Bimbang

1333 Words
Dokter sudah mengizinkan Kalla untuk pulang ke rumah. Sebenarnya hal yang paling menyenangkan untuk semua pasien, namun, tidak bagi Kalla. Kalla justru ingin lebih lama di rumah sakit, bukan karena Gibran yang selalu menemani, bukan juga Kalla terhindar dari kesibukan kegiatan ospek, melainkan ketenangan yang Kalla dapatkan di rumah sakit. Pagi hari Gibran sudah sampai di rumah sakit, karena Gibran tahu hari itu Kalla akan pulang ke rumah. Gibran akan mengantar Kalla pulang ke rumah sebelum berangkat ngampus. “Sudah siap pulang?” tanya Gibran kepada Kalla yang sedang melamun melihat ke arah jendela ruangan. “Kamu kenapa? Kemarin bukannya kamu ingin cepet pulang?” Gibran bertanya lagi dengan Kalla. Kalla menengok ke arah Gibran, lalu memberikan sedikit senyum yang bisa Kalla berikan. Di pikiran Kalla hanya ada Mama dan Papanya yang  sudah berangkat ke kantor. Mereka lupa jika sekarang Kalla sudah boleh pulang ke rumah. Tidak ada perubahan dari mereka, meski Kalla sudah sampai dirawat di rumah sakit, kesibukan bekerja tetap nomor satu dalam hidup orang tua Kalla. “Kalla? Kamu kenapa?” Gibran mengulangi pertanyaannya karena Kalla belum menjawab. “Nggak papa, Kak.” “Kamu senang kan akhirnya bisa pulang ke rumah?” “Iya,” Kalla menjawab singkat sambil memberi senyum agar Gibran tidak khawatir dengan Kalla. “Yaudah, aku bantuin kamu siap-siap, ya,” Gibran menawarkan diri untuk membantu Kalla mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa pulang. Kalla dan Gibran berdua merapikan semua barang-barang Kalla agar bisa segera dibawa pulang. Rasanya ingin lebih lama merasakan ketenangan di rumah sakit. Namun, Kalla juga merindukan kamarnya, merindukan buku-buku yang selalu menghiasi kesedihan Kalla. “Sudah siap?” Gibran bertanya kepada Kalla karena semua barangnya sudah siap dibawa. Kalla mengangguk, menandakan kesiapannya untuk meninggalkan ruangan yang beberapa hari ini Kalla tempati. “Yuk, aku bantu kamu berdiri, ya?” “Nggak perlu, kak. Aku bisa jalan sendiri, kok.” “Yaudah, aku bawakan semua barang kamu saja,” Gibran mengambil tas dan barang Kalla lainnya. Kalla menolak semua bantuan dari Gibran, Gibran pun tidak memaksa. Gibran akan melihat sampai sejauh mana Kalla bisa kuat membawa semua tas dan barangnya, juga berjalan sendirian tanpa bantuan orang lain.  Benar dugaan Gibran, Kalla masih sangat lemas, berdiri saja belum bisa terlalu lama, belum kuat juga membawa semua barang bawaannya. Gibran hanya tersenyum melihat Kalla yang sulit dikasih tahu. “Kamu tunggu di sini, ya,” Gibran meninggalkan Kalla sejenak. Kalla duduk di dekat jendela menunggu Gibran kembali ke ruangan. Melihat ke arah luar, membayangkan tentang semua kemalangan hidupnya, kesedihan yang ada di dalam realitanya. “Ahhh, aku nggak boleh berlarut-larut, banyak di luar sana yang masih lebih menyedihkan kehidupannya. Aku harus lebih kuat, aku harus lebih punya tujuan hidup, aku pasti masih lebih beruntung dari pada orang-orang yang lebih kesulitan di luar sana,” ujar Kalla lirih sambil menguatkan dirinya sendiri. “Kalla?” “Kak Gibran udahhhh,” Kalla mengira yang datang adalah Gibran, ternyata Aksa. “Aksa?” Kalla terkejut saat melihat kedatangan Aksa, namun Kalla malah memanggil Gibran. “Nggak ada Gibran disini,” Aksa membalas ucapan Kalla. Kalla sangat merasa bersalah dan merasa tidak enak dengan Aksa. Kalla berpikir pasti Aksa tidak suka dengan sikap Kalla yang terlalu memikirkan Gibran. “Ada,” Gibran datang membawa kursi roda. Kalla dan Aksa menengok ke arah belakang, melihat kedatngan Gibran membawa kursi roda untuk Kalla. “Gue sudah dari tadi di sini. Kita mau pulang,” ujar Gibran kepada Aksa sambil berjalan melewati Aksa mendorong kursi roda. “Kamu sudah boleh pulang?” tanya Aksa kepada Kalla. “Eeeee, iya, Sa. Aku sudah boleh pulang hari ini.” “Sekarang udah boleh pulang kok,” Gibran menambahkan jawaban Kalla. Aksa tidak memberi respon terhadap ucapan Gibran. “Ada yang bisa aku bantu?” Aksa bertanya kembali. “Nggak perlu, sudah selesai semua. Biar aku yang antar Kalla pulang ke rumah,” ujar Gibran kepada Aksa. “Nggak ada, Sa. Sudah selesai semua, kok. Kita tinggal langsung pulang saja,” Kalla menambahkan ucapan Gibran agar Aksa tidak merasa cemburu. “Kamu mau ikut ke rumah aku?” Kalla menawarkan Aksa ikut ke rumahnya saat itu. “Gue mau donggg!” Meira tiba-tiba muncul di dalam ruangan itu. “Meira?” Semua terkejut dengan kedatangan Meira. “Kamu kenapa di sini? Kamu kan harusnya ada di kampus?” Kalla mengintrograsi Meira. “Hehehhe,”Meira tidak menjawab pertanyaan Kalla hanya ketawa kecil. “Lo bolos, ya?” Gibran langsung menuduh Meira bolos. “Eeeee, engga kok. Aku nggak bolos.” “Terus kenapa sekarang ada di sini?” Gibran terus bertanya kepada Meira. “Kak Gibran juga kenapa ada di sini? Kan Kak Gibran juga harusnya ada di kampus,” ujar Meira membalikan ucapan Gibran. “Lo berdua ke kampus saja, biar Kalla pulang sama gue,” Aksa menyuruh Gibran dan Meira untuk pergi ke kampus. Kalla, Meira, Aksa, dan Gibran menjadi sangat canggung di dalam ruangan. Mereka bingung, apa yang harus mereka bicarakan. “Iya, Meira sama Kak Gibran ke kampus saja, ya. Biar aku pulang sama Aksa,” Kalla memperjelas ucapan Aksa. “Nggak usah, kamu pulang sama aku saja. Takutnya nanti Aksa ada keperluan mendadak seperti kemarin, kasihan kamu nanti,” Jawab Gibran menolak permintaan Aksa dan Kalla. “Maksud lo apa sih? Lo mau jauhin gue sama Kalla?” Aksa mulai emosi karena Gibran “Gue Cuma mau bikin Kalla aman saja,” Gibran menjawab dengan tenang tanpa emosi. “Eeeeee, lo mending pulang sama gue saja deh, Kal!” Meira menimpali keributan yang akan segera terjadi. Kalla bingung sekali harus bagaimana bersikap dengan Gibran dan Aksa. Kalla tidak ingin ada kesalah pahaman diantara mereka. Karena Gibran, Aksa, dan Meira adalah orang yang bisa membuat Kalla lupa dengan permasalahan yang ada di rumah. “Aku pulang naik taksi online saja, ya,” Kalla mengejutkan Meira, Gibran, juga Aksa. “Kallll! Jangan nekat deh jadi anak,” Meira mulai ngomelin Kalla. “Kak Gibran lebih baik berangkat ke kampus saja sama Meira, Aksa lebih baik balik ke rumah sakit saja, ya,” Kalla meminta kepada teman-temannya agar tidak berebutan untuk mengantar Kalla pulang. “Mei, tolong pesankan taksi online ya buat aku,” pinta Kalla kepada Meira. “Serius?” Meira tidak yakin melepaskan Kalla pulang sendirian. “Nggak, nggak perlu,” Gibran menarik tangan Kalla dengan lembut, mendorong kursi rodanya, lalu mempersilakan Kalla untuk duduk di kursi roda. Gibran membiarkan Kalla menunggu sejenak untuk mengambil semua tas dan barang bawaan Kalla. “Biar Kalla pulang sama gue saja. Lo lebih baik berangkat ke kampus, lo juga mending temenin nyokap lo dulu. Kasihan kalau Kalla harus bingung ngadepin kita,” ujar Gibran lalu mendorong kursi roda dan mengajak Kalla pulang ke rumah. Meira menepuk pundak Aksa. Meira paham bagaimana perasaan Aksa saat itu. Tetapi, Meira tidak bisa berbuat apa-apa untuk sahabat laki-lakinya itu. Meira hanya bisa mengikuti alur hati Kalla. “Bagaimana keadaan nyokap lo?” tanya Meira sambil berjalan keluar rumah sakit bersama Aksa. “Besok rencananya sudah boleh pulang ke rumah,” jawab Aksa dengan pandangan yang tidak lepas dari Kalla. “Waaaaah,  serius? Syukur deh kalau begitu. Gue bakalan ikut jemput nyokap lo besok sama Kalla,” Meira senang sekali mendengar kabar baik dari Aksa. “Udahlah nggak perlu. Kalla juga paling nggak dibolehin sama si Gibran buat ke luar rumah, dan Kalla akan nurut dengan dia,” ucap Aksa dengan ketus. Meira terpaku mendengar jawaban Aksa. Sepertinya Aksa kecewa dengan sikap Kalla yang kini semakin dekat dengan Gibran lalu melupakan Aksa begitu saja. Padahal, Aksa sangat khawatir juga cemas dengan keadaan Kalla. “Kamu istirahat, ya. Kamu nggak usah ke kampus sebelum bener-bener sembuh,” ujar Gibran kepada Kalla sembari membantu Kalla keluar dari mobil. Belum sempat masuk ke dalam rumah, ada mobil datang ke rumah Kalla. Kalla dan Gibran memalingkan perhatian mereka ke mobil yang baru saja datang. Sepertinya Kalla belum pernah melihat mobil itu. Orang yang di dalam mobil itu pun belum terlihat. Kalla menunggu sampai si pemilik mobil itu keluar. Siapa sebenarnya pemilik mobil itu? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD