Chapter 55 : Salah Paham

1170 Words
Kenzie, Zidan, Kyra dan Vani berjalan menjauh dari desa untuk mencari tempat yang cocok untuk mengevakuasi warga, sebelum mereka berempat menyerang para siluman. Tak lama ketika berjalan, mereka malah merasakan embusan angin yang cukup kencang, menerpa tubuh mereka berempat. Entah karena apa, Kenzie malah pergi ke sana dan menemukan sebuah jurang yang sangat dalam. Lalu mereka berhenti sejenak di sana. Di pinggiran jurang ini, atau lebih tepatnya tebing, mereka berempat terus menerawang sekitar dengan saksama. Memang tujuan mereka bukan untuk bersantai sekarang, tetapi tidak ada salahnya kalau mereka sedikit tenang mencari tempat evakuasi yang cocok. Ini juga mereka lakukan demi menenangkan diri terlebih dahulu, sebelum membuat badai besar. Kenzie dan teman-temannya, tahu kalau hal yang akan mereka lakukan nanti pasti akan menjadi sebuah badai, tetapi karena mereka juga tak dapat melihat kaum manusia terus tertindas, maka mau tak mau mereka harus melakukan tindakan tegas dan penuh risiko ini. Kalau pun semisal nanti mereka memang benar membuat badai datang, tetap ada sebuah emas yang diseret. Emas yang dimaksud adalah kemungkinan munculnya para pemilik pecahan Pedang Excalibur yang tengah mereka cari selama ini. Jika kemungkinan itu memang terjadi, maka sudah jelas kalau kesempatan mereka menggulingkan pemerintahan para siluman akan menjadi sangat tinggi. Kendati memang ada banyak kemungkinan menguntungkan yang mungkin terjadi, bukan berarti Kenzie sengaja hendak melakukan cara berisiko seperti ini. Ia sangat sadar kalau mengatasi badai yang bisa terjadi di masa depan, karena perbuatannya, bisa menjadi sangat sulit untuk diatasi. Itulah mengapa, Kenzie benar-benar terpaksa menjalankan rencana yang hendak mereka jalankan beberapa saat lagi. “Hidup memang tidak mudah,” gumam Kenzie, pelan. Kenzie kemudian melirik ke dalam jurang sejenak. Tidak ada yang dapat pemuda itu lihat, selain sebuah jurang yang ujungnya tidak ia ketahui. Ia tidak tahu apakah di sana terdapat sebuah sungai atau tidak, sebab yang dapat dilihatnya hanya sebuah jurang besar serta dalam, dipenuhi kegelapan. Ketika Kenzie menengadah, angin berembus pelan, kemudian ia pun berbalik, melihat teman-temannya sedang mengobservasi sekitar dengan saksama. Mereka terlihat tidak ingin kehilangan satu pun petunjuk penting. Hal tersebut lantas membuat Kenzie sedikit tersenyum, sebab mengetahui fakta bahwa teman-temannya ini ternyata tidak mau sedikit istirahat. Mendadak, Kenzie terdiam kala mengetahui ada yang mendekat dengan perlahan dari depan sana. Merasakan hal yang sama, Zidan dan Vani segera berdiri di dekat Kenzie, sedangkan Kyra langsung berdiri di dekat mereka juga, paham kalau ada sesuatu yang mencurigakan sekarang ini. “Apakah akan ada musuh yang muncul? Atau mungkin salah satu siluman berhasil melihat kita dan akhirnya memutuskan untuk membuntuti kita?” Zidan bertanya-tanya, ingin segera memastikan siapa sebenarnya yang sedang berjalan perlahan dari dalam hutan, mendekati mereka. “Entahlah, aku tidak yakin, tapi yang jelas kita harus waspada terhadap apa pun yang mungkin akan muncul di depan kita nanti ...,” kata Kenzie. Tak lama berselang, akhirnya di depan sana, Parvis muncul, keluar dari hutan dan berjalan mendekat ke arah tebing. Melihat itu, Kenzie dan teman-temannya langsung mengembuskan napas lega, karena yang mendekat ternyata Parvis, bukan siluman atau musuh mereka yang lain. “Ternyata kau, Parvis. Mengejutkan kami saja,” ucap Kenzie, santai. Parvis tidak menjawab, wajahnya tertunduk dan kedua tangannya yang mengepal erat, dilumuri oleh darah segar. Dalam keadaan seperti itu, Parvis menghentikan langkah tak jauh di hadapan Kenzie. Mulut pemuda itu tidak mengucapkan apa-apa, sementara tubuhnya diterpa oleh embusan angin yang cukup kencang. Kenzie menyadari ada yang aneh dari Parvis, sehingga berbisik pada Zidan dan Vani, “Kalian berdua, sepertinya Parvis sedang tidak dalam keadaan normal. Tetap waspada dan biarkan aku bernegosiasi dengannya terlebih dahulu.” Kenzie lantas melangkahkan kaki ke depan. Zidan dan Vani pun menganggukkan kepala, paham dengan apa yang Kenzie perintahkan. “Baiklah, Kenzie. Kami akan tetap waspada di sini,” kata Vani sembari melindungi Kyra di belakangnya. Sengaja tidak langsung mengatakan apa-apa, Kenzie diam sembari memerhatikan Parvis selama beberapa saat. Angin kembali berembus, lalu Kenzie pun mulai angkat bicara, “Parvis ..., apa yang sebenarnya sudah terjadi? Katakan pada kami, kami akan membantumu menyelesaikannya sebisa kami. Tidak perlu sungkan kalau memang memerlukan bantuan ....” Parvis tetap menutup mulut selama beberapa saat, lalu kian mengepal erat kedua tangannya. Dia pun segera melirik Kenzie dengan lirikan mata yang sangat tajam. “Jangan bertindak seperti kau adalah orang baik. Kalian adalah sekumpulan orang munafik, yang perkataannya berbeda dengan tindakan. Itu membuatku mual dan jijik ....” Kenzie tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Parvis, sedangkan Zidan dan Vani langsung terpancing karena dituduh orang munafik. Zidan dan Vani tentu ingin segera menghajar Parvis, tetapi mereka juga sadar kalau sekarang bukan waktu yang tepat, sehingga terpaksa mereka harus mengurungkan niat mereka itu. Berharap nanti Parvis meminta maaf. Mencoba untuk tetap tenang, Kenzie tersenyum masam. “Aku tidak mengerti kenapa kau berkata seperti itu, menganggap kami adalah orang buruk. Tapi mungkin kau hanya sedang terlalu banyak beban pikiran, jadi bisakah kita berbicara pelan-pelan sekarang? Kurasa ini jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak. Apa kau setuju dengan usulanku itu?” Tanpa ragu sedikit pun, Parvis menghunuskan kapaknya ke depan, memasang kuda-kuda kokoh, bersiap untuk melakukan pertarungan. “Tidak ada gunanya kalian berdalih sekarang! Aku sudah mengetahui semuanya, beberapa saat lalu! Kalian memang sekelompok orang paling munafik di dunia ini!” Saat Parvis berseru lantang, Kenzie baru sadar dari mana Parvis bisa mendapatkan kesimpulan kalau mereka adalah sekelompok orang munafik. Namun, itu terlambat, karena Parvis langsung melompat ke depan dan menebaskan kapaknya secara vertikal. “Kau salah paham! Kami tidak bermaksud seperti itu!” kata Kenzie sembari melompat ke samping, menghindari serangan kuat dari Parvis. “Aku tidak akan pernah termakan oleh kebohonganmu lagi!” Parvis tidak mau mendengarkan dan terus menyerang. “Buktinya sudah ada, kalian bersantai di sini setelah pergi melihat tindakan keji itu!” “Cih!” Kenzie berguling ke samping, ke arah hutan, saat sekali lagi kapak Parvis menghantam tanah dengan begitu keras. “Setidaknya dengarkan penjelasanku terlebih dahulu! Tenangkan pikiran liarmu itu!” “Penjelasan katamu, huh?!” Debu seketika bertaburan menghalangi penglihatan, akibat serangan kuat Parvis lagi-lagi hanya dapat mengenai tanah. “Akui saja! Kalian yang sudah mengirim semua siluman itu untuk menghancurkan desaku! Membunuh semua penduduk yang tidak bersalah!” “Hah?! Apa yang kau katakan? Kami tidak pernah melakukan hal seperti itu!” “Simpan saja bualanmu itu untuk dirimu saja! Kalau kalian memang tidak ingin mengaku, biar kapakku ini yang membuat kalian mengakui perbuatan keji kalian itu!” “Cih! Kenapa kau tidak menggunakan telingamu itu untuk mendengarkan dengan benar sebentar saja?!” *** Melihat sebuah pertarungan yang sudah terlanjur terjadi, Zidan hanya dapat diam memerhatikan. Pemuda itu kemudian melirik ke samping, lebih tepatnya pada Vani yang juga sudah bersiap untuk memulai pertarungan. “Vani, sepertinya akan sangat berbahaya kalau kita tetap berada di sekitar sini. Kita coba bersembunyi ke dalam hutan terlebih dahulu untuk menyelamatkan Kyra ...,” kata Zidan, memberikan sebuah usul. Vani ingin menolak usul tersebut, tetapi karena sadar kalau Kyra tidak dapat bertarung, maka ia pun segera menganggukkan kepala, setuju. “Sepertinya itu memang pilihan terbaik untuk kita sekarang ini. Kalau begitu, jangan membuang banyak waktu lagi, ayo segera kita pergi dari sini!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD