Sahabat Baru

1532 Words
Setelah ratusan purnama hanya berkutat dengan Aksa, mendengar berbagai kisah celotehannya, melewati semua cerita yang kadang tidak ada dibayangan, akhirnya kini, Kalla tidak sendirian lagi di sekolah. Tapi, tetap saja, sikap menyebalkan Aksa berkuasa atas apapun yang ada di dalam kehidupan Kalla, khususnya di sekolah. Aksa harus menyeleksi setiap anak yang akan menjadi teman Kalla. Entah itu perempuan atau laki-laki. Jika calon teman Kalla itu laki-laki, harus bisa mengalahkan Aksa dalam hal apapun. Jika calon teman Kalla itu perempuan, harus bisa memasak, harus perhatian, baik hati, dan bisa menjaga Kalla dengan baik. Seperti kriteria mencari istri kalau kata Kalla. Sampai suatu saat, Kalla tidak sengaja menemukan satu teman yang Kalla yakin akan menjadi sahabatnya sampai kapanpun. Bangku putih abu-abu mengajarkan banyak hal kepada seluruh muridnya. Juga memberikan banyak tantangan kepada siapapun yang berada di sana. Jika mereka bisa melewati, maka mereka akan memenangkannya. Namun, jika mereka terperangkap, maka akan banyak masalah yang dihadapi. Seperti kisah salah satu teman Kalla di sekolah. Diam-diam teman Kalla ini iri dengan Kalla karena Kalla lebih diperhatikan oleh guru karena kepintarannya, diperhatikan oleh Kakak Kelas karena kecantikannya, keanggunannya, dan kelembutannya. Tetapi, ada satu lagi yang membuat salah satu teman Kalla iri. Kalla bisa menolak beberapa cowok dengan mudah. Hingga terkadang ada yang menyimpan dendam kepadanya karena cintanya ditolak. Mungkin dendam itu sampai sekarang, sampai bekerja sama dengan teman Kalla yang iri itu. Istirahat sekolah, Kalla bergegas pergi ke toilet. Sampai di sana, ada beberapa anak perempuan yang sedang merapikan tampilannya. Kalla pikir, itu seperti senior. Bukan teman seangkatan ataupun junior di sekolah. Kalla berusaha untuk bersikap sopan dan baik kepada beberapa anak perempuan di sana. Kalla melemparkan senyumnya, memberikan sapaan, sebelum Kalla masuk ke salah satu toilet yang memang sedang kosong. "Tunggu!" Salah satu anak perempuan itu menghalangi Kalla masuk ke toilet. Kalla berhenti dan berbalik badan. Kalla langsung menoleh dan menanyakan kepada anak perempuan itu. Ada perasaan gugup, namun, Kalla memberanikan diri karena Kalla merasa tidak melakukan kesalahan apapun. "Ada apa, kak?" Kalla masih bersikap sopan dan baik. "Berani-beraninya duluin senior Lo di sekolah? Lo nggak lihat dari tadi di sini ada kita?" Jawaban anak perempuan itu sedikit nyolot. "Ee.. tapi kan, memang ini toilet dari tadi kosong." "Pake jawab segala lagi! Berani lo sama senior?" Nada tinggi mereka semakin memuncak. "Yaudah, silakan, kak. Biar aku tunggu kakak selesai." Kalla akhirnya mengalah karena tidak mau ada keributan di toilet sekolah. Kalla diam menunduk, sembari menunggu toilet kosong gilirannya. Toilet lain tertutup dari tadi, seperti ada orang di dalamnya. Namun, yang tak kunjung keluar. Kalla sudah mulai tak enak hati,Kalla pun memutuskan untuk pergi ke toilet yang ada di lantai 2. “Mau kemana Lo?” Kalla dihalangi agar tidak keluar dari toilet wanita. Kalla harus tetap berada di sana, sampai semua anak perempuan di sana selesai. “Aku mau ke toilet lantai 2, kak. Udah kebelet,” Kalla menjawab dengan jujur. Namun, jawaban Kalla itu justru menimbulkan masalah untuknya. Semua anak perempuan yang ada di sana keluar. Sudah selesai buang air kecil dan merapikan pakaian. Kalla dikepung oleh 5 anak perempuan di sana. Berada di tengah-tengah senior lumayan membuat Kalla gugup. Apa yang harus Kalla lakukan? Kabur? Atau diam saja menunduk, sampai mereka selesai dan puas sudah mengepung Kalla di sana. “Heh, liat gue!” Ujar salah satu anak perempuan di sana. Dia terlihat emosi dan menyimpan dendam dengan Kalla. Entah karena apa. Alasannya sama sekali tidak jelas. Kalla tiba-tiba dikepung di kamar mandi perempuan. Lalu, dilarang untuk keluar. “Ada apa ya, kak?” Kalla masih bertanya mengapa dirinya diperlukan seperti itu. Kalla bukan tidak ingin melawan, namun, Kalla lebih ingin mengalah dulu. Setelah kesabarannya Habis, Kalla akan bertindak tegas. Karena Kalla yakin, Kalla tidak pernah melakukan kesalahan dengan kelima anak perempuan yang ada di toilet itu. Kalla merasa belum pernah bertemu, apalagi melakukan kesalahan kepada mereka. “Lo masih tanya ada apa?” “Lo duluan yang cari gara-gara sama kita! Lo tuh di sini masih junior! Jadi, jangan berlagak songong deh!” Kesal terdengar dari nada bicaranya. Kalla ingin tahu alasan mereka mengapa membenci Kalla, sampai mengepung Kalla di toilet. “Lo ngerebut cowok kita!” Salah satu anak perempuan itu angkat bicara. “Merebut?” Kalla tidak habis pikir. Selama di sekolah, Kalla belum pernah pacaran dengan siapapun. Bahkan teman laki-laki pun Kalla hanya mengenal teman satu kelasnya saja. Lainnya Kalla tidak punya. Sekarang, Kalla dituduh menjadi perebut pacar orang. Sungguh, Kalla tidak mengerti apa maksud dari kelima seniornya itu. “Maaf, kak. Tapi aku beneran nggak tahu maksud kakak-kakak ini apa. Aku sama sekali nggak pernah merebut cowok atau pacar siapapun. Aku juga belum pernah punya pacar sampai sekarang,” Kalla memberi penjelasan dengan jujur. “Heh, gue nggak peduli sama alasan Lo! Bisa aja kan Lo bohong sama kita kita!” mereka tidak terima alasan Kalla. Mereka juga menganggap bahwa Kalla berbohong. “Tau nggak kesalahan Lo apa?” “Apa, kak?” Kalla benar-benar ingin tahu apa salahnya, sampai senior itu tidak suka dengan Kalla. “Lo udah bikin cowok yang kita suka, alias gebetan kita suka sama Lo!” salah satu anak perempuan itu mengutarakan apa yang selama ini mereka dendamkan kepada Kalla. Kalla tidak habis pikir. Menurut Kalla, itu bukan kesalahan Kalla. Lagi pula, Kalla tak pernah membuka hatinya untuk laki-laki di sekolahnya. Apalagi sudah punya kekasih. “Tapi, kak. Itu bukan salah aku, aku juga nggak pernah membuka hati kepada laki-laki yang kakak maksud,” Kalla mencoba berbagai cara supaya salah paham tidak terjadi. “Halah alasan banget Lo!” “Stop!” Meira, anak baru di kelas Kalla datang menolong Kalla ketika Kalla hampir saja dikerubuti oleh kelima senior itu. Mereka langsung mundur. Tak ada yang berani menyentuh Kalla. “Ngapain Lo semua di sini? Mau jadi superhero Lo?” Meira kesal dengan sikap kelima senior itu. Mereka sok menjadi orang yang berkuasa dan bebas melakukan apa saja di sekolah. Padahal, mereka hanya kelas 3 yang sebentar lagi meninggalkan sekolah. “Siapa Lo? Ngapain ikut campur urusan kita? Pergi Lo dari sini!” kehadiran Meira membuat kelima senior perempuan itu merasa down. Mentalnya tidak sekuat dan sebesar sebelum adanya Meira. Mereka takut, namun juga pasti malu. “Harusnya Lo semua yang pergi, bukan gue! Mau tidur Lo di toilet?” Meira membuat kelima anak perempuan itu diam tanpa kata. “Urusan Lo belum selesai ya sama kita kita!” gertak salah satu anggota dari kelima senior perempuan itu. “Kenapa belum selesai? Ayo kita selesaikan sekarang! Satu lawan satu kalau berani, jangan keroyokan!” Meira membentak kelima seniornya itu. Meira tidak takut, karena memang Meira tidak salah kepada mereka. Meira hanya membela Kalla yang tidak salah apa-apa namun, dikerubuti seperti lalat sedang mengerubuti makanan. Akhirnya, mereka pun pergi dari toilet. Bentakan dari Meira berhasil membuat senior itu takut dan memilih untuk pergi. “Makasih banyak, ya. Aku nggak tahu deh jadinya kalau nggak ada kamu tadi,” ucapan terima kasih Kalla yang masih canggung kepada Meira. “Iya, sama-sama. Tenang aja, gue bakal membela siapapun selagi orang itu nggak salah. Lain kali, kalau ada mereka atau orang lain yang seperti itu, lawan!” Meira memberi nasihat untuk Kalla, agar tidak jadi anak yang selalu mengalah. “Hehehe... Iya, lain kali aku akan lebih berani,” ujar Kalla sembari melengkungkan senyumnya karena sekarang Kalla sudah lega. Kalla dan Meira, berteman dekat sejak kejadian di toilet itu. Rasanya, Kalla senang sekali mendapatkan teman perempuan seperti Meira. Meira adalah salah satu orang yang selama ini Kalla tunggu kehadirannya. Akhirnya, setelah sekian lama menunggu, waktu memberikan kesempatan Kalla bertemu dengan orang yang ditunggu. Meira akan menjadi sahabat Kalla, begitu juga Kalla, akan selalu menjadi sahabat untuk Meira. Awal kedekatan Kalla dan Meira membuat Aksa cemburu. Sebab, Kalla lebih fokus dan mendekatkan diri kepada Meira, bukan dengan Aksa lagi. Aksa menjadi sedikit kesepian, karena biasanya Kalla selalu menempel dengannya, namun kini tidak. Aksa belum percaya seratus persen kepada Meira. Sebab, Aksa tidak ingin ada yang menyakiti Kalla. Siapapun itu. Aksa harus tahu bagaimana seluk beluk seorang itu berasal. Aksa pun akhirnya mencari tahu, siapa itu Meira sebenarnya. Aksa mengikuti Meira ketika Meira pulang, ketika Meira pergi ke sekolah, Meira makan di luar bersama keluarganya, dan kemanapun Meira pergi. Ini semua demi keamanan Kalla. Meira lapor kepada Kalla, karena sudah merasa jika Aksa menganggu kehidupannya. Meira merasa seperti sedang ada yang menguntitnya setiap hari. Kalla pun marah dengan Aksa, Kalla tidak suka dengan sikap Aksa yang terlalu posesif. Padahal mereka hanya berteman saja. Apalagi, teman baru Kalla adalah perempuan. Tidak seharusnya Aksa bersikap seperti itu. Kemarahan Kalla membuat hari-hari Aksa menjadi kesepian. Kalla tidak mau diantar dan pulang sekolah bersama Aksa lagi. Kalla lebih memilih naik angkutan umum, atau naik ojek online saja. Aksa merasa bersalah kepada Kalla, sebab, karena sikap posesif Aksa, Kalla hampir saja dijauhi oleh teman barunya. Aksa meminta maaf kepada Meira. Aksa menjelaskan apa maksudnya ketika terus membuntuti Meira. Aksa hanya ingin Kalla dalam keadaan aman dan baik-baik saja. Meira pun mengerti, namun, Meira tetap saja tidak suka dengan sikap Aksa yang seperti itu. Aksa berjanji, tidak akan membuat Meira merasa tidak nyaman lagi. Pada akhirnya, persahabatan Kalla dan Aksa bertambah satu. Kini, di hari-hari Kalla tak hanya ada Aksa saja. Namun, bertambah dengan adanya Meira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD