Chapter 42 : Desa Damai II

1207 Words
Masih di pinggiran sungai, kini Vani bertemu dengan Zidan. Setelah saling menyapa, Zidan segera membasuh wajahnya, kemudian berdiri sembari meregangkan otot-ototnya yang sedikit kaku. Vani yang berdiri di sebelah Zidan, membiarkan Zidan melakukan aktivitasnya, tanpa mau memberikan komentar apa pun. Beberapa saat kemudian, kala Zidan sudah selesai meregangkan otot-ototnya, Vani tanpa basa-basi langsung bertanya, “Zidan, apa yang kau rencanakan setelah ini? Apakah kau akan menetap di hutan ini bersama dengan para penduduk?” Tidak segera menjawab, Zidan malah menatap tajam ke depan, memerhatikan batu-batu yang melayang ke sana kemari tanpa arah. “Entahlah. Aku juga masih memikirkan apa yang hendak kulakukan setelah ini.” Pemuda itu lantas memasukkan kedua tangannya dalam saku celana. “Aku sebenarnya ingin mengembara melihat dunia bersama dengan kalian, tetapi aku juga masih memikirkan keselamatan para penduduk setelah aku pergi meninggalkan mereka semua di sini ....” “Ternyata begitu. Jadi, kau masih belum memutuskan juga ya? Apa Kenzie juga menawarkan padamu untuk ikut berpetualang bersamanya, mencari pecahan Pedang Excalibur seperti yang dia katakan sebelum ini?” “Yeah, dia juga menawariku untuk ikut bersamanya. Tapi, aku masih belum juga memutuskan apakah akan ikut atau tidak. Dan dia juga berkata kalau hari ini dia akan pergi meninggalkan tempat ini. Yang itu artinya, bila aku ingin ikut atau tidak, hari ini adalah penentunya.” “Ha? Dia tidak pernah mengatakan padaku kalau hari ini mereka akan pergi?” Vani terlihat terkejut mendengar apa yang sudah Zidan beritahukan padanya. Kali ini, Zidan yang terkejut melihat reaksi Vani. “Bukankah seharusnya kau ikut bersama dengan mereka? Kenapa kau malah terkejut mendengar ini? Apa ada yang salah atau mungkin komunikasi kalian cukup buruk?” “Haah ....” Berhubung Zidan tidak tahu apa pun, Vani pun mulai menjelaskan pada pemuda itu. “Sebenarnya aku juga masih belum memutuskan untuk pergi dengan mereka atau tidak. Dan juga, kami baru bertemu beberapa saat sebelum kami bertemu denganmu, Zidan. Jadi, kalau kau pikir kami sudah lama berteman dan sudah mengembara bersama, maka kau salah.” “Tapi, kalian terlihat seperti sudah kenal lama? Tidak mungkin kalian baru berteman beberapa saat sebelum bertemu denganku?” “Kau salah. Kami memang terlihat akrab, tetapi kami benar-benar baru bertemu. Aku sendiri tidak mengerti, kenapa aku bisa akrab dengan mereka, tetapi yang jelas, mereka adalah orang baik, jadi aku bisa beradaptasi dengan mereka berdua dengan mudah, tanpa banyak masalah. Kira-kira seperti itulah keadaanku dengan mereka.” Zidan menggelengkan kepala, masih belum percaya dengan apa yang Vani katakan. “Tidak, tidak, tidak, aku masih belum bisa percaya dengan apa yang baru saja kau katakan itu.” Vani malah tersenyum tipis, berkata, “Bukankah kau juga berada di posisi yang sama denganku, Zidan?” Ia sengaja menjeda kalimatnya. “Kau juga baru berteman dengannya tak lama ini, kan? Namun, aku begitu percaya dan sangat mengandalkannya dalam setiap situasi, seperti kalian sudah kenal sejak lama saja. Jadi, tidak salah lagi kalau keadaan kita memang sama.” Setelah memikirkan itu semua, Zidan pun sadar, kalau dirinya memang sama seperti apa yang Vani katakan. Pemuda itu pun mengembuskan napas panjang, pasrah saja pada keadaan anehnya. “Aku sudah tidak bisa mengelak lagi. Aku memang sangat percaya padanya entah kenapa dan bagaimana. Perlahan-lahan, aku juga mulai mengandalkannya, dan itu semua tidak membuatku khawatir sedikit pun, seolah kami sudah lama berteman dan saling bahu membahu satu sama lain dalam berbagai hal.” “Akhirnya kau menangkap apa yang kumaksud, Zidan. Jadi, apa kau sudah percaya dengan apa yang aku katakan tadi?” “Mau bagaimana lagi, aku sudah tak bisa lagi membantahnya, karena aku sendiri tidak dapat menjelaskan tentang apa yang sudah terjadi padaku. Namun, satu hal yang aku yakin, keadaan seperti ini tidaklah buruk. Dapat bertemu dengan orang seperti Kenzie, sudah memiliki berkat tersendiri yang membuatku senang dan tenang.” *** Di pemukiman warga setempat, Kenzie berjalan dengan tenang sembari menyapa para penduduk dengan sangat ramah. Di pagi hari yang cerah ini, para penduduk sudah mulai mengerjakan tugas mereka masing-masing, ada yang memasak, ada yang mencari makanan di dalam hutan yang dikelilingi oleh area terdistorsi ini. semua aktivitas ini sudah dijalankan sejak dua bulan terakhir ini, dan dari sana juga para penduduk juga mulai mengembangkan ladang mereka sendiri, tak hanya bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Tiba di lapangan yang tidak ditempati oleh para penduduk, segera Kenzie duduk di atas sebuah batu besar yang ada di sana. Ia terlihat begitu tenang, membiarkan embusan angin pelan menerpa tubuhnya. Kenzie sangat tahu kalau kedamaian ini pasti akan berakhir baginya sebentar lagi, tetapi ia begitu senang dapat beristirahat memulihkan tenaga dan kekuatannya dengan sangat tenang selama dua bulan terakhir ini. Mendadak saja, Kyra datang membawakan beberapa buah pada Kenzie. “Kenzie, ini aku datang membawakan buah-buahan untukmu. Kuharap kau mau menerimanya ....” Tanpa ragu sedikit pun, Kenzie langsung menerima buah-buahan itu. “Terima kasih, Kyra. Kau memang yang terbaik.” “Jangan berlebihan seperti itu. Makanlah, aku akan menemanimu di sini, jadi jangan buru-buru menghabiskan semuanya.” “Haha, baiklah, baiklah, aku akan makan dengan santai bersamamu di sini.” Saat mereka berdua makan buah bersama, tiba-tiba saja Kyra mengajukan sebuah pertanyaan, “Apa kau yakin akan pergi hari ini? Tidakkah kau pikir akan jauh lebih baik kalau kita beristirahat lebih lama lagi?” Kenzie terdiam sejenak, tidak langsung menjawab. Ekspresinya masih datar, tetapi mulutnya bergerak mengucapkan sesuatu, “Memang akan lebih baik kalau kita beristirahat lebih lama di sini. Namun, aku juga harus mempertimbangkan banyak hal sehingga aku terpaksa memutuskan untuk pergi hari ini, tepatnya siang ini ....” “Aku masih tidak mengerti apa yang kau maksud, Kenzie ....” Sejenak, Kenzie mengembuskan napas panjang, lalu berbalik, melirik para penduduk. Kyra pun ikut berbalik, melirik apa yang saat ini Kenzie perhatikan. “Lihatlah mereka,” kata Kenzie. “Mereka semua adalah para manusia baik, yang tidak bersalah, tetapi para siluman malah memburu mereka. Jika aku bertahan di sini lebih lama, maka aku merasa kalau aku tidak akan sanggup lagi meninggalkan mereka semua tanpa perlindungan.” “Maksudmu, alasan kau ingin segera pergi dari sini adalah karena kau merasa kalau menunda lagi, maka kau tidak akan bisa meninggalkan mereka semua? Benar seperti itu?” “Ya, tepat seperti yang kau katakan itu, Kyra. Itulah mengapa aku memutuskan untuk pergi dari sini hari ini, agar aku bisa lebih tenang saat meninggalkan mereka semua. Aku tahu kalau di sini memang damai, tetapi menilai perilaku para siluman itu, entah mengapa aku merasa kalau kedamaian di sini akan segera rusak oleh mereka semua.” “Baiklah, aku mengerti ....” Kyra berdiri, lalu melompat turun dari batu. “Kalau itu yang kau pikirkan, maka aku akan segera mempersiapkan segalanya, sebelum kita pergi berpetualang lagi, Kenzie!” Kali ini, Kyra menunjukkan senyum lebar pada Kenzie untuk menenangkan hati Kenzie. Kenzie pun tersenyum tipis, kemudian menjawab, “Seperti yang selalu aku katakan, kau yang terbaik, Kyra. Terima kasih karena selalu membantuku di setiap keadaan yang aku alami. Kau benar-benar seperti pahlawan bagiku.” Kyra menggelengkan kepala beberapa kali. “Kau salah, justru kaulah yang aku anggap pahlawan selama ini, sebab selalu saja menyelamatkanku dari bahaya. Bukan hanya aku, melainkan juga semua orang yang masih hidup di sini, di sekitarmu. Itu adalah karena usahamu, Kenzie.” “Kau terlalu berlebihan memujiku ....” “Hihi!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD