Tunangan Liu Chaing He

1066 Words
Sesampainya di rumah aku langsung meminta obat kepada bibi, bibi yang mengerti langsung saja mengambilnya. Aku langsung pergi ke kamar dan menguncinya. “Hei, buka pintunya,” ucapnya dan aku tetap melanjutkan tidurku. Aku sebenarnya harus sadar diri kalau aku ini sebenarnya hanya wanita pemuasnya saja, bukan yang lainnya. Aku memejamkan mataku dan kembali tidur, biar saja dia tidur dulu. Besok paginya aku terbangun dengan Chaing He di sampingku, dia memelukku erat. Aku hanya bisa mengalihkan tangannya lalu kemudian pergi. Aku menemui bibi saat dia sedang masak. “Bi, kenapa dia bisa masuk?” tanyaku dan bibi tersenyum. “Pakai kunci cadangan, Nyonya,” jawab bibi melanjutkan masakannya, aku langsung minum dan kembali lagi ke kamar. Dia tidak ada lagi, aku mendengar suara air, ternyata dia sedang mandi. Segera aku menyiapkan pakaiannya dan pakaianku, beberapa menit kemudian dia keluar. Dia melihatku sedikit menyesal, aku tidak peduli sama sekali dia pasti mau minta jatah lagi samaku. Saat aku mau bergegas mau pergi, dia langsung saja menarik tanganku dan memelukku dari belakang. “Maaf kan aku ya?” ucapnya meletakkan kepalanya ke pundakku. Kenapa dia harus minta maaf, dia kan tidak bersalah. “Aku tidak akan sanggup mengatakan kepada ke dua orang tua kita kalau kamu sampai hamil nantinya, dan aku juga belum siap,” ucapnya. Ha? Jadi maksudnya kalau aku hamil dia mau tanggung jawab? Atau aku saja yang salah mengartikan perkataannya tadi? Tapi itu tidak mungkin benar sih, mana mau dia menilah denganku. “Iya,” balasku dan segera pergi ke kamar mandi. Kami berangkat ke kantor seperti biasa. Aku memulai pekerjaanku dan dia memulai pekerjaannya. Semuanya berjalan dengan lancar, sampai seorang wanita bule tiba-tiba datang membuka pintu lalu berlari ke arah Chaing He dan langsung saja menciumnya. Aku terdiam begitu juga dengan Chaing He, siapa wanita itu? Kenapa dia datang dan langsung melakukan hal itu. “Caroline, kenapa kau di sini?” tanya Chaing He dan aku pura-pura tidak melihat mereka. “Kamu lupa? Tante Mei Li kan menjodohkan kita sebentar lagi kita akan bertunangan?” Apa? Bertunangan? Tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Wanita itu memang jauh lebih cantik dariku. “Mama, tidak mungkin melakukan hal itu,” tolak Chaing He. “Maaf Pak, Bu, saya pergi dulu,” ucapku dan wanita itu menganggukkan kepala sambil tersenyum, dia sangat cantik. Aku melihat Chaing He dan kembali melihatku, aku tersenyum lalu pergi. Dikontrak juga dikatakan bahwa dia boleh bermain dengan wanita mana pun, harusnya aku sadar diri, aku wanita simpanan. Ingat Affry kamu wanita simpanan, jangan mudah cemburu. Dan ingat, pria itu yang mengambil cita-citamu jadi kamu tidak boleh menaruh hati padanya. Aku langsung berjalan ke kantin. Rasanya aku mau meluapkan semua kemarahanku ini dengan memakan semua makanan ini. Sudah satu jam aku di sini, harusnya wanita itu sudah pergi. Aku harus melanjutkan pekerjaanku. Aku berjalan ke kantor Chaing He mengambil semua berkasku. Saat aku mau membuka pintu, aku tidak mendengar suara apa pun, segera aku masuk, dan langsung saja mataku ternoda. Mereka berciuman panas di sana, tepatnya di atas meja. “Maaf,” ucapku menutup pintu, Chaing He melihatku dan aku langsung keluar. Mereka? Kenapa aku harus melihat menjijikkan seperti itu. Tanpa terasa air mataku jatuh tanpa diundang. Aku pasrah kali ini, aku harus berusaha menjauh, setelah dia menikah maka aku akan segera ditendang olehnya. Aku langsung pulang ke rumah, bibi menyapaku seperti biasa. Bibi juga sempat menanyakan di mana Chaing He tapi aku menggelengkan kepala, segera aku pergi ke kamar. Entah kenapa aku meluapkan semua kekesalanku lada bantal, aku melempar semua bantal dan membuka sarungnya bahkan membuang semua kapasnya. Aku berteriak, tak karuan. Rasa kesal yang tak bisa aku luapkan membuatku menggila. “Liu Chaing He, sialan!” teriakku dan membuat bibi datang ke kamarku. “Nyonya, Anda kenapa?” “Aaa!” teriakku lagi, lalu aku diam. Aku tidak boleh seperti ini. Ini namanya aku mengharapkan dia, sebenarnya maunya aku ini apa sih? Aku membencinya sekaligus mencintainya. “Nyonya,” panggil bibi lagi. “Aku tidak apa, Bi,” jawabku dan aku kembali menangis dalam diam, aku harus bisa sabar, jangan seperti wanita yang tidak ada harga dirinya. Mungkin karena kelelahan aku tertidur, saat aku bangun, aku melihat Chaing He menatapku sambil mengelus kepalaku lalu tersenyum. Aku melihat jam dan masih siang, kenapa dia suda pulang? Aku melepaskan tangannya dari kepalaku dan duduk. “Kenapa? Kau cemburu? Apa kau tidak membaca kontrak itu sebelum merobeknya?” ucapnya dan tanganku rasanya ingin menampar dirinya kuat. “Tidak, bukan urusanmu,” jawabku. “Bibi meneleponku dan mengatakan bahwa kau mengurung diri dan menangis di kamar sambil mengatakan aku sialan, apa itu tidak cukup sebagai bukti?” ucapnya lagi dan aku hanya diam. “Kalau aku tanya, kamu harus menjawab.” Dia mencengkeram mulutku lalu menciumku secara ganas. Kali ini aku merasakannya dia menciumku dengan rasa benci. Aku tetap menutup mulutku dan dia memaksa untuk masuk, mungkin karena dia kesal dia jadi memelukku erat sambil menggesek-gesek bagian bawahnya dan meremas sesuatu, membuatku mengerang. Dia memasuki mulutku, mengabsen setiap gigiku, semua diterjang dia. Aku merasakan bagian bawahnya semakin besar dan aku semakin gelisah. Tapi aku tidak menunjukkan bagian dari tubuhku bahwa aku ingin lebih. Dia berhenti menciumku dan pergi ke kamar mandi, kenapa dia tidak melanjutkannya denganku? Biasanya dia akan melakukan hal itu tanpa seizinku sekali pun. Aku mengikutinya ke kamar mandi, dan ternyata dia melakukannya di sana. Ada yang aneh, kenapa dia melakukannya sendirian. Apa dia tahu kalau aku tidak ingin dan lebih baik dia melakukannya sendiri, tapi itu tidak mungkin itu mustahil. Beberapa menit kemudian dia keluar. “Kenapa kau melakukannya sendiri?” tanyaku dan dia hanya tersenyum miring. “Kamu sedang datang bulan.” Ha? Aku langsung mengecek celanaku dan benar saja aku lagi datang bulan, aku segera mengganti pakaianku dan membersihkan diriku. Setelah selesai aku langsung menjumpai dia. “Bagaimana kamu tahu,” ucapku. “Aku melihatnya pas mencium tadi, apa ada masalah,” jawabnya dan kenapa sekarang aku jadi merasa malu. Bagaimana mungkin aku tidak ingat siklusku sendiri. Aku langsung pergi meninggalkan dia. “Bersiaplah, keluargaku dan keluarga Caroline akan datang,” ucapnya. “Apa? Aku harus pergi kalau begitu.” “Tidak perlu.” “Kamu mau membuatku malu? Jika orang tuamu menanyakan siapa aku, aku harus jawab apa? Dan jika calon mertuamu yang bertanya, masa iya aku bilang kalau aku wanita simpananmu?” “Memang kamu wanita simpananku.” Aku terdiam, maksudnya apa coba? Aku kan memang wanita simpanannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD