Chapter 14 : Taman

1095 Words
Sudah tiga hari lamanya Kenzie dan Kyra mengembara di dalam hutan. Hubungan mereka juga semakin dekat, tidak sekaku sebelumnya. Kenzie pun perlahan mulai membuka kembali pintu hatinya yang tertutup. Kini keduanya tengah berada di sebuah taman bunga yang luas. Ketika Kyra sedang asik berlarian ke sana sini, karena begitu bahagia kala melihat indahnya bunga-bunga yang tumbuh, Kenzie hanya memerhatikan dari jauh. Pemuda itu tidak memalingkan pandangannya ke tempat lain. Senyum tipis tampak jelas di wajah Kenzie, melihat Kyra yang begitu senang bermain di taman bunga, membuat ia ikut bahagia. Ia sungguh tak mengerti perasaan apa ini, tetapi satu hal yang pasti, hatinya mulai merasakan kehangatan lagi. Tersenyum selama beberapa saat, raut wajah Kenzie yang ceria, kini berubah menjadi masam. Kedua tangannya mengepal erat, giginya pun ikut gemeretak. Namun, tak lama kemudian, ia mengembuskan napas panjang, kembali mendinginkan kepalanya yang memanas. “Haah ... menyebalkan.” Kenzie menunduk, lalu menatap langit cerah berhiaskan awan. “Aku tidak boleh bersantai! Aku pasti akan membalas mereka!” gumam Kenzie, mencoba menahan agar suaranya tidak menggema di dalam hutan. “Kenzie! Lihat ini!” Di sisi lain taman, Kyra melambai pada Kenzie. Kenzie tersenyum, lalu segera mendekati gadis itu. “Apa itu?” “Tara!” Kyra tersenyum lebar, memberikan sekuntum bunga berwarna-warni pada Kenzie. “Ehehe, ini untukmu!” Kenzie menerima bunga tersebut dengan senyum lebar, kemudian memetik bunga berwarna putih di sebelahnya, dan memasang bunga itu ke telinga Kyra. “Itu untukmu!” Kenzie tersenyum lebar, sementara wajah Kyra memerah begitu cepat. “Hua!” Kyra segera berbalik, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sepertinya dia malu menatap mata Kenzie. Tentu tingkah laku gadis itu membuat tanda tanya besar di kepala Kenzie. Bahkan, saking bingungnya, Kenzie tidak dapat berkata apa-apa, dan hanya memiringkan kepala. Ekspresi kebingungan di wajahnya sudah memberitahukan apa isi pikirannya sekarang ini. “Kyra ..., apa aku melakukan sesuatu yang salah?” Perlahan Kenzie menepuk pundak gadis itu. Sontak Kyra melompat, kepalanya seperti berasap, lalu dia segera pergi dengan berlari sekuat tenaga tanpa memedulikan sekitar. “Kya! Aku tidak mencintaimu atau apa pun!” Sekarang, bukannya mengerti, tanda tanya di kepala Kenzie malah semakin besar. “Ada apa dengan dia?” *** Saat hari sudah menjelang petang, mereka melanjutkan perjalanan, mengembara di dalam hutan. Tujuan mereka adalah mencari sebuah desa, bukan hanya untuk beristirahat, tetapi juga untuk mencari informasi tentang pecahan Pedang Excalibur. Akibat kejadian siang tadi, Kyra berjalan di belakang Kenzie sambil menundukkan kepala. Wajahnya masih saja memerah, karena malu dengan tiba-tiba mengungkapkan isi hatinya. Akan tetapi, sebenarnya Kenzie tidak menyadari pengakuan gadis ini. Kenzie tidak menanggapi ucapan Kyra siang tadi dengan serius, sebab ia mengartikan apa yang didengarnya begitu saja, yakni Kyra tidak mencintainya, karena gadis itu memang berkata demikian. Oleh karena itulah, sekarang Kenzie menjadi bingung dan tidak dapat memahami, kenapa Kyra merasa malu. Sebelum matahari benar-benar tenggelam di ufuk barat, Kenzie berhasil memangsa beberapa ekor burung. Setelah membersihkan burung-burung itu, ia lantas memanggang dan memakannya bersama dengan Kyra. Di belakang mereka berdua sekarang, terdapat sebuah gua kosong. Selama tiga hari mengembara, mereka hanya tidur di bawah pohon ataupun di balik batu besar. Namun, entah karena apa, mereka hari ini beruntung dapat menemukan gua kosong sebagai tempat berteduh. “Ke, Kenzie ... apa kau mendengar apa yang aku ucapkan tadi siang?” Walau malu untuk mengakui, Kyra tetap mencoba memverifikasi pada Kenzie, apakah ucapannya didengar oleh pemuda itu. Kenzie tampak tak acuh, dan menjawab seadanya, sesuai kenyataan, “Ya, aku mendengarnya.” Seketika wajah Kyra kian merona. “Lu-lu-lu-lupakan saja itu!” “Kenapa?” Kenzie masih belum juga mengerti, dan malah dengan santai ia melanjutkan makan. “A-a-a-apa kau tidak terganggu mendengarnya?” “Kenapa aku harus terganggu? Lagipula, kita memang hanya sebatas teman ....” Wajah Kyra yang tadinya merah merona, kini berubah menjadi murung. Gadis itu meletakkan burung panggang di tangannya, lalu masuk ke dalam gua. “Begitu ya? Ya sudah, aku sepertinya sangat kelelahan, aku kembali ke gua dulu.” “Ya!” Tampaknya Kenzie benar-benar tak acuh dalam memperlakukan Kyra. Memang benar kalau sebelumnya hubungan mereka sempat sangat dekat, tetapi Kenzie tidak merasa kalau kedekatannya itu perlu dipikirkan. Ia hanya mengira kalau Kyra membutuhkan sandaran dan tempat pulang sementara saja, tidak lebih dari itu. Dan juga, Kenzie tidak ingin mengubah tujuan awalnya. Usai melahap habis burung panggang di tangannya, Kenzie tidak langsung masuk ke gua. Ia menatap langit berbintang sejenak dengan ekspresi datar. Kenangan masa lalunya kembali berputar dalam ingatan, seolah ingatan tersebut baru terjadi kemarin. Akan tetapi, karena sudah terbiasa, Kenzie membiarkan ingatan tersebut terus terlihat dalam pikirannya. “Aku akan membalas kalian semua ...,” ucap Kenzie, tenang, bersamaan dengan embusan angin yang menerpa jubah hitam panjangnya. Langit yang tadinya dihiasi bintang, kini perlahan tertutup oleh awan gelap. Embusan angin semakin kencang, dan petir menyambar-nyambar di angkasa. Kenzie pun bangun dari duduknya, memasukkan kedua tangan dalam saku celana, kemudian berjalan masuk ke dalam gua. Tak lama berselang, hujan pun turun, mengguyur api yang digunakan Kenzie dan Kyra untuk membakar burung hasil buruan mereka, hingga padam tak tersisa. *** Esok harinya, ketika matahari sudah bersinar terang, mereka berdua telah memulai perjalanan. Kenzie membuka jalan dengan mematahkan apa pun penghalang di depan mereka, supaya dapat terus melangkah. Di sisi lain, wajah Kyra tampak begitu pucat. Namun, Kenzie sepenuhnya mengabaikan gadis itu, seolah tak ada yang terjadi. Sebab, sebelumnya Kenzie sempat bertanya bagaimana keadaan Kyra, tetapi Kyra menjawab kalau dirinya baik-baik saja. Berulang kali Kenzie menanyakan hal yang sama, dan jawaban yang ia terima juga sama. Itulah mengapa ia sekarang mengabaikan Kyra. Setelah jauh berjalan, sejenak Kenzie melirik ke belakang. Ia pun dengan segera mengembuskan napas panjang, lalu menyuruh Kyra menunggunya di sini sementara waktu, “Tunggulah di sini, aku akan segera kembali.” “Hm!” Kyra menjawab pelan, lalu duduk di bawah sebatang pohon rindang. Kenzie lantas berjalan ke sekitar. Ia memetik buah-buahan secukupnya, lalu kembali ke tempat Kyra berada. Melihat wajah gadis itu masih muram, Kenzie tidak tahu harus bagaimana cara menghiburnya. “Ini, makanlah. Setidaknya isi perutmu dulu ....” Kenzie menyodorkan buah-buahan yang ia bawa pada Kyra. Kyra mengambil buah-buahan itu tanpa semangat, lalu menganggukan kepala, “Terima kasih.” Mendengar jawaban datar dari Kyra, Kenzie mengembuskan napas panjang, kemudian duduk di sebelah kiri gadis itu. Kenzie duduk dengan santai, menikmati waktu istirahat mereka setelah lama berjalan. “Ini, kau juga perlu makan.” Perlahan Kyra memberikan buah di tangannya pada Kenzie. Kenzie sedikit tersentak, lalu menerima buah itu. “Ah, iya.” Ia pun tersenyum tipis. “Makasih.” Melihat senyum tipis Kenzie, Kyra sedikit tertawa. Dari situ, Kyra mulai ceria kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD