SB - Chapter 02

1434 Words
Langit mendung, samar - samar suara petir terdengar. Sore ini, nampaknya akan turun hujan. Sudah pukul empat sore, namun seorang wanita masih menatap kertas ditangannya dengan bimbang. Dia menghela nafas, dia menggigit jarinya sambil berfikir keras. "Apa aku pergi saja?" Pikirannya berkelana kemana - mana. Jujur dalam hatinya, dia ingin hidup enak bergelimangan uang. Dia tidak susah payah untuk bekerja untuk menyenangkan Ibunya. Namun, dia takut. Bagaimana jika orang yang dikenalkan oleh Mita adalah orang jahat atau malah parahnya adalah seorang psychopat. Ayu merenunginya.. hingga waktu berlalu setengah jam lamanya. Dia masih duduk dengan posisi seperti semula. Tiba – tiba, Bilal berkacak pinggang dan menatap tajam Ayu. "Jadi anak nggak tau diri. Udah dibesarin, tapi nggak ada gunanya! Buat apa dulu saya capek - capek kerja kalau akhirnya dia nganggur nggak ada gunanya seperti ini. Dasar anak Bapak nggak tau diri, menyesal saya melahirkan anak seperti kamu!!" Mendengar ucapan Ibunya, Ayu menjadi sakit hati. Segitu itukah Ibunya? "Seharusnya memang saya singkirkan anak tidak tau diri seperti kamu. Menyusahkan hidup saya!" Ayu memejamkan mata. Dadanya berdenyut mendengar cacian dari mulut sang Ibu. Karena merasa tak tahan lagi, kemudian dia berdiri dan keluar dari rumahnya. Kaki mungil wanita itu berjalan tanpa arah hingga membawanya kesebuah cafe yang tak jauh dari rumahnya. Sebelum masuk, dia menatap kertas yang dia pegang erat sedari tadi. “Sepertinya benar tempat ini yang Mita maksud.” Dia menghela nafas dan kemudian memberanikan diri masuk kedalam. Wanita itu mencari meja yang telah diberitahukan oleh Mita sebelumnya. Setelah menemukan, dia duduk sambil menetralkan kembali detak jantungnya. Sudah cukup lama Ayu menunggu, tetapi belum juga ada yang datang. Ayu merasa sedikit lega, setidaknya dia bisa menyiapkan mentalnya terlebih dahulu. Dia merasa gugup setengah mati. "Apa keputusanku sudah benar?" batin Ayu. Saat Ayu sedang sibuk dengan pemikirannya, tiba - tiba seorang pria duduk dihadapan Ayu. Wanita itu sudah menyadari kehadiran pria didepannya. Tapi, sampai sekarang, dia belum berani menatapnya. "Tatap saya." Suara bariton terdengar memerintahkan Ayu untuk menatap dirinya. Ayu memilin tangannya, dan perlahan mengumpulkan keberanian untuk menatapnya. "Anda?" Ayu terkejut, sementara pria itu nampak tersenyum tipis. "Dunia terasa sempit bukan?" Yang dilihat saat ini adalah pria yang menabraknya tempo hari. Kemudian, pria itu memanggil pelayan. Tak lama pelayan pun datang ke meja mereka. "Kamu ingin pesan apa?" tanyanya. Ayu gugup sambil melihat daftar menu makanan yang dia pegang. Dia bertambah gugup melihat semua makanan nampak asing untuknya. "Ekhem." Pria itu berdehem. Dia menunggu Ayu memilih makanan dengan menatap Ayu datar. Wanita itu yang merasa diperhatikan kemudian memilih menu secara acak. Kemudian, pelayan yang berdiri disamping mereka mencatat menu yang dipesan oleh Ayu. "Samakan saja dengan yang dia pesan," ucap pria itu. "Baik tuan, saya mohon undur diri." Setelah pelayan itu pergi, Ayu merasa salah tingkah. Pria didepannya terus menatapnya datar. "Apa kamu yakin dengan keputusan kamu?" tanyanya tiba - tiba. Ayu menggaruk tengkuknya dan mengangguk pelan. Jujur dia tidak begitu yakin dengan keputusan apa yang dia buat. "Bagus." Pelayan pun datang membawa makanan yang mereka pesan. Ayu, wanita itu melongo melihat makanan yang bersiap dimeja mereka begitu banyak dan sangat harum. "Makanlah." Wanita itu kemudian mulai menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya. Senyumnya sumringah sekali setelah memakan satu suapan. Dia memakan dengan lahap layaknya orang yang kelaparan, tak terasa hingga piring miliknya sudah habis. Wanita itu merasa perutnya sangat kenyang sekali. "Kita akan bicarakan mengenai kontrak. Tapi tidak disini." Ayu mengerutkan keningnya heran, “Ma-maksud Bapak?" "Diapartemenku." Ayu meneguk salivanya mendengar pria itu mengatakan apartemen. Pria itu kemudian memanggil pelayan dan membayar makanannya beberapa uang dollar. "Kenapa uangnya banyak sekali untuk mie saja?" kata Ayu polos. Bahkan Ayu yakin, uang bulanan dia tidak sebanding dengan harga mie yang dia makan. "Mie? Yang kamu makan itu adalah Linguine Alle Vongole." "Iungine? Apa tadi namanya, kenapa susah sekali?" dengus Ayuc sebal. "Linguine Allea Vongole," jelasnya pada Ayu lagi. "Ya itulah, intinya yang aku makan mie. Hanya saja, aku merasa bumbunya sangat berbeda saat dia mulai masuk kedalam mulutku.. sangat aneh." Pria didepan Ayu tersenyum melihat tingkah Ayu yang polos. Kemudian bangkit keluar dari café meninggalkannya. Ayu yang ditinggal mengejar pria jakung itu. "Tunggu!" teriak Ayu. Pria itu menghentikan langkahnya. Dan menoleh ke arah Ayu. "Saya tidak akan menunggu. Jadi, kamu yang harus menyesuaikan semua yang berhubungan denganku.” "Ah, iya Pak, maaf," cicit Ayu. Pria bernama Putra kemudian membukakan pintu mobilnya untuk Ayu. Wanita itu hanya patuh masuk duduk dengan manis. Putra menjalankan mobilnya menuju apertemennya. Ditengah perjalanan, perut Ayu mengalami gejolak merasakan mual. Dia menutup mulutnya dan memukul tangan Putra supaya berhenti sejenak. Akhirnya pria itu menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Ayu langsung membuka pintu dan memuntahkan isi perutnya. Putra hanya diam menunggu didalam mobil, tak berniat membantu atau ikut campur dengan wanita itu. Makanan yang tadi Ayu makan keluar semua dari perutnya. Begitu mual orang miskin sepertinya naik mobil mewah, biasanya dia hanya menggunakan sepeda atau pun angkot dengan warna oren yang sering membuat kemacetan. "Astaga, norak sekali kamu Yu," ucap Ayu pada dirinya sendiri. Ayu berkacak pinggang menahan perutnya yang masih terasa mual. Tin Putra mengelakson mobilnya memberi tanda supaya Ayu kembali ke mobilnya. Ayu dengan terpaksa kembali masuk ke mobil. "Jangan buang waktu saya," ucapnya datar. Pria itu melajukan mobilnya menuju apartemen. Ayu hanya diam saja. Perutnya sedikit merasa baikan setelah dia memuntahkan tadi. Akhirnya mereka sampai diapartemen yang sangat besar bisa dikatakan sangat elit. Ayu turun dari mobil dan mengikuti pria itu masuk. Terlihat Putra sedang membuka pintu apartemennya dengan menggesekan kartu, akhirnya pintu terbuka. Merekapun masuk. "Kamu tunggu disini, saya akan ke atas." Ayu duduk disofa, sementara Putra naik ke atas. Mata Ayu melihat sekitar mengamati isi apartemen pria itu. Matanya melihat sebuah bingkai foto. Disana Putra bersanding dengan seorang wanita yang sangat cantik dengan menggendong bayi. Ayu menjadi bertanya - tanya, mengapa Putra menyewa babby sugar sementara dia memiliki istri yang sangat cantik. "Ekhem." Pria itu duduk didepan Ayu dengan membawa kertas. Dia meletakan dimeja depan mereka. "Itu adalah kontrak selama kamu menjadi baby saya. Bacalah." Ayu mulai membaca isi kontrak tersebut. Matanya membulat sempurna, lima tahun? Apa pria itu berencana mengekang hidupnya? "Bagaimana?" "Kenapa begitu lama sekali?" tanya Ayu. "Iya atau tidak. Jangan katakan apapun selain itu," ucap Putra datar. Ayu tampak ragu, apakah dia harus benar menjadi babby sugar pria dihadapannya? Apakah ini semua benar? Ataukah sebaliknya? "Selama kamu menjadi babby saya, saya akan memenuhi kebutuhan kamu. Jadi kamu hanya perluh memberikan saya kenikmatan." "Apa aku juga bisa melanjutkan kuliah?" tanya Ayu penasaran. "Bahkan saya bisa membelikan universitas untukmu. Itu bukan masalah besar untuk saya." Ucapan Putra begitu membuatnya tergiur. Dia ingin sekali melanjutkan pendidikannya, sebelumnya memang karena ekonomi, dia berhenti kuliah dan memilih bekerja sebagai penjaga toko. "Iya atau tidak?" Dewi batin Ayu saling berperang satu sama lain. Dia harus mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya, dan tentunya yang menguntungkan. Ayu kemudian memejamkan matanya, dia berharap pilihannya tidak akan pernah salah. Wanita itu, kemudian mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Putra. "Jadi, kamu setuju?" tanya Putra memastikan. Ayu menganggukan kepalanya mantap. Putra menatap Ayu cukup lama, setelah itu dia tersenyum miring. "Lepas pakaianmu sekarang.." Ayu yang mendengar suara bass Putra membelakan matanya. Dia meneguk salivanya susah. Dia mendadak berkeringat dingin. "Tuan..." "Daddy, call me daddy babby.. and do it!" Mendengar ucapan pria dihadapannya, Ayu menegang. Dia masih mematung ditempatnya. Wanita itu menunduk tak berani menatap pria itu. Putra sudah sangat sabar menghadapi wanita kecil dihadapannya, tapi lama kelamaan pria itu merasa geram. Perjanjian sudah terjalin, jadi itu artinya seluruh tubuh wanita itu adalah miliknya. "Sampai kapan kamu akan mematung?" Mendengar teguran Putra membuat Ayu menjadi gugup. Dia meneguk salivanya dengan susah payah "Tatap aku!" perintahnya. Dengan ragu Ayu menatap pria dihadapannya. Pria itu nampak datar melihat Ayu. "Bukankah aku mengatakan untuk membuka pakaianmu?" Ayu menggigit bibir bawahnya dan mengangguk. Tangan pria itu menunjuk dirinya dari atas hingga bawah. "Setelah menandatangani perjanjian, itu artinya semua yang ada ditubuhmu adalah milikku. Dan ucapanku mutlak perintah untukmu." Wanita itu hanya diam sambil menggigit bibir bawahnya. "Sekarang apa lagi yang kamu tunggu? Lakukan pekerjaanmu sugar," ujarnya dengan seringaian licik. Ayu hanya diam dengan perasaan gugupnya. Dia sudah terjerat, dan tak ada kesempatan untuk pergi. *** Selesai pergulatan panas keduanya, Putra menggenakan pakaiannya. Dia kemudian menyerahkan kunci apartemen dan atm miliknya pada Ayu. "Itu adalah hadiah karena kamu sudah membuatku senang." Ayu menerimanya, haruskah dia senang? Ataukah tidak? Putra menundukan wajahnya dan mengecup bibir Ayu sekilas. "Aku akan membersihkan diri, jadi istirahatlah." Putra keluar dari kamar, meninggalkan Ayu yang diam sambil melihat kunci dan atm yang berada ditangannya. "Semua sudah terlanjur Yu, kamu harus bisa mempertahankan semuanya." Ayu, dia adalah wanita hina. Dia sudah kotor, dia bukan lah wanita baik - baik saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD