, walau sebelumnya mereka pernah berada dalam satu project iklan. Namun, tidak pernah sedekat ini, karena syuting iklan waktu itu Georgia hanya sebagai peran tambahan. Lagipula saat itu syutingnya hanya berjalan tiga hari saja. Menurutnya Marcel adalah pria yang menyenangkan dan supel—berbeda dengannya. Rick sepertinya cukup puas melihat kerja sama mereka berdua.
Ketika Rick meminta Georgia dan Nicholas untuk kembali melatih dialog penting mereka, jantung Georgia harus kembali berdegup keras. Entah kenapa sangat berbeda jika harus berhadapan dengan Nicholas Brewer sebagai lawan mainnya. Nicholas dan Tyler sangatlah jauh berbeda. Ketika menjadi Nicholas, mata perak pria itu tidak pernah menatap Georgia sama sekali. Namun, ketika pria itu sudah menjadi Tyler Dominic, matanya seakan-akan ingin menelan Georgia hidup-hidup. Ketika hal itu terjadi maka seluruh tubuh Georgia akan bergetar dan merinding. Wanita pecinta warna merah itu berpikir bahwa tidak seharusnya dia membuang kesempatannya sebagai Evangeline untuk berdekatan dengan lawan mainnya itu. Jadi yang dia lakukan sebelum latihan dimulai adalah menegurnya. “Hai ...,” sapa Georgia berusaha untuk ramah.
Nicholas hanya mengulum bibirnya sambil mengangguk. Setelah menerima arahan Rick, pria itu mulai membaca dialognya dengan beberapa gerakan sesuai dengan narasi yang ada. Beberapa kali Rick menginterupsi dan memberi arahan mengenai gestur keduanya yang masih terlihat sangat canggung menurut sutradara tersebut.
Georgia menelan ludah ketika ada adegan Tyler yang harus memegang pinggang Evangeline karena perasaan cemburunya pada Marcel. Walau dalam hati dia berteriak kegirangan karena sentuhan ringan itu. Namun, Nicholas tidak benar-benar menyentuh pinggangnya saat itu, hanya gerakan tangannya seolah-olah demikian. “Ini kan hanya latihan Rick…,” protesnya ketka Rick menegurnya dan menunjukkan bagaimana Nicholas seharusnya memeluk pinggang Evangeline yang sudah menjadi istrinya.
Nicholas mengakui dia memang sedikit kesulitan membangun chemistry dengan Georgia saat ini. Namun dia berjanji pada Rick akan melatihnya sendiri. Ini pasti dikarenakan sosok seorang Georgia Jenskin yang lekat dengan sensasinya yang buruk. Entahlah kenapa hal itu sangat mempengaruhinya saat ini. Aktris itu dikatakan hanya mengandalkan tubuh dan kecantikannya untuk menjadi popular seperti sekarang. Walau dia tidak sepenuhnya percaya dengan berita yang beredar dan juga karena dia memang tidak mengenal dekat siapa Georgia Jenskin itu. Namun, beberapa kenalan yang pernah mengenal Georgia mengatakan berita itu adalah benar dan berita tentang aktris itu di media juga kurang lebih kebanyakan hanya sensasi saja, maka Nicholas sama sekali tidak tertarik untuk mengenal wanita itu lebih dekat. Parahnya, sekarang wanita itu malah menjadi lawan mainnya dalam sebuah film dan dia tidak bisa mengelak karena sudah terikat kontrak.
***
“Nicholas!”
Pria itu menoleh ke arah suara wanita dari dalam gedung. Seorang wanita cantik berpakaian mencolok berwarna pink. Dia adalah Key Leigh, seorang penyanyi terkenal di Canada. Dan wanita itu dikenal sebagai teman terdekat Nicholas Brewer saat ini—walau banyak yang mengira kalau mereka menjalin hubungan istimewa. Namun, Nicholas tetap mengaku bahwa Key Leigh hanyalah seorang sahabat pada media.
Seutas senyum langsung mengembang di wajah Nicholas, tapi sebaliknya… Georgia yang sedang menunggu kedatangan Nicholas dan ingin mengajaknya untuk sekadar makan malam bersama—melengkungkan mulutnya ke bawah. Keningnya berkerut menatap Nicholas yang bergerak menghampiri wanita itu. Mau apa sih wanita itu datang ke sini? gusarnya dalam hati.
Nicholas menghampiri Key dan mereka berpelukan cukup lama. Tangan Nicholas membelai rambut Key yang tergerai panjang. “Kamu sedang apa di sini?” tanya Nicholas.
“Aku baru saja selesai meeting dengan pihak manajemen Walker, dan aku melihatmu keluar dari gedung ini… aku memang tadi sempat mendengar informasi kalau kamu sedang berlatih dialog di sini…,” jawab Key sumringah. Lalu matanya beralih melihat pada Georgia yang berada cukup jauh di belakang Nicholas dan seolah berbisik pada Nicholas, dia bertanya tentang wanita itu. “Bukankah itu Georgia Jenskin?” tanyanya.
Pria itu mengangguk, “Yup, tidak salah lagi.”
Dahinya mengerut berlipat-lipat, “Huh? Sedang apa dia di sini?” Keningnya berkerut, sambil kembali menatap Nicholas, Key berujar, “Jangan bilang kalau kamu main film dengan artis tidak jelas itu, Nich?” tudingnya seakan tidak percaya kalau Nicholas akan menerima tawaran film bermain dengan artis penuh sensasi seperti Georgia Jenskin itu.
“Ssh, sudahlah. Dia tidaklah seburuk yang kamu kira Key,” jawab Nicholas.
Wanita itu berdecak, “Huh? Jadi benar lawan main kamu itu Georgia Jenskin?” pekiknya tidak percaya. “Aku tahu kamu Nich, tidak mungkin kamu mau main film sama wanita begitu, ya kan?”
“Apa maksud kamu dengan ‘wanita begitu’, huh?” tanya Georgia yang tiba-tiba mendatangi Key Leigh dan Nicholas yang tengah berbincang.
Mata Key Leigh membesar, “Ck, semua orang juga tahu, kamu itu wanita seperti apa, Georgia!” jawabnya.
“Oh ya? Coba jabarkan… wanita seperti apa aku ini, Nona Key Leigh!” balas Georgia tidak kalah garang.
Nah kan Ratu Sensasi memulai aksinya, pikir Nicholas dalam hati.
Keributan itu menarik perhatian pencari berita yang sedang berada di luar gedung Walker Industries. Dan mereka baru menyadari bahwa keributan itu melibatkan artis-artis terkenal di Canada dan bisa menjadi berita yang hangat. Apalagi ada seorang Nicholas Brewer yang memang dikabarkan dekat dengan Key Leigh.
Mata Georgia menangkap kedatangan wartawan yang mendekati mereka, “Satu hal yang aku mau sampaikan Nona Key Leigh yang terhormat. Saya minta agar Anda tidak usah terlalu dekat lagi dengan Nicholas mulai sekarang! Kamu tahu kenapa?!” Georgia melihat kepada pemilik sepasang mata berwarna perak yang melotot ke arahnya, “Karena Nicholas sekarang adalah kekasihku!”
Kilatan foto bergantian menerjang mereka bertiga. Nicholas menelan ludahnya sambil menatap ke arah Georgia setajam pedang samurai. Beruntung Jez Bob dan Gabrielle datang di waktu yang tepat untuk menyelamatkan mereka dan mendorong ketiganya untuk kembali masuk ke dalam gedung.
“Huh? Apa itu benar Nich???” Suara Key Leigh lantang terdengar ketika pintu lobi tertutup untuk para pencari berita tersebut.
Georgia menyeringai memandang penyanyi bermulut pedas tersebut. Dia tersenyum puas dalam hati akan aktingnya tadi. Besok pagi, pasti berita mengenai mereka bertiga akan menjadi pembicaraan hangat. Walaupun ada risiko bahwa dia yang akan kembali dihujat sebagai orang ketiga dan sebagainya.
“Apa yang kamu lakukan sih Gia?” tanya Gabrielle geram sambil melihat ke arah Nicholas yang tengah berjalan ke arah mereka berdua.
“Nikmati saja tontonan ini Gaby,” sahut Georgia santai.
“Apa yang kamu lakukan tadi, Gia?” tanya Nicholas dengan suara beratnya. Matanya yang berwarna keperakan memandang ke arah Gabrielle dengan tajam sebagai isyarat mengusir wanita tambun tersebut untuk pergi dari hadapannya, “biarkan saya bicara dengannya sebentar,” katanya dengan nada serendah mungkin.
“Tentu… tentu,” jawab Gabrielle sambil berlalu pergi.
Georgia menyandarkan punggungnya di sofa sambil melipat tangan di depan dadanya, dia berusaha untuk bersikap santai padahal jantungnya berdegup sangat kencang, “Tenang saja Nich, aku hanya menjalankan kontrak gimmick kita, itu saja,” sahutnya.
“Tapi seharusnya hal itu dibicarakan dulu denganku, kan?”
“Kamu pasti sepakat bahwa ini malah akan terlihat lebih natural… bukan begitu?”
Nicholas menggelengkan kepalanya sambil menatap Georgia dengan matanya yang menyipit , “Apa pun demi popularitas, begitu kan, Gi?”
Georgia menelan ludahnya mendengar Nicholas memanggilnya berbeda, Gi… Dia menyukai panggilan itu. “Apa pun… kamu benar Nich.” Wanita itu berdiri dan menghadap Nicholas dari dekat, “Besok seluruh Canada akan tahu, bahwa aku adalah wanita yang akan kamu akui sebagai kekasih, begitulah menurut kontrak yang sudah kita tanda tangani, bukan begitu Nicholas sayang?” Georgia mencubit lembut dagu Nicholas sembarang.
Jakun Nicholas bergerak naik turun—tenggorokannya seketika tercekat. Wanita di depannya benar-benar begitu berambisi akan karir keartisannya dan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Matanya mengikuti kemana punggung Georgia berjalan. Dia mendengkus cukup keras sambil berpikir, mungkin ini benar-benar akhir dari karir keartisannya—karena dia bersumpah tidak akan pernah lagi setuju untuk kontrak seperti ini.
***
Syuting filmnya bahkan baru akan dimulai minggu depan tapi pemberitaan mengenai pemeran utamanya Nicholas Brewer dan Georgia Jenskin begitu hangat dibicarakan dan menjadi pemberitaan acara gossip atau infotainment yang muncul hampir di semua media. Baik fans mau pun haters keduanya sama-sama kaget dengan pemberitaan ini. Ada yang menghujat Georgia menjadi penyebab bubarnya hubungan Nicholas dan Key Leigh, ada juga yang bertanya-tanya mengenai kebenaran beritanya, ada juga yang memang mengira bahwa ini hanyalah bentuk promosi untuk film yang akan mereka perankan—inilah yang benar.
Sudah dua hari ini berita di televisi dan juga media sosial isinya tentang keributan dan pernyataan Nicholas tentang hubungannya dengan Georgia Jenskin yang diakuinya sebagai pasangannya sekarang ini. Dia juga mengklarifikasi bahwa hubungannya dengan Key Leigh selama ini hanyalah sebatas teman saja. Nicholas juga sempat mengatakan pada wartawan bahwa Georgia bukanlah orang ketiga dalam hubungannya dengan Key Leigh.
Rick dan Jane tersenyum puas dengan keadaan yang mereka ciptakan itu. Ini bahkan melebihi harapan mereka. Walau respon penggemar keduanya beragam, ada yang pro dan ada yang kontra, ini adalah hal yang wajar. Namun, dengan hangatnya pembicaraan tentang mereka berdua tentu akan memudahkan mereka dalam mempromosikan film terbarunya.
Sementara itu senyum Georgia mengembang ketika menyaksikan pernyataan Nicholas di layar kaca yang mengatakan bahwa hubungannya dengan Georgia sudah terjalin sebelum adanya penawaran untuk bermain dalam film yang sama.
“Jadi kebetulan yang menyenangkan dong ketika kalian berdua dinobatkan menjadi pemeran utama dalam film First Love itu?” tanya wartawan saat berhasil mencegat Nicholas keluar dari apartemennya. Nicholas hanya mengangguk sambil melengos dan bergegas masuk ke dalam mobil. “Nicho, ada juga yang bilang bahwa ini hanyalah kebutuhan marketing saja untuk memperkenalkan film baru kalian? Bagaimana dengan hal itu Nich?”
“Ya terserah bagaimana kalian saja melihatnya…,” jawab Nicholas dengan nada kesal lewat jendela pintu mobil yang dia buka.
“Kenapa baru Anda baru menyatakan sekarang kalau Anda dan Georgia Jenskin ternyata menjalin hubungan serius?” tanya salah satu wartawan.
“Karena saya tidak mau Gia dituding macam-macam atas keributan yang sebelumnya terjadi. Oke jelas ya?! Maaf saya buru-buru! Terima kasih!” Lalu mobil yang dinaiki Nicholas pun melaju dengan cepat meninggalkan kerumunan wartawan.
“So sweet sekali Nicholas itu, tapi sayangnya… cuma akting!” komentar Gabrielle gusar.
Georgia berdecak menatap manajer sekaligus sahabatnya itu. “Bisa diam tidak sih? Setidaknya dia menyebut namaku, kan barusan?” ocehnya sumringah. Georgia akhirnya menceritakan pada sahabatnya itu mengenai kontrak gimmick yang disepakatinya bersama Nicholas.
“Ck, sebenarnya aku kurang setuju deh dengan marketing gimmick begini. Kamu pasti akan sakit hati, Gia. Laki-laki itu aktingnya tidak pakai perasaan, kalau kamu? Kamu cinta sama dia dari pertama kali kamu terjun di dunia akting, mencari perhatiannya dengan berbagai sensasi yang kamu ciptakan sendiri. Tapi apa? Dia tidak pernah sekalipun melirikkan matanya ke kamu! Jadi… saranku, jangan pakai hati, atau kamu akan sakit hati,” oceh Grabrielle panjang lebar.
“Biarkan aku happy sebentar saja Gab… please.”
Gabrielle merapatkan mulutnya sambil menatap sahabatnya itu dengan sendu, “Ya ampun sayang, kamu itu berhak untuk bahagia, tap ikan tidak harus begini caranya.” Gabrielle menghela napasnya panjang, “Baiklah… kalau ini memang membuat hati kamu happy… teruskan, karena aku orang yang paling bahagia kalau kamu bahagia Gia,” gumamnya.
“Walau Nicholas mengatakan bahwa Key itu hanya sebatas temannya, tapi dia memperlakukannya dengan sangat lembut dan hangat Gab. Aku juga ingin diperlakukan seperti itu….”
Gabrielle memandangi Georgia sambil tersenyum prihatin, “Bukannya aku sudah memperlakukan kamu dengan sangat lembut, Gia?” sahutnya asal sambil tertawa ringan.
Georgia ikut terkekeh sambil memukul bahu sahabatnya itu. Gabrielle memang selalu bisa menghiburnya, selalu ada untuknya dan selalu bisa membuat kepercayaan dirinya timbul lagi ketika hampir tenggelam ke dasar laut.
“Kamu itu wanita yang cantik, seksi, baik dan yang pasti suara kamu lebih bagus dari suara cempreng-nya si Key Leigh itu. Kamu juga layak bahagia, Gia! Kamu pasti akan bahagia dan menemukan orang yang bisa membuat kamu bahagia. Camkan itu!” ujar Gabrielle.
“Tapi kenapa Nicholas tidak bisa bersikap lembut padaku ya, Gab?”
“Karena cowok itu belum mengenal kamu sepenuhnya,” sahut Gabrielle sambil menelan ludahnya, “atau karena cowok itu bodoh!”
Georgia tertawa ringan sambil mencubit hidung Gabrielle, “Iiih... paling bisa!” gemasnya.
Tapi hatinya lega dan bahagia, walau pada kenyataannya memang Georgia menyadari reputasinya sangatlah buruk di luar sana. Hujatan dan hinaan yang ditujukan padanya bukannya tidak menyakiti hatinya, hanya saja dia merasa tidak perlu menjelaskan kepada semua orang apa yang sebenarnya terjadi. Karena belum tentu orang yang membencinya percaya dengan penjelasannya. Apa pun yang orang lain katakan tentang dirinya Georgia tidak peduli, selama orang terdekatnya selalu ada untuknya.
***