bc

Marriage With Benefits

book_age18+
1.0K
FOLLOW
6.5K
READ
billionaire
contract marriage
love after marriage
arrogant
sensitive
CEO
city
office/work place
like
intro-logo
Blurb

"Aku menikah cuma karena aku butuh ngelupain dia."

~ Fandy Lim

"Aku menikah hanya untuk bersembunyi dari orang tuaku."

~ Zhao Wei

Dua orang dengan kepentingan berbeda sepakat untuk menikah tanpa memikirkan sakralnya sebuah pernikahan. Fandy yang hanya terus memikirkan bagaimana caranya mengembangkan perusahaannya ke kancah internasional memanfaatkan kemampuan istrinya. Begitu pula dengan Zhao Wei memanfaatkan suaminya demi mendapatkan kewarganegaraan Indonesia dan mengejar impiannya menjadi seorang ilustrator yang ditentang orang tuanya.

All rights reserved. 2021. Yohana Ekky Tan.

chap-preview
Free preview
PROLOG
Kata orang, cinta pertama adalah kenangan yang paling tidak bisa dilupakan. Ada dua tipe cinta pertama di dunia ini. Tipe pertama adalah cinta pertama yang berhasil sampai ke pelaminan. Ceritanya indah dan akan selalu diperdengarkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Tetapi tipe kedua adalah cinta pertama yang tidak berhasil, terlebih lagi bertepuk sebelah tangan. Kesengsaraan itu akan terus terbawa sampai insan ini menemukan cinta yang baru dan sejati. Fandy Lim adalah korban dari cinta pertama tipe kedua. Ia pernah kehilangan kepercayaan akan adanya cinta dan menemukannya kembali melalui Sakura. Namun nyatanya cinta itu justru bertepuk sebelah tangan sehingga ia kembali kehilangan kepercayaan akan cinta, bahkan lebih lagi dari sebelumnya. Kejatuhan kedua memang selalu lebih buruk. "Capek saya kalau begini terus. Pak Fandy kalau kerja nggak ada akhirnya." "Iya, itu namanya efek jomblo bertahun-tahun. Pacarnya ya cuma kerjaan." "Kita perlu adain sayembara 'Cinta Untuk Sang CEO' kali ya. Pasti banyak yang daftar." Obrolan semacam ini tidak jarang terdengar di kantor saat Fandy sibuk di dalam ruangannya. Semua pegawai memang merasa bersyukur atas gaji mereka yang lebih tinggi di atas rata-rata pekerja di perusahaan lain. Tetapi porsi kerja mereka juga lebih berat. Semua karena Fandy selalu menuntut kesempurnaan, bukan hanya dari para pegawainya tetapi juga dirinya sendiri. Yang ada di pikiran Fandy adalah mengembangkan perusahaan desain visualnya lebih lagi ke kancah internasional. Ia sudah menghabiskan banyak waktu untuk menjelajahi dunia ini dan menemukan mitra-mitra kerja yang membawa keuntungan. Semakin dirasanya keberhasilan di depan mata, semakin ia giat bekerja sampai larut malam. "Cecilia, tolong kamu pasang iklan lowongan pekerjaan untuk Ilustrator. Saya nggak peduli tentang kualifikasi yang lainnya karena syaratnya cuma satu. Dia nggak pernah kehabisan kreativitas untuk bisa terus menghasilkan ilustrasi. Kamu tahu apa yang harus dilakukan ya." Itulah pesan yang Fandy sampaikan kepada sekretaris pribadinya melalui telepon sambungan internal. Desahan berat diperdengarkan oleh si penerima mandat. Sekretaris yang sudah lama bekerja untuk Fandy itu langsung mengerjakan apa menjadi keinginan bosnya. Tanpa bekerja dua kali, iklan pun terpasang di seluruh situs job postings[1] terbaik dan paling dikenal di internet. "Cecilia, tolong siapkan tiket pesawat ke New Zealand besok pagi. Jam sepuluh ya. Saya ada ketemu mitra baru di sana." Mandat dadakan seperti ini juga bukan sesuatu yang tidak lazim di FL Media, Inc. Semua pegawai dilatih menjadi seperti prajurit yang siap perang kapanpun. Ketika jam dinding menunjukkan pukul lima sore, Fandy masih menatap monitor komputernya. Ia tidak sedang memperhatikan hasil final render untuk proyek restoran baru di Tangerang itu. Yang ditatapnya adalah sebuah foto seorang pemuda yang tampak dari samping, yaitu dirinya sendiri. Bukannya Fandy narsistik hingga ia mengagumi dirinya sendiri, tetapi sosok di balik kamera itulah yang terus mendominasi pikirannya. Setiap selesai bekerja lebih awal, ia akan menghabiskan satu jam untuk menatap foto itu dan membiarkan pikirannya berfantasi kembali ke masa itu. ~~~ Di suatu daerah perkotaan di Taiwan, seorang gadis berparas polos sedang duduk dengan iPad di atas meja. Ia sedang berbicara dengan Sakura, sahabatnya di Indonesia menggunakan bahasa yang telah dipelajarinya selama tiga tahun terakhir ini. "Kamu hebat banget, Zhao Wei. Aku seneng banget. Sampai ketemu ya." Panggilan video yang berakhir itu menggoreskan senyuman lebar di wajah Zhao Wei. Ia merasa sudah siap untuk menapaki dunia baru dengan bahasa yang baru pula. Yang perlu ia tambahkan dalam dirinya hanyalah kepercayaan diri. "Zhàowēi, jīn wǎn hé xiàngyǔ xiānshēng yīqǐ chīfàn.[2]" Suara mama Zhao Wei terdengar dari balik pintu kamarnya yang sengaja dikunci agar tidak ada yang menyelonong masuk. "Hǎo ba, hǎo ba, māmā[3]." Dengan enggan ia menjawab. Namun malam ini adalah waktunya untuk Zhao Wei melarikan diri. Tiket pesawat ke Indonesia sudah dibeli dan keberangkatannya dijadwalkan pukul lima. Semua barang yang ia perlukan juga sudah dikemas rapi. Izin tinggal di Indonesia pun sudah dibereskan selama setahun terakhir ini. Tidak akan ada seorangpun yang dapat menghalanginya. Ia mengendap-endap menyelinap keluar dari kamarnya melalui jendela. Meskipun kamarnya ada di lantai dua dan hari masih terang, bukan berarti ia tidak bisa pergi tanpa jejak. Selama tiga tahun terakhir ini ia sudah berlatih fisik dan menyusun strategi demi melancarkan rencananya. Semua kerja kerasnya itu membuahkan hasil. Ia berhasil pergi ke bandara dengan bantuan teman yang paling ia percaya. Pakaian dan barang-barang lainnya sudah dikumpulkan sedikit demi sedikit beberapa bulan terakhir ini di rumah sang teman. Maka ketika hari ini tiba, satu koper penuh barang sudah siap dibawa. Udara kebebasan yang ia telah nanti-nantikan ini akhirnya berhasil dihirupnya. Setelah melewati perjuangan bertahan di rumah mewah tapi menyesakkan keluarganya itu, kini ia berjalan menuju impiannya. Memang benar Indonesia bukan negara yang terbaik jika ia ingin menjadi seorang ilustrator yang dikenal oleh seluruh dunia, tetapi ia perlu sebuah batu loncatan. “Permisi, saya mau pergi ke alamat ini.” Zhao Wei menunjukkan layar ponselnya kepada supir taksi Bandara Husein Sastranegara. Di sana tertulis alamat rumah kos yang akan menjadi tempat tinggalnya nanti. “Siap, Neng. Meluncur.” Sang supir segera menancap gas meninggalkan bandara. Selain Bahasa Indonesia standar, Zhao Wei juga sudah belajar sedikit tentang Bahasa Sunda; mulai dari sebutan, filler[4] seperti ‘teh, mah, mereun’ dan lain sebagainya. Mempelajari bahasa ini tidak terlalu sulit baginya karena motivasinya untuk mencapai impian begitu besar. Seolah melompati batu penghalang yang besar, begitulah ia saat ini. Dengan bantuan Sakura ia juga mengerti hal-hal dasar, salah satunya memilih kartu SIM ponsel terbaik. Ia segera memutus kontak dari orang tuanya agar tidak diganggu selama perjalanan menuju kesuksesannya ini. Yang namanya Zhao Wei, sekali bertekad maka tidak ada yang bisa menghalangi. “Saatnya cari lowongan pekerjaan,” ucap Zhao Wei riang. Ia sama sekali tidak menggunakan bahasa ibunya selama seminggu terakhir ini dan lebih banyak berbicara menggunakan Bahasa Indonesia dengan teman-teman dan pemilik kosnya. Di kamar yang rapi dan tergolong sangat feminim itu, ia duduk menghadap laptopnya. Curriculum vitae (CV)[5] dan surat lamaran pekerjaan yang sudah disiapkan kemudian dikirimkan satu demi satu ke perusahaan di Bandung yang mencari ilustrator atau desainer visual. Alasan kenapa ia memilih Bandung daripada Jakarta yang lebih luas kesempatannya untuk bekerja adalah karena ia memiliki kenalan di Bandung. Jika Sakura tidak sedang ada di Bandung karena urusan pekerjaan atau liburan keluarga seperti saat ini, ia masih punya sahabat lainnya. Untuk urusan bersosialisasi ia memang perlu lebih banyak belajar. “FL Media Inc. membutuhkan seorang ilustrator. Tidak dibatasi usia dan pendidikan. Syaratnya hanya satu, memiliki kreativitas yang tidak pernah habis. Gaji per bulan sepuluh juta rupiah.” Zhao Wei membaca lowongan pekerjaan yang muncul di beranda utama sebuah situs job postings. Matanya membulat dan mood-nya naik seketika. “Ini aku! Nggak boleh aku lewatkan yang satu ini.” Dari sekian lowongan pekerjaan yang sudah ia lamar, yang satu ini adalah yang terbaik. Ia merasa bahwa ia harus mendapatkannya dan percaya ia adalah kandidat yang tepat. Tidak ada dokumen seperti CV yang diminta di sini kecuali portofolionya. Maka dari itulah ia segera mengirimkan tautan alamat web pribadinya yang berisi semua hasil karyanya. Sekitar lima belas menit kemudian, sebuah email dari FL Media Inc. masuk. Ia tidak menyangka akan secepat itu. Dengan harap-harap cemas, ia membukanya. 'Dear Nona Zhao Wei, Terima kasih untuk lamaran pekerjaan Anda. Karena banyaknya lamaran yang masuk, kami akan memberi kabar dalam waktu satu minggu. Jika tidak ada pesan lanjutan dari kami, artinya Anda dinyatakan tidak lolos. Best of luck, HRD FL Media Inc.' Zhao Wei menghela napas agak kecewa tetapi menguatkan hatinya. Ia percaya jika jalan yang ini tertutup, maka jalan lain akan terbuka untuknya. [MWB] Keterangan: [1] Situs lowongan pekerjaan [2] Zhao Wei, makan malamlah dengan Tuan Xiang Yu malam ini. [3] Iya, iya, Ma. [4] Kata-kata tambahan [5] Ringkasan riwayat hidup, biasanya dipakai untuk melamar pekerjaan/studi

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.6K
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
535.6K
bc

Unpredictable Marriage

read
280.7K
bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
292.5K
bc

LIKE A VIRGIN

read
841.4K
bc

I Love You Dad

read
283.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook