Bab 2. Diusir

1199 Words
"Ara! Apa yang kamu lakukan dengan putraku?" tanya Ferra Diana Johansyah, nyonya rumah itu dengan sorot mata tajam membuat Leon yang semula tertidur pulas terperanjat dan membuka kedua matanya yang masih terasa berat. Pagi-pagi sekali Ferra menerima telepon dari teman Leon bahwa tadi malam putranya pulang dalam keadaan mabuk. Wanita itu kemudian mencari keberadaan Leon yang ternyata tidak ada di kamar. Ferra akhirnya menemukan putranya di kamar Ara, anak salah satu ART di rumah itu. Melihat sang nyonya rumah di kamarnya, Ara pun begitu terkejut. Lidahnya terasa kelu untuk menjawab. Gadis itu hanya diam, bingung menjelaskan kepada majikan ibunya tersebut tentang situasi yang terjadi semalam. "Mommy. Ini hanya--" Belum sempat Leon menjelaskan kejadiannya, Ferra sudah mendekati Ara dan menampar pipi gadis itu. "Dasar w************n. Jadi, ini tujuanmu tinggal di sini? Pura-pura menggantikan tugas ibumu yang sakit, padahal tujuan utamamu sebenarnya mau menjebak putraku, kan?" Ferra emosi dan mendorong pundak Ara. "Nyonya salah paham, tadi malam itu Tuan Muda--" "Jangan bilang kalau Leon yang menggodamu, karena aku tahu pasti selera putraku bukan gadis rendahan seperti kamu," potong Ferra membuat Ara hampir menangis. Sudah sakit fisik karena tadi malam dilecehkan Leon, sekarang masih harus sakit hati menerima penghinaan Nyonya rumah. Menjelaskan pun percuma karena majikan ibunya itu tidak akan percaya. Ara melirik ke arah Leon dan berharap lelaki itu mau menjelaskan pada Ferra. Namun, ternyata Leon hanya seorang lelaki pecundang yang mengambil keuntungan dari kejadian ini. Lelaki itu malah merasa aman karena Ferra sama sekali tidak marah padanya apalagi menyalahkannya. "Sekarang juga bereskan barang-barangmu dan cepat pergi dari rumahku! Ibumu aku pecat dengan tidak hormat," ucap Ferra membuat Ara terkejut. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu membuka lemari pakaian Ara mengeluarkannya dengan kasar. "Bereskan pakaianmu dan juga pakaian ibumu, lalu lekas pergi dari rumahku," usir Fera dengan kejam. "Tapi, Nyonya. Saya sama sekali tidak bersalah." "Jangan membuatku semakin marah!" Ferra tidak memperdulikan pembelaan Ara. "Nyonya, saya akan pergi, tetapi tolong jangan pecat ibu saya. Sungguh, Tuan Muda lah yang memaksa saya. Saya adalah korban," balas Ara tak kuasa menahan tangisnya. "Kamu pikir dengan menangis aku akan percaya? Kamu pikir dengan air mata buayamu itu aku akan kasihan dan menikahkanmu dengan putraku? Jangan mimpi! Dari awal pasti itu tujuanmu tinggal di sini. Kamu sengaja menjebak putraku yang pulang keadaan mabuk agar bisa masuk menjadi keluarga ini, kan? Dengar, ya! Aku gak sudi punya menantu gadis kampung sepertimu. Sekarang juga berkemas dan cepat pergi dari rumahku!" Ferra melemparkan pakaian Ara ke wajah gadis itu. "Nyonya, ada apa ini?" tanya Marni, ibu Ara yang muncul di depan pintu sembari terbatuk-batuk. Tubuhnya masih lemah dan wajahnya pun terlihat pucat. Wanita paruh baya itu mendengar keributan di kamar putrinya dan segera bangun meskipun kondisi tubuhnya masih belum membaik. "Ibu, ibu kenapa ke sini? Ibu harusnya istirahat di kamar," ucap Ara sembari bangkit dan mendekati sang Ibu dengan perasaan cemas. "Istirahat? Enak saja, kamu dan ibumu harus pergi sekarang juga. Bawa semua barang kalian dan jangan pernah kembali ke sini!" Ucapan Ferra membuat Marni terkejut. Wanita itu memegangi dadanya yang terasa nyeri. "Nyonya--" "Dengar, ya, Marni. Kalau kamu berpikir mengumpankan anakmu untuk bisa menjadi bagian dari keluargaku, maka kamu salah besar. Jangan harap setelah berhasil membuat putraku tidur bersamanya lantas Leon akan menikahi Ara yang murahan itu. Jangan mimpi!" Mendengar ucapan Ferra, Marni menoleh ke arah Ara yang sudah bengkak kedua matanya. Wanita itu melihat putrinya hanya menggelengkan kepala tanpa bisa mengucapkan pembelaan. Namun, Marni tahu betul, putrinya adalah seorang gadis yang sangat menjaga kehormatan. "Nyonya jangan menghina putri saya. Saya sangat percaya pada Ara. Ingat, Nyonya. Karma akan selalu ada. Anda juga punya anak perempuan, bagaimana kalau hal ini terjadi pada Anda?" ucap Marni lirih, tetapi cukup tajam, membuat Ferra semakin murka. "Heh, jangan bawa-bawa karma. Anak gadisku bukan w************n seperti Ara. Justru anak gadismu itu yang bakal kena karma karena dia jadi w************n. Mau saja menyerahkan tubuhnya pada sembarang lelaki. Aku pun tidak yakin kalau putraku yang pertama kali. Pasti sebelumnya dia sudah banyak dijamah lelaki di luar sana. Cuih! benar-benar menjijikkan!" Mendengar penghinaan Ferra, Marni pun murka. Wanita paruh baya itu hendak membalasnya. Namun, Ara segera mendekat dan menenangkan ibunya. Sementara Leon hanya bisa menggeleng pelan karena tahu apa yang diucapkan mommynya tidaklah benar. "Bu, sudahlah. Percuma bicara dengan Nyonya Fera yang telah dibutakan oleh kesombongan itu. Kita pergi saja," bisik Ara membuat Marni terdiam. Wanita paruh baya itu masih tidak terima dengan perlakuan sang majikan. Namun, Ara segera mengemasi pakaiannya ke dalam tas besar sambil menangis. Sementara Ferra yang sudah dipenuhi emosi, menyeret ibu dan anak itu keluar dari rumahnya dengan kasar. "Mom, jangan begini! Kasihan mereka!" Leon yang tadinya terdiam akhirnya bersuara. Ada rasa tidak tega melihat gadis itu diperlakukan demikian hina oleh mommynya. Jujur, Leon sangat menikmati permainannya dengan Ara tadi malam. Meski sudah beberapa kali melakukan hubungan intim dengan beberapa wanita pengagumnya, tetapi hanya Ara lah satu-satunya yang masih virgin. "Diam kamu! Jangan ikut campur!" bentak Ferra membuat Leon kembali terdiam. Kalau sang mommy sudah berkehendak, lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa. "Nyonya, saya tidak akan pernah melupakan kejadian ini. Saya bersumpah, Anda akan menerima balasan dari kesalahan Anda hari ini," ucap Marni dengan sorot mata tajam membuat Ferra semakin brutal. Wanita itu menyeret dan mendorong mendorong Marni keluar gerbang rumah hingga Marni terjatuh. Belum cukup itu, Ferra juga meminta security melempar tas Ara ke jalanan. "Ibu!" Ara berlari mendekati ibunya dan membantu wanita paruh baya itu untuk berdiri. "Pergi kalian! Jangan pernah injakkan kaki di rumahku lagi!" usir Ferra, lalu memerintahkan security untuk menutup gerbang. Wanita itu kemudian menarik pergelangan tangan Leon dan mengajakknya masuk. Sementara Marni memegang dadanya yang semakin nyeri, hingga akhirnya ambruk. "Ibu! Ibu kenapa?" teriak Ara sembari menopang tubuh sang ibu yang pingsan. Security yang hendak menutup gerbang pun tak tega. Akhirnya menelepon taksi agar Ara bisa membawa Marni ke Rumah Sakit. *** "Bagaimana kondisi ibu saya, Dok?" tanya Ara cemas saat lelaki muda berseragam dokter keluar dari ruang IGD setelah menangani Marni. "Ibu Anda terkena serangan jantung. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan beliau, tetapi Allah berkehendak lain." "Maksud Dokter?" "Pasien sudah meninggal dunia." "Apa? Ibu!" Ara berlari menerobos masuk ke ruang IGD. Gadis itu langsung memeluk tubuh sang ibu yang sudah terbaring kaku. Belum hilang rasa sakit karena dilecehkan Leon dan dihina Ferra, kini dia harus kehilangan sang ibu. Satu-satunya keluarga yang dia punya. "Ibu, kenapa Ibu pergi secepat ini? Ara masih butuh Ibu. Ara sudah tidak punya siapa-siapa lagi," isak Ara di atas jasad sang ibu. "Mbak, ikhlaskan ibunya. Biar beliau tenang di sana." Ucapan dokter membuat Ara tersadar dan menghapus air matanya. "Sebelum menghembuskan napas terakhir, Ibu Anda sempat menitipkan cincin ini," ucap Dokter muda itu sembari menyerahkan sebuah cincin kepada Ara. Gadis itu pun menerima cincin dari sang dokter. Cincin yang biasa melingkar di jari manis ibunya. "Ibu Anda bilang, cincin ini adalah pemberian ayah Anda. Beliau meminta Anda selalu memakai cincin ini agar suatu saat bisa bertemu dengannya." Ara terkejut mendengar ucapan Dokter. Selama ini yang dia tahu ayahnya sudah meninggal. "Jadi, ayah saya masih hidup?" "Saya kurang tahu, Mbak. Ibu Anda tidak menceritakannya karena keburu menghadap Yang Maha Kuasa." "Terima kasih, Dok." Ara segera memakai cincin itu, lalu mengurus kepulangan jenazah ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD