Chapter 56 : Salah Paham II

1204 Words
Parvis masih saja tidak ingin mendengarkan penjelasan dari Kenzie, kendati Kenzie terus berusaha menjelaskan. Pemuda itu sungguh telah dibutakan oleh pemikiran sempitnya, sehingga mengira kalau Kenzie hanyalah seorang pembohong besar yang tidak dapat dipercaya. Kenzie yang mengetahui perasaan Parvis itu, mencoba terus menjelaskan, walau pada akhirnya ia hanya membuang-buang waktu saja. Tanpa ragu, Kenzie membentuk kuda-kuda kala dirinya melompat ke belakang, menghindari serangan Parvis lagi. Kini di belakangnya ada sebuah jurang yang begitu dalam, melihat itu, tentu saja Kenzie langsung menarik pedangnya, dan menghunuskan senjata tersebut ke depan. Ia sadar kalau sekarang, cara satu-satunya untuk menghentikan Parvis adalah dengan bertarung sekuat tenaga. Melihat Kenzie yang sudah bersiap melawan balik, Parvis berdiri dengan tenang, tidak langsung menyerang. “Akhirnya kau menunjukkan wajah aslimu, Kenzie. Ternyata memerlukan cukup banyak waktu untuk membuatmu menunjukkannya. Sungguh totalitas yang patut diteladani ....” Berhubung Kenzie tahu kalau Parvis tidak akan pernah mendengarkan penjelasannya sebelum mendapatkan bukti yang tepat, Kenzie memutuskan untuk menjawab dengan asal, “Terserah kau ingin mengatakan apa. Tapi, menilai seseorang dari penilaianmu saja, tidak membuktikan apa-apa. Kau memerlukan bukti untuk menuduh seseorang melakukan sesuatu, bukan berdasarkan sebuah asumsi yang kau bangun sendiri tanpa mau melihat menggunakan sudut pandangan berbeda!” Parvis tersenyum tipis, mengangkat kapaknya ke atas. “Jangan banyak bicara lagi, aku sudah tahu semua trik licikmu, jadi aku tidak akan termakan oleh semua omonganmu itu lagi. Berhentilah membualkan sesuatu yang kau sendiri tidak dapat buktikan!” Dia terdiam sejenak. “Aku sudah melihat buktinya dengan mata kepalaku sendiri, jadi apa yang perlu aku selidiki lagi?! Kalian semua jelaslah hanya sekumpulan orang munafik!” Kenzie lantas berdiri tegak, menatap tajam ke depan, memerhatikan dengan saksama gerak-gerik Parvis. “Haah ....” Ia mengembuskan napas panjang. “Karena kau memang tidak berniat untuk mendengarkan sejak awal, maka ayo kita selesaikan ini dengan sebuah pertarungan! Setelah itu, aku akan menunjukkan padamu kalau kau hanya berasumsi buruk terhadap kami!” “Tidak masalah. Lagi pula, jika aku menang dan membunuh kalian semua, kau takkan bisa membuktikan apa pun padaku. Nasibmu akan sama seperti dua siluman yang baru saja aku bunuh beberapa saat lalu!” “Baiklah, karena kau sangat picik dan tidak berpikir panjang, maka aku akan menang dan membuatmu membuka mata serta membuat pandanganmu semakin luas, Parvis ....” “Ha!!!” Segera Parvis melesat ke depan, melompat dan menebaskan kapaknya secara vertikal. “Makan serangan ini!” Kenzie mengambil satu langkah ke belakang, lalu menangkis tebasan kapak Parvis menggunakan pedangnya. Suara benturan dua buah senjata pun terdengar nyaring di dalam hutan ini. Parvis seketika mundur sejauh mungkin. Tak membiarkan Parvis tenang sejenak, Kenzie langsung melesat ke depan, menebaskan pedangnya dari berbagai arah. Ia terlihat tidak peduli jika tebasan pedangnya dapat melukai Parvis, karena kalau Parvis menang di pertarungan ini, situasinya bisa menjadi kian rumit dan lebih menyebalkan dari sekarang. Mengandalkan refleksnya yang luar biasa, Parvis terus saja menangkis serangan Kenzie yang terus datang ke arahnya. Menggunakan kapak besarnya, berulang kali Parvis sanggup menahan tebasan pedang Kenzie, bahkan sesekali membuat Kenzie sedikit terdorong ke belakang. Kendati demikian, Kenzie masih dengan gigih menyerang Parvis untuk membuktikan kalau Parvis salah. Parvis seketika melompat jauh ke belakang kala Kenzie terus menekan dirinya. Pemuda itu menjadi kian serius menghadapi Kenzie yang terlihat lemah, tetapi sebenarnya cukup kuat serta tangguh. Sungguh tak bisa diremehkan begitu saja. Parvis merasa kalau pertarungannya dengan Kenzie beberapa hari lalu sangat berbeda dengan pertarungannya dengan Kenzie saat ini. Sadar kalau dirinya juga memiliki batasan, Kenzie tidak langsung menyerang lagi, melainkan terdiam sejenak sembari terus menatap ke depan. Ia sangat sadar kalau Parvis masih belum menunjukkan kekuatan aslinya, jadi Kenzie pun masih tetap menyembunyikan kartu andalannya untuk menyerang Parvis ketika lengah. “Kau cukup kuat juga ternyata. Jadi waktu itu kau masih menyembunyikan kekuatanmu itu ya?” tanya Parvis, tampak tenang, tetapi hatinya sedikit khawatir kalau mendapat kejutan dari Kenzie nanti. “Tidak peduli apakah aku menyembunyikan kekuatanku ini padamu waktu itu atau tidak, yang jelas, aku akan menang dan membuatmu sadar sekarang! Bersiaplah untuk membuka matamu selebar mungkin!” “Sesuai keinginanmu!” Parvis mengangkat tinggi kapaknya, mengalirkan ‘Mana’ ke kapak tersebut, sehingga diselimuti oleh petir. “Aku akan menghabisimu hari ini!” Kenzie lantas berbelok ke arah lain, tetapi sambaran petir mendadak datang mengincar pemuda itu. Tanpa ragu lagi, Kenzie mengalirkan ‘Mana’ pada pedangnya, sehingga pedang tersebut diselimuti oleh cahaya berwarna keemasan. “Hanya ini kemampuanmu?!” Kenzie menghentikan langkah, menebaskan pedangnya ke depan, menghentikan sambaran petir. “Lumayan!” Parvis menyelimuti diri menggunakan jirah petir, kemudian melesat ke depan. Dengan kecepatan tinggi, pemuda itu melesat, menebaskan kapaknya secara horizontal pada Kenzie. Menarik napas sejenak, seketika Kenzie berada di belakang Parvis, hendak menyerang balik Parvis dari belakang. Sayangnya, Parvis menyadari hal tersebut, segera bergerak cepat ke tempat lain, membuat serangan Kenzie tidak mengenai sasaran. Tidak mengatakan sepatah kata pun, Parvis melesat lagi, kali ini dia menembakkan beberapa bola petir ke depan. Akan tetapi, semua serangan tersebut dapat dihindari oleh Kenzie menggunakan gerakannya yang sangat cepat, jauh lebih cepat dari Parvis. Kenzie dan Parvis kini berhadap-hadapan, mengangkat senjata mereka masing-masing ke atas, berniat meluncurkan serangan. Tak mau rugi, Kenzie seketika menghilang dari pandangan Parvis. Ia dengan cepat berpindah ke udara, hendak menyerang Parvis dari atas. Malangnya. Parvis juga bergerak cepat, berada di belakang Kenzie. Melirik ke belakang sejenak, Kenzie melesat ke depan, mendarat dan berbalik. Tanpa membuang waktu sedikit pun, ia lantas menebaskan pedangnya ke atas, membuat beberapa serangan setengah lingkaran, bercahaya keemasan, meluncur cepat ke atas. Namun, semua serangan itu dapat dihindari oleh Parvis menggunakan kecepatan penuhnya. Kali ini, kedua pemuda itu berdiri saling mengamati satu sama lain. Mereka sengaja tak segera meluncurkan serangan, melainkan ingin mengamati dan menebak-nebak terlebih dahulu, apa yang akan dilakukan oleh lawan mereka masing-masing nantinya. Meski semua gerakan cepat tadi membebani tubuh Kenzie, Kenzie tetap menahan semua rasa sakit yang ia rasakan sekarang ini. Ia memang sedang terdesak oleh serangan-serangan Parvis sehingga harus lebih berhati-hati dan menyerang menggunakan serangan penuh. Selain itu, tempat di mana ia berdiri saat ini juga tidak mengutungkan, malah memojokkan. Bagaimana tidak, di belakangnya sekarang ada sebuah jurang yang sangat dalam. Jadi, kalau ia salah bergerak sedikit saja, nyawanya bisa saja melayang. Oleh sebab itu, ia tidak boleh gegabah dan terus bersabar menunggu waktu yang tepat untuk kembali menyerang. Tidak lama kemudian, Parvis mendadak menebaskan kapaknya ke depan, menciptakan sebuah sambaran petir yang segera meluncur ke arah Kenzie. Terpaksa oleh keadaan, Kenzie menahan serangan tersebut menggunakan tebasan pedangnya, tetapi Parvis mendadak muncul di hapan Kenzie kala sambaran petir tadi menghilang. “Gawat ....” Kenzie kehilangan keseimbangan, tanpa keraguan sedikit pun, Parvis menebaskan kapaknya sekuat tenaga. “Mati!” Kenzie memang dapat menahan tebasan kapak Parvis itu, tetapi keseimbangan tubuhnya yang buruk, membuat pemuda itu terhuyung jauh ke belakang. “Argh!” Kenzie jatuh ke dalam jurang kala memuntahkan darah. “Kenzie!!!” Dari dalam hutan, Kyra berteriak, hendak mengejar Kenzie, tetapi Vani dan Zidan menahan gadis itu agar tidak berbuat bodoh. “Lepaskan aku! Kenzie!!!” “Tenanglah, Kyra. Situasi kita sedang berbahaya sekarang ...,” kata Zidan, mencoba menenangkan. Kendati demikian, tetap saja Kyra berniat untuk melepaskan diri dari Vani dan Zidan. “Lepaskan! Kenzie!!!” “Maaf, Kyra. Tidak sekarang ...,” jawab Vani, masih terus mencegah Kyra untuk pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD