Chapter 59 : Ruang Gelap II

1216 Words
Cukup lama waktu berlalu, Kenzie terus saja menyerang makhluk-makhluk berwarna hitam di dalam jurang ini, hingga akhirnya ia melihat seorang remaja berambut biru cerah yang dipotong pendek. Remaja yang tinggi badannya sedikit lebih pendek dari Kenzie itu, mengenakan topeng berwarna putih yang bergambarkan mata tertutup dan senyum tipis. Langsung saja Kenzie berdiri di sebelah remaja tersebut, menyerang para makhluk hitam secara bersamaan. Remaja itu tampaknya sadar kalau Kenzie berdiri di sebelahnya, jadi tanpa aba-aba apa pun lagi, dia seketika menarik tangan Kenzie, lalu masuk ke dalam sebuah gua dan menutup gua tersebut agar para makhluk hitam tidak dapat menerobos masuk. Setibanya di dalam gua, Kenzie langsung jatuh terduduk, mencoba menstabilkan tarikan napasnya lagi. Tubuh pemuda itu tetap bercahaya, karena di dalam sini tidak terdapat obor atau apa pun yang bisa menjadi sumber cahaya. Namun, ia merasa lega karena akhirnya tidak bertarung dengan para makhluk hitam itu lagi. “Hei, siapa kau? Bagaimana kau bisa ada di sini?” tanya remaja bertopeng pada Kenzie, tepat di depan mata Kenzie. Sejenak Kenzie mengamati remaja tersebut, di mana meski sudah di tempat aman, remaja itu masih tetap menggenggam erat katana di tangan kanannya. Akan tetapi, Kenzie tidak mau memikirkan itu terlebih dahulu, sebab ia dapat memahami kenapa remaja ini masih menggenggam erat katananya. “Namaku, Kenzie. Aku terjatuh ke sini karena sebuah pertarungan dengan seseorang yang diakibatkan oleh salah paham,” jawab Kenzie, tenang, kembali berdiri tegak. “Kau sendiri? Siapa namamu, dan kenapa kau bisa ada di sini?” “Aku Zill. Aku sudah lama hidup di sini, sendirian ....” “Sudah lama? Apa maksudmu sudah lama?” Kenzie bingung mendengar apa yang baru saja Zill katakan. “Kau pasti baru terjebak di sini beberapa hari terakhir, kan? Tidak mungkin begitu lama ....” Zill memalingkan wajah ke arah lain. “Terserah kau ingin percaya padaku atau tidak, tapi aku sedang menunggu seseorang di sini. Itulah tugasku ....” “Tugas? Siapa orang yang kau tunggu itu?” Kenzie kian tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang dibicarakan oleh Zill. “Aku tidak bisa mengatakannya padamu lebih dari ini. Tapi, satu hal yang pasti, aku akan tetap di sini, dan aku akan membawamu keluar setelah beristirahat sejenak ....” Mengetahui kalau Zill pasti sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak dapat diberitahukan, Kenzie tidak memaksa untuk mengorek lebih banyak informasi, tetapi ia ingin mengetahui siapa orang yang sedang Zill tunggu. “Aku tahu kau tidak dapat memberitahukan banyak rahasia padaku, tapi apakah aku bisa mengetahui ciri-ciri orang yang kau tunggu itu?” Terdiam sejenak, Zill tampak memikirkan apakah dirinya harus memberitahu Kenzie atau tidak. Tak lama berselang, ia lantas mengembuskan napas panjang, menjawab, “Karena kau tampak bukan seperti orang yang mencurigakan, aku akan memberitahumu.” Zill menjeda kalimatnya. “Aku tidak dapat memberitahukan rinciannya dengan jelas padamu, sebab aku juga tak tahu. Apa yang aku tahu adalah sebuah kalimat yang bisa merujuk padanya, yakni, ‘Cahaya penghakiman akan datang’ ....” “Cahaya penghakiman akan datang?” Kenzie mengulangi ucapan Zill, sedikit terkejut mendengarnya. Zill lantas berbalik, menatap wajah Kenzie. “Apa kau tahu sesuatu tentang itu?” Kenzie menggelengkan kepala beberapa kali. “Aku tidak tahu apa itu, tapi aku pernah mendengar kata itu di suatu tempat. Seingatku, kalimat itu pernah Kyra bacakan padaku ketika kami berada dalam sebuah ruang bawah tanah ....” “Kau yakin dengan itu? Kau tidak sedang mengarang-ngarang sebuah peristiwa untuk mengecohku, kan?” “Tidak. Aku tidak mengarang-ngarang. Aku memang pernah menemukan tulisan seperti itu bersama dengan temanku yang bernama Kyra. Jadi, aku sangat yakin kalau aku memang tidak salah mengingat ....” Zill kemudian berbalik, melangkah ke depan perlahan, menjauh dari Kenzie. “Sepertinya kau memang tidak sedang berbohong. Maka istirahatlah dulu di sini, besok aku akan membawamu keluar dari sini.” “Benarkah kau dapat membawaku keluar dari sini?” Kenzie terlihat senang mengetahui dirinya dapat keluar. “Aku tidak akan berbohong padamu. Percayalah padaku, meski hanya sedikit juga tak masalah. Lagi pula, tidak salah untuk melakukan itu kan?” Kenzie tersenyum tipis. “Baiklah, aku akan mencoba percaya padamu. Jadi, jangan kau sia-siakan kepercayaan yang telah aku berikan padamu, Zill.” “Ya, aku tidak akan menyia-nyiakannya, jadi beristirahatlah di sini dengan tenang dan tunggu aku kembali untuk menjemputmu. Jangan coba-coba keluar, karena aku tak berniat menyelamatkanmu dua kali ....” *** Ketika Kenzie beristirahat di dekat pintu gua yang tertutup oleh sebuah batu besar, Zill masuk lebih dalam kemudian duduk bersandar di dinding. Sejauh ini, ia yakin kalau Kenzie sudah tak dapat melihatnya, lagi, jadi ia pun dapat rileks sembari mengembuskan napas panjang. Remaja itu lantas menundukkan wajah, usai menyarungkan kembali katananya. Kali ini, tubuhnya sudah berada di alam bawah sadarnya, di mana terlihat seorang pria dewasa tengah berdiri membelakangi Zill. Zill tidak bergerak maju, melainkan terus menatap ke depan tanpa mengatakan apa-apa. Ini adalah kedua kalinya Zill bertemu dengan pria ini di dalam alam bawah sadarnya setelah sekian lama tidak bertemu. “Sudah lumayan lama, ya, Zill. Apa kau sudah menemukan orang yang aku maksud itu? Atau kau ingin menyampaikan hal lain ...,” ucap pria dewasa dengan pakaian rapi tersebut, tenang. “Aku tidak yakin apakah aku sudah menemukannya atau tidak, tapi aku bertemu dengan seseorang yang mengetahui kalimat yang kau berikan padaku sebagai petunjuk ....” “Coba kau jelaskan dengan perlahan ....” “Orang itu berkata kalau dia melihat tulisan; Cahaya penghakiman akan datang, di dinding dalam sebuah ruangan bawah tanah. Itu apa yang dia katakan, apakah dia yang kau maksud itu?” Pria tersebut sedikit tersenyum, tetapi tidak berbalik, tidak menunjukkan wajahnya pada Zill. “Dialah orangnya, Zill.” “Kalau begitu—” Belum sempat Zill melanjutkan kata-katanya, pria tadi menyela, “Tidak semudah itu, Zill. Kau ikutlah berpetualang dengannya, maka perlahan-lahan ingatanmu pasti kembali. Aku yakin kau tidak akan menyesal kalau pergi bersama dengannya.” Meski sedikit kecewa, Zill hanya bisa mengangguk pelan. “Jika memang itu cara satu-satunya, maka aku tidak memiliki pilihan. Baiklah, aku akan mengikutinya, tapi kalau aku menyesal karena telah berpetualang dengannya, maka kau akan bertanggungjawab, kan?” “Bagaimana caranya seorang manusia yang sudah mati sepertiku ini bertanggungjawab? Tapi, kau bisa memegang kata-kataku itu, karena dengan cara ini kau bisa perlahan meraih tujuanmu selama ini.” Pria tersebut terdiam sejenak. “Penantianmu yang sangat lama, tidak akan membuatmu kecewa. Untuk itulah, aku ada di sini, bersama denganmu, Zill ....” “Karena kau sudah berkata begitu, mau tidak mau aku tetap harus mengikutinya. Selama ini aku sudah percaya padamu, jadi kuharap kau tidak mengecewakanku pada akhirnya. Apa kau paham?” Pria dewasa itu menganggukkan kepala beberapa kali. “Aku sudah mengatakan padamu kalau aku tidak akan membuatmu kecewa. Jangan ragukan itu, karena aku terus berusaha membuatmu tidak kecewa ....” “Berusaha saja tidak dapat menentukan hasilnya baik atau buruk. Namun, aku menghargai usahamu itu. Selamat tinggal, aku akan kembali ke dunia luar, berharap mendapatkan hasil yang seharusnya aku dapatkan.” “Pergilah, tidak akan ada penyesalan bagimu bila melakukannya.” “Ucapanmu itu semakin lama menjadi semakin tidak berarti, jadi hentikan. Aku percaya padamu dan akan melakukan seperti yang kau katakan. Meskipun aku tidak tahu kau siapa dan bisa masuk ke alam bawah sadarku begitu saja.” “Haha, aku bukan orang jahat.” “Ya, aku akan mengetahuinya di kemudian hari ....”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD