Chapter 44 : Desa Damai IV

1166 Words
Siang hari yang cerah, Zidan, Kenzie, Kyra dan Vani sudah berpisah dengan para penduduk. Setelah perpisahan itu, mereka bertiga berjalan dengan tenang hingga akhirnya tiba di pinggir area ‘terdistorsi’. Sejenak mereka saling memandang, lalu Vani pun segera mengeluarkan mawar merah miliknya. “Baiklah, aku dan Kenzie akan menangani setiap batu yang datang menyerang. Sedangkan kalian berdua harus tetap berada di tengah-tengah barisan. Mengerti?” Vani menjelaskan strategi mereka untuk melewati daerah ‘terdistorsi’ di depan mereka. Kenzie langsung menarik keluar pedangnya, bersiap untuk berjalan di depan. “Kalau begitu, sudah diputuskan. Serahkan bagian depan padaku, dan Vani akan menangani bagian belakang dan samping ....” “Kalian berdua bintang sekarang!” kata Zidan, mengakui kalau kekuatannya tidak berguna di situasi seperti ini. Mereka berempat pun mulai berjalan melintasi area terdistorsi, sesuai dengan rencana yang telah mereka sepakati sebelumnya. Selama perjalanan, mereka tidak mendapatkan rintangan yang menyusahkan selain serangan dari batu melayang yang terus menerus tanpa henti. Setelah waktu yang cukup lama, mereka pun berhasil keluar dari area terdistorsi, lalu berteduh di bawah sebatang pohon besar untuk memulihkan tenaga. Melihat situasi ini, Kyra pun segera membagikan air yang dia bawa pada teman-temannya. Sama seperti biasanya, Kenzie memuji itu, tetapi Kyra sudah terbiasa mendengar pujian tersebut, seperti dia terbiasa membawakan air minum atau makanan pada mereka semua. *** Usai beristirahat selama beberapa waktu, mereka pun kembali berdiri, hendak melanjutkan perjalanan ke arah utara sebelum matahari terbenam seutuhnya di ufuk bagian barat sana. Mereka memulai perjalanan dengan santai, sebab mereka tidak sedang ingin terburu-buru dan hanya berjalan sembari menikmati pemandangan yang ada. Selama perjalanan itu, tidak ada rintangan yang menghadang, semuanya benar-benar aman. Kenzie mengobrol dengan Kyra, sedangkan Vani dan Zidan juga mengobrol dengan topik mereka sendiri. Sangat berbeda dari ketika mereka berjalan bersama para penduduk, Kenzie tidak terlalu mau ambil pusing akan keadaan, melainkan hanya waspada saja, sama seperti tiga orang lainnya, yang berjalan bersamanya. Tak lama berselang, mendadak saja Kenzie merasakan sesuatu mendekat dengan kecepatan tinggi dari depan mereka. Langsung saja pemuda itu menarik Kyra berdiri di belakangnya, lalu menarik keluar pedang dan melesat ke depan. Zidan dan Vani juga ikut bersiap, berjaga-jaga bila memang ada musuh menyerang mereka sekarang. Berbeda dari perkiraan Zidan, Kyra dan Vani, apa yang diserang oleh Kenzie ternyata hanya seekor babi hutan yang berlarian tanpa arah. Kenzie pun segera membunuh hewan tersebut sembari bergumam pelan, “Baiklah, dia sudah menyerahkan diri untuk menjadi makan malam kita, jadi aku tidak akan menyia-nyiakan pengorbanannya ini.” “Kukira dia tadi sedang mengejar apa, ternyata hanya seekor babi hutan yang bahkan tidak bisa dikategorikan sebagai bahaya ...,” ucap Vani, cukup tercengang mengetahui apa yang sudah terjadi. “Entah mengapa aku menjadi meragukan keputusanku untuk mengikuti orang yang terlalu membesar-besarkan sesuatu seperti Kenzie ini,” Zidan menyahut dengan nada pelan dan datar. Kenzie pun kembali dengan santai sembari membawa babi hutan yang baru saja ia bunuh. Di sisi lain, Kyra hanya tersenyum tipis kala melihat reaksi Zidan dan Vani yang telah dikejutkan oleh Kenzie. Namun, tanpa rasa bersalah, Kenzie langsung berkata, “Haha, kita beruntung mendapatkan makan malam yang lezat malam ini!” “Ya, itu terlihat sangat lezat ....” Kala Vani mengucapkan kata-kata itu, ekspresinya berubah, membuat Kenzie merinding. “Ada apa? Apa ada yang salah?” Kenzie benar-benar tidak mengerti dan tidak tahu apa-apa, tetapi malah diseret ke sebuah masalah oleh Vani. *** Hari cerah dan indah berikutnya, seperti biasa mereka semua berjalan dengan santai sembari mengobrol satu sama lain. Tanpa mereka sadari, hari sudah siang saat ini, jadi mereka pun mulai mencari tempat untuk berlindung. Di saat seperti itu, mereka melihat sebuah desa yang dikelilingi oleh pagar kayu tinggi. “Hei, bagaimana kalau kita beristirahat di desa itu saja? Kurasa mereka tidak akan keberatan jika kita singgah di sana untuk sementara,” kata Kenzie, memberikan saran pada tiga temannya. Zidan berpikir sejenak, kemudian menjawab, “Memang benar mereka mungkin tidak akan melarang kita masuk. Kalau begitu, ayo kita singgah di sana saja untuk beristirahat sembari mencari suasana baru, tidak hanya hutan ini saja.” Vani dan Kyra mengangguk, menunjukkan kalau mereka berdua juga setuju dengan ide Kenzie. oleh karena itu, tanpa ragu Kenzie langsung memimpin jalan, masuk ke dalam desa yang dikelilingi oleh pagar tinggi itu. Kala masuk ke dalam desa, melalui sebuah gerbang besar yang terbuka lebar, mereka tidak mendapati ada penjaga atau apa pun. Mereka pun dapat dengan sangat leluasa masuk dan melihat sebuah desa yang cukup makmur, di mana terdapat banyak rumah penduduk, lahan pertanian, serta beberapa pedagang di pinggir jalan. Tidak asal pergi berkeliling begitu saja, sejenak Kenzie dan teman-temannya melirik ke sekitar, mencari keberadaan siluman yang seharusnya ada dan mengawasi desa ini. Akan tetapi, mereka tidak menemukan satu pun siluman sejauh penglihatan mereka. Hal ini tentu saja sangatlah aneh dan tidak masuk akal bagi mereka, kecuali ada suatu alasan kuat yang membuat para siluman tidak ada di sini sekarang. “Sebenarnya, apa yang terjadi di desa ini? Kenapa aku merasa aneh ketika melihat sebuah desa yang damai?” Vani bertanya-tanya, tidak yakin kalau situasi ini benar-benar nyata. “Aku tidak sedang bermimpi, kan?” Tanpa ragu, Kenzie langsung mencubit pipi Vani, sampai Vani menjerit kesakitan, lalu Kenzie berkata, “Kalau kau merasakan sakit, artinya kau tidak sedang bermimpi, kan?” Lagi-lagi, Vani menjadi marah karena tindakan Kenzie ini. “Itu tidak salah sedikit pun!” Satu pukulan pun langsung dilancarkan oleh Vani untuk membuat Kenzie tertunduk. Zidan dan Kyra saling memandang sejenak, kemudian menggelengkan saat melihat Vani dan Kenzie lagi-lagi bertindak seperti anak kecil. Mereka berdua bahkan menutup mata karena malu sebab diperhatikan oleh para penduduk desa yang mendengar keributan yang dibuang Vani dan Kenzie. Beberapa saat kemudian, ketika melihat ada sebuah keributan yang terjadi di dekat gerbang masuk desa, seorang pemuda dengan kapak di punggung, datang mendekat. Pemuda itu pun langsung melerai Vani dan Kenzie, tetapi Kenzie sudah terlanjur babak belur. Akan tetapi, pemuda yang melerai tadi, malah tersenyum tipis. “Mohon maaf, di sini dilarang bertengkar. Apakah kalian baru saja datang ke desa kecil kami ini?” tanya pemuda tadi, pelan. “Ha?” Kenzie masih belum menyimak dengan baik arah pembicaraan pertanyaan yang dilontarkan oleh si pemuda. Si pemuda lantas menggelengkan kepala beberapa kali. “Ah, maaf, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Parvis, penjaga desa ini.” “Ah, iya. Aku Kenzie.” Akhirnya Kenzie dapat menyimak apa yang baru saja pemuda bernama Parvis, lontarkan. “Mereka adalah teman-temanku, yang pendiam ini Zidan, yang itu Kyra, dan gorilla galak ini adalah Vani.” “Apa katamu?!” Vani yang kembali terpancing oleh ucapan Kenzie, langsung ditarik oleh Zidan agar tidak menyebabkan sesuatu yang merepotkan. “Senang bertemu. Aku Zidan,” kata Zidan sambil menahan Vani dan tersenyum tipis. “Aku Kyra.” Kyra ikut memperkenalkan diri sembari menundukkan kepala, menunjukkan rasa hormatnya pada Parvis. Parvis tersenyum tipis, kemudian berkata, “Aku paham. Senang bertemu dengan kalian juga di sini. Dan aku akan langsung ke intinya saja, kenapa kalian datang kemari?” Kali ini, ekspresi wajah Parvis terlihat sangat serius, berbeda dari sebelumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD