Chapter 16 : Hancur

1143 Words
Di dalam desa, beberapa saat setelah Kenzie dan Kyra pergi. Tepat saat tiga siluman tengah asik membakar sebuah rumah, tiba-tiba muncul seorang gadis menendang salah satu siluman itu hingga terhuyung menghempas salah satu rumah warga. Gadis itu memegang setangkai bunga mawar merah di tangannya, ia memakai pakaian berwarna hitam, dan rambut panjang dikepang. Wajah gadis itu datar, tidak ada ekspresi apa pun. “Gadis sialan!” Salah satu siluman mengamuk, melompat, hendak menebas si gadis dengan pedangnya. Tanpa mengatakan apa-apa, gadis itu meniup bunga mawarnya, dan muncul bola api kecil yang langsung menghantam tubuh si siluman. Bola api itu meledak, melontarkan tubuh siluman jauh ke depan. “Jangan sombong kau!” Siluman yang lain lantas melesat dari depan, menebaskan pedangnya secara horizontal. Akan tetapi, si gadis melompat, lalu mengayunkan bunga mawarnya ke bawah. Suara ledakan menggema di penjuru desa, membuat setiap orang gemetaran. Si gadis pun turun, walau debu bertebaran di sekitarnya, menghalangi penglihatan. Gadis itu menginjak kepala siluman yang ia serang tadi, hingga siluman tersebut tidak bisa bergerak. “Dengarkan semuanya! Aku Vani, akan menghabisi para siluman ini! Kalian pergilah bersembunyi!” teriak si gadis, tetapi para manusia yang ketakutan akibat teror para siluman tidak mau menurutinya. “Hahaha! Kaupikir dirimu sudah hebat, Gadis kecil?” Dari atas, suara salah satu siluman dengan besi hitam sepanjang satu meter di tangan, tertawa lepas. “Jangan bermimpi dapat mengalahkan kami!” Ternyata bukan hanya dia yang datang, melainkan beberapa siluman lain yang juga melayang di udara. Vani menggertakkan gigi, geram melihat tujuh siluman yang melayang di atasnya, mengejek dirinya. “Siluman sialan! Akan aku tunjukkan pada kalian semua kekuatan manusia yang sesungguhnya!” Ia langsung mengarahkan mawar di tangannya ke atas, dari mawarnya itu melesat beberapa bola api dengan kecepatan tinggi. Siluman bertongkat besi tersenyum, dan seketika itu juga tongkatnya memanjang. “Kaupikir aku, Igris, akan takut denganmu?” Dia menangkis semua serangan bola api dari Vani. Bola-bola api itu Igris pukul ke bawah, menghantam beberapa rumah warga. Warga sekitar pun kembali gemetar ketakutan, dan berusaha keluar dari desa. Namun, para siluman, selain Igris, mengejar dan membumi hanguskan mereka. Vani semakin geram dibuatnya. Ia pun melompat, lalu menyerang Igris dengan bola api besar. “Rasakan ini!” Bukannya gentar, Igris malah tersenyum kecil, lalu memukul bola api besar itu dengan tongkat panjangnya. Seketika itu pula, bola api Vani menghancurkan desa itu. Melihat apa yang terjadi di sekitarnya, membuat Vani gemetar. Rasa bersalah jelas menghantui hatinya, sebab kekuatannyalah yang menghancurkan desa ini. “Ugh!” Tanpa ampun, Igris memukul Vani hingga terlempar sangat jauh. Sekujur tubuh gadis itu terasa sakit, membuatnya kesulitan berdiri tegak. “Argh!” Tidak membiarkan Vani bergerak bebas, Igris menendang gadis itu sampai terpelanting-pelanting di tanah. “Hanya ini kekuatanmu?” tanya Igris dengan nada mengejek. “Membosankan sekali. Bukankah kau bilang tadi ingin menghabisi kami?” “Ugh!” Vani mencoba bangkit, tetapi Igris tidak membiarkannya. Igris menginjak kepala Vani hingga gadis itu mengerang kesakitan. Namun, Igris malah semakin melumat kepala Vani. “Argh!!!” Sekuat tenaga Vani menggerakkan tangan kanannya yang memegang mawar. Dari mawar tersebut melesat serangan api berbentuk setengah lingkaran, membuat Igris melompat mundur untuk menghindar. “Haah ... haah ... haah ....” Vani bangkit berdiri, napasnya tidak beraturan, tubuhnya sempoyongan, dan pandangannya berkabut. “Hahaha! Ternyata kau cukup tangguh. Bagaimana kalau kau menjadi pelayanku saja, maka aku akan membiarkan kau tetap hidup,” ucap Igris, angkuh. Vani mengusap darah yang keluar dari mulutnya. “Jangan harap!” “Heeh?” Igris tersenyum licik. “Kalau begitu, biarkan aku menyiksamu hingga mati!” “Cih!” Vani meludah, lalu menatap tajam ke depan. “Kaulah yang akan mati!” “Kau yakin?” Mendadak, enam siluman yang pergi membantai para penduduk, kembali berkumpul di belakang Igris. “Kau telah membunuh tiga bawahan kami di desa ini, maka desa ini pantas hancur dan kau harus mati!” “Kalian ...!” Kali ini, kemarahan Vani sudah tidak terbendung lagi. Api pun berkobar menyelimuti dirinya. “Akan kuhabisi kalian!” Mata Vani membara, membuat tatapannya kian menyeramkan. Bukannya takut, para siluman di hadapannya malah tersenyum mengejek. Mereka masing-masing mengeluarkan senjata, seperti tombak, pedang, dan tongkat. *** Sementara itu, di dalam hutan, Kenzie mempercepat langkah kakinya, menggendong Kyra dan menerangi jalan dengan cahaya dari bola cahaya di depannya. Ia menjadi khawatir kala mendengar suara ledakan juga asap yang mengepul dari arah desa. “Cih! Apa yang sebenarnya terjadi?” Kenzie begitu khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk. Akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Kenzie terdiam mematung, di balik sebatang pohon besar. Ia melihat kalau desa yang ingin diselamatkannya sudah rata dengan tanah. “Apa-apaan ini?” Tanpa sadar ia sudah menurunkan Kyra. Mata pemuda itu masih terbelalak lebar, dan hatinya kian memanas karena dipenuhi oleh api kemarahan. “I ... ini?” Kyra juga tak kalah terkejut. Seketika pandangan Kenzie terpaling ke arah lain karena mendengar sebuah ledakan. “Kyra, tunggulah di sini!” Tanpa mau mendengar jawaban Kyra, Kenzie langsung bergegas menuju sumber suara. “Tunggu!” Kyra mencoba menghentikan Kenzie, tetapi suaranya tidak diindahkan. Tak lama kemudian, Kenzie sampai di sumber suara. Terlihat olehnya seorang gadis tengah diserang secara bergantian oleh tujuh siluman. “b******k!” Segera Kenzie mengeluarkan pedangnya, lalu melesat ke depan. Ia menebaskan pedangnya yang telah dialiri 'Mana' miliknya, ke salah satu siluman, tetapi siluman itu mampu menangkisnya dengan tongkat. Kenzie pun melompat mundur bersama dengan gadis yang diselimuti kobaran api. “Siapa kau?” tanya gadis itu. “Aku Kenzie. Kau sendiri siapa? Apakah kau yang telah memancing kemarahan mereka?” Kenzie menjawab sambil mengalirkan 'Mana' miliknya ke sekujur tubuh. “Sayangnya tuduhanmu itu benar.” Gadis itu menggertakkan gigi. “Lupakan saja! Sudah terlanjur terjadi! Akan kubuat mereka bertujuh membayar nyawa warga desa ini!” Kenzie membentuk kuda-kuda, tatapannya yang tajam ia arahkan ke depan. “Apa kalian lihat?” kata siluman bertongkat yang berada di depan barisan para siluman. “Gadis bernama Vani itu ternyata memiliki seorang teman.” “Temannya itu pasti sama lemahnya dengan dia, Igris,” sahut siluman berpedang. “Biarkan aku menebas kepalanya!” Dia lantas melesat dengan kecepatan tinggi ke depan, hendak menebas Kenzie. Akan tetapi, dengan santai Kenzie menangkis tebasan pedang itu, membuat siluman tadi melompat mundur. Kenzie pun melesat ke depan, menebaskan pedangnya dari segala arah, mendesak si siluman menahan setiap serangannya. Mendadak siluman lain menarik siluman berpedang yang melawan Kenzie, ke belakang, lalu menebaskan pedangnya dari atas ke bawah, menyerang Kenzie. Tentu dengan sigap Kenzie langsung melesat mundur sejauh mungkin. “Cih!” Kenzie kesal karena serangannya gagal. “Ternyata kau cukup hebat,” kata gadis berapi. “Aku Vani, maukah kau bekerja sama mengalahkan mereka?” “Ini akan sulit.” Kenzie sadar benar kalau kekuatan para siluman di hadapannya bukan main-main. Mereka bukanlah para siluman yang dapat dikalahkan dengan mudah, bahkan jika Kenzie mengeluarkan seluruh kekuatannya, kecil kemungkinan ia akan selamat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD