Chapter 22 : Perburuan

1097 Words
Tanpa menjawab pertanyaan Kenzie, Zidan segera berbalik, lalu masuk ke dalam lorong. Bukannya mengejar, Kenzie malah dengan tenang melirik pemuda itu, kemudian kembali menengadah menatap langit indah bertaburkan bintang yang bersinar terang. Angin pun berembus pelan, tetapi itu tidak mengganggu Kenzie sedikit pun. Malah, ia merasa jauh lebih tenang sekarang usai mengatakan apa yang ada dalam pikirannya pada Zidan. Kenzie dengan santai memasukkan kedua tangan dalam saku celana sembari mengembuskan napas pelan. Sejanak ia memejamkan mata kemudian membuka mata kembali. Segera setelah itu, Kenzie menyusul Zidan masuk ke desa bawah tanah. Saat ini, hanya dengan melihat tindakan Zidan, Kenzie bisa memastikan dengan jelas kalau apa yang dipikirkan olehnya memang benar. Kini, Kenzie sudah tahu salah satu pemilik pecahan Pedang Excalibur, yakni Zidan. Meski demikian, sebenarnya Kenzie juga memiliki kecurigaan kalau Vani juga merupakan pemilik pecahan Pedang Excalibur. Akan tetapi, Kenzie pikir sekarang bukanlah saat yang tepat untuk memastikan apakah Vani memang pemilik pecahan Pedang Excalibur atau bukan. Ketika berjalan pelan menyusuri lorong yang diterangi oleh obor yang digantung pada dinding, Kenzie perlahan melirik tangan kanannya. Dalam suasana yang begitu tenang ini, ia tersadar kalau tangannya sudah tak lagi bersih, sebab tangannya sudah merenggut banyak nyawa, bahkan lebih parahnya lagi, ia masih belum dapat melupakan kalau dulu dirinya pernah menghancurkan satu desa beserta isinya. Menggelengkan kepala beberapa kali, Kenzie mencoba untuk tidak memikirkan semua itu lagi. Beberapa kali ia menghela napas panjang, hingga akhirnya tanpa ia sadari, dirinya telah berada di desa bawah tanah. Kakinya pun segera berhenti, sedangkan kedua matanya terus melirik ke sekitar di mana terdapat api unggun beserta tenda para penduduk yang berdiri mengelilingi api unggun tersebut. Tak lama berselang, Kyra datang, tersenyum tipis pada Kenzie sembari melambaikan tangan dengan penuh semangat. Kenzie tersenyum tipis, bertanya dengan pelan pada Kyra, “Kenapa kau belum istirahat, Kyra? Kau pasti lelah, kan? Sebaikanya jangan memaksakan dirimu ....” Terlihat dengan jelas tatapan khawatir dari Kenzie. Kyra berhenti di hadapan Kenzie, tersenyum lebar, menjawab, “Hihi, aku sengaja menunggumu. Tapi sayangnya Vani sudah tidur terlebih dahulu.” Pipi gadis itu sedikit mengembung, tampak sedikit kesal pada Vani yang sudah tidur tanpa menunggu kedatangan Kenzie. Perlahan, Kenzie meletakkan tangan kanannya ke atas kepala Kyra, lalu mengusapnya perlahan. “Meski tahu kalau Vani sudah tidur, kenapa kau tidak ikut tidur saja? Dasar ....” Segera wajah Kyra menjadi panas dan memerah seperti tomat. Refleks saja gadis itu menjauh dari Kenzie sembari membuang wajah ke belakang. “Sudah kubilang aku menunggumu datang.” Sekali lagi Kenzie tersenyum tipis, kemudian berjalan menuju tenda yang sudah disiapkan untuk mereka, “Kalau begitu, ayo kita ikut beristirahat bersama Vani, Kyra.” Dalam beberapa keadaan, sesekali Kenzie dapat merelakan masa lalunya yang kelam kala melihat senyum bahagia dari orang-orang di sekitarnya. Ketika itu, tanpa sadar dirinya memang menikmati kehidupannya ini, meski sudah kehilangan orang yang benar-benar ia sayangi. *** Pagi hari pun tiba. Kenzie, Zidan, Kyra dan Vani sudah berdiri di depan gua, bersiap untuk berburu. Tidak hanya mereka, ada juga sekelompok pria di belakang mereka, yang juga akan membantu dalam perburuan kali ini. Namun, sebelum berangkat, Zidan terlebih dahulu melirik mereka semua satu per satu. “Aku sudah menandai di mana lokasi mereka akan berpatroli di peta ini,” Zidan menyerahkan peta yang ada di tangannya, pada salah seorang pria dari kelompok itu. “Ingatlah, waktu kita tidak banyak. Hindari titik-titik yang berbahaya, berburulah dengan hati-hati agar tidak ada korban jiwa.” Para pria yang diberi peringatan oleh Zidan langsung menganggukkan kepala, menandakan kalau mereka sudah mengerti. “Baiklah. Terima kasih atas peringatannya ...,” jawab mereka semua. Zidan berbalik, melirik ke arah Kenzie dan yang lainnya, lalu berkata, “Kita akan mengawasi gerakan para siluman! Tapi, tugas kita bukan hanya itu, tetapi juga memastikan kalau tim pemburu aman dari serangan.” Kenzie mengangguk pelan, Vani tampak menghindar dari tatapan sekelompok laki-laki di belakang Zidan dengan bersembunyi di belakang Kenzie, sedangkan Kyra dengan tenang memeluk erat tangan kiri Kenzie. “Aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan tugasku, Zidan. Mohon bantuannya, semuanya!” Kenzie mengucapkan kalimat itu dengan penuh wibawa, membuat sekelompok pria yang akan menjadi tim pemburu, menjadi lebih tenang dan merasa nyaman, karena orang yang akan melindungi mereka terlihat cukup meyakinkan. Zidan melangkahkan kakinya pelan ke depan, lalu berbicara dengan nada yang sangat tenang, “Misi, dimulai ....” Dalam sekejap mata, kelompok pemburu langsung saja bergegas masuk ke dalam hutan melalui tebing yang sedikit miring. Sementara itu, Zidan dengan tenang mendaki ke atas tebing, diikuti oleh Kenzie, Kyra dan Vani. Mereka berempat terlihat tenang, kendati Vani memang tampak sangat acuh tak acuh akan keadaan dan terus bersembunyi di balik punggung Kenzie. Saat tiba di atas tebing, masuk ke dalam hutan, Zidan sengaja menghentikan langkah kakinya. Kenzie dan yang lainnya pun ikut menghentikan langkah kaki mereka, memerhatikan Zidan dengan heran. Selama beberapa saat, Zidan hanya diam mematung usai membalikan badan ke arah Kenzie dan yang lainnya. Tak lama berselang, akhirnya Zidan pun membuka mulut, “Agar kemanan kita semua terjamin, aku akan mengubah rencana. Kita tidak akan berpisah, tetapi akan melakukan pengawasan pada para siluman bersama-sama. Kuharap kalian tidak keberatan dengan perubahan mendadak ini ....” Kyra melirik Kenzie sejenak, sedangkan Vani, sama seperti tadi, tidak bereaksi apa pun. Sejenak, Kenzie memikirkan apa yang Zidan ucapkan. Tentu saja Kenzie dalam beberapa saat saja, sudah mengerti apa yang Zidan khawatirkan saat ini. Untuk itu, ia segera menghela napas panjang, lalu menjawab, “Baiklah, aku akan mengikuti rencanamu. Keamanan memang yang paling utama.” Tentu Zidan sedikit tersentak mendengar ucapan Kenzie itu, sebab sebelumnya dia mengira kalau Kenzie pasti akan menolak rencana ini. Akan tetapi, ternyata dia sudah salah mengira. Zidan pun tersenyum tipis, kemudian menjawab dengan tenang, “Kalau begitu, sudah diputuskan untuk bergerak bersama!” Kenzie melirik Kyra dan Vani secara bergantian, lalu mencoba memastikan sesuatu hal, “Kalian berdua tidak masalah dengan ini, kan?” Kyra hanya tersenyum tipis, menyahut, “Aku akan selalu mengikuti keputusanmu, Kenzie.” Sama seperti Kyra, Vani tampaknya tidak keberatan juga. “Atur saja sesuka hati kalian. Asalkan itu tidak memberatkan siapa pun, aku akan setuju.” “Sudah jelas, kan, Zidan?” tanya Kenzie. Zidan berbalik, memasukkan tangan ke dalam saku. “Ayo kita bergerak! Masih ada begitu banyak pekerjaan yang perlu kita selesaikan! Tidak ada waktu sedikit pun untuk bersantai! Kalian paham?!” “Terserah saja ....” Kenzie sepertinya tidak begitu peduli dan hanya berjalan dengan tenang mengikuti Zidan yang juga berjalan dengan perlahan. *** Sementara itu, jauh di sisi tebing lainnya, ada dua siluman yang sedang bersembunyi di balik sebatang pohon besar. Kedua siluman itu begitu tenang, seolah tengah menanti sesuatu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD