Strongest Lady

2700 Words
   Ellaine menatap intens sorot mata Hans yang penuh dengan teka-teki itu, ada sedikit perasaan aneh yang Ellaine rasakan tatkala mata mereka bertemu.    “Kalau aku menolak?” tantang Ellaine balik.    “Aku nggak mau mereka dapat masalah di kemudian hari gara-gara video perbuatan mereka di ponselmu itu sampai tersebar, kamu tahu kan mereka juga berjuang mendapatkan gelar doctor agar keluarga mereka bangga sama seperti kita?”    “Astaga, aku kira aku ini manusia tipe lebay gitu? Aku gak bakal apa-apain video itu selagi mereka bisa jaga sikap” jawab Ellaine santai.    “Well, aku tidak akan memaksamu untuk menghapusnya karena itu hakmu. Akan tetapi..”    “Iyee.. iyee.. bakal ku hapus sekarang, bawel amat sih jadi orang!” sahut Ellaine kesal.     Ellaine yang merasa usahanya sia-sia tetap saja menuruti keinginan Hans untuk menghapus video para mahasiswa pemalak barusan.    “Nah gitu dong, kan cantik” goda Hans sembari mengusap pangkal kepala Ellaine.    “Diih, gila kamu” sahut Ellaine sembari menampik tangan Hans.    Setelah kejadian itu baik Hans maupun Ellaine menjadi teman baik namun Hans tidak serta merta menerima niat baik pertemanan Ellaine. Hans sedikit menghindar saat mereka berjalan berdua ataupun mengerjakan tugas, yang lebih lucu lagi Hans selalu menolak bila Ellaine membelikannya makanan atau membantunya menyelesaikan tugas kampus.    Hans memang menaruh curiga bila Ellaine merencanakan sesuatu yang buruk padanya di kemudian hari, tidak mudah bagi Hans untuk menaruh kepercayaan begitu saja apalagi pada seorang perempuan.    Kala itu musim panas yang terik di Singapura, Ellaine yang sedari pagi merasa ada yang salah dengan sikap menjijikkan Hans pun bersungut-sungut mendatangi lelaki tampan itu. Ellaine memutari gedung fakultas kedokteran dengan langkah berdebu hingga membuat mahasiswa lainnya lari ketakutan.    Ellaine melihat sosok yang sedang di carinya itu duduk sendirian di bangku taman sembari membaca buku materi sebelum kelas berlangsung.    “Hei, b******n” panggil Ellaine pada Hans.    “Hai, ada apa? Wajahmu merah kayak tomat” sahut Hans yang masih belum sadar dengan raut wajah Ellaine.    “b******n, kamu pikir ini lucu, hah?”    “Maksudmu? Jelaskan pake bahasa manusia, aku gak paham kalo kamu pake bahasa monyet, hahaha” jawab Hans malah menggoda Ellaine jadi makin marah lagi.    “Maksudmu apa kamu selalu menghindariku?”    “Aku tidak melakukannya, kok” sanggah Hans dengan ekspresi bingung.    “Jangan pura-pura, b**o! Kamu selalu menolak perhatianku? Ku belikan hamburger kamu nolak, aku antarkan ke perpus kamu nolak, aku temani kerjakan tugas sampe malam kamu juga nolak. Maumu apa b******n!” bentak Ellaine pada Hans.    Ellaine memang menyadari betul bahwa sikap Hans padanya berubah dingin dan perlahan  menghindarinya. Memang Hans bukanlah tipe lelaki yang bicara perasaannya secara langsung, juga karena mereka baru bertemu empat hari yang lalu jadi Ellaine sangat kesulitan mengetahui apa yang diinginkan Hans.    “Aah,.. soal itu, aku harus meyakinkan diri kalau kamu tidak memanfaatkan aku” jawab Hans enteng.    “Bicara apa kamu, b******n?!” bentak Ellaine marah.    “Sudah banyak sekali perempuan sepertimu yang mendekat dan memberikan semua perhatian padaku hanya untuk menguras isi rekeningku. Aku tidak yakin kalau kamu bukanlah salah satu dari mereka”    “Kau kira aku ini siapa, hah?” bentak Ellaine makin marah.    “Ya aku tahu kalau kamu putri tunggal pemilik Johanson’s Hospital, aku bahkan dengar dari orangtuaku hanya kamulah satu-satunya pewaris usaha keluargamu. Benar bukan? Lalu apa tujuanmu berusaha mendekatiku, Ellaine?” sahut Hans sembari berdiri menghadap Ellaine.    “b******n kau, Hans! Kau pikir aku ini p*****r modal jual selakangan, hah! Aku tulus ingin berteman denganmu, b******n! Beraninya kau menganggapku sama dengan mereka!” bentak Ellaine makin keras.    “Hmm, kalau begitu cepat buktikan kalau kamu tidak memanfaatkan aku dan tidak punya niat tersembunyi” pinta Hans yang makin ngawur.    “Okee, jangan sampai menyesal dasar b******n homo!” sahut Ellaine marah.    Bugkk.. bugkk..    Bukannya memberikan bukti sesuai dengan keinginan Hans, Ellaine malah memukkul wajah mulus Hans dengan tangan kosong. Setelah jatuh tersungkur, Ellaine naik ke atas perut Hans yang masih kesakitan lalu menambah pukulannya pada wajah Hans hingga mengeluarkan darah pada dahi dan hidungnya.    “Stop..!! Ellaine, please stop it!” teriak Hans kesakitan.    “Kau bilang ingin bukti kan? Masih mau nambah lagi?” tanya Ellaine masih marah.    “Kamu benar-benar menakutkan, kok bisa kekuatan cewek segede itu?” kata Hans sembari duduk di bantu oleh Ellaine.    “Aku tidak punya niat jahat atau apalah itu, aku benar-benar ingin berteman denganmu karena permintaan konyol Papa”    “Hah?” tanya Hans heran.    “Sepertinya orangtuamu cerita ke papaku kalau kamu sulit mendapatkan teman sejak masih sekolah, karena kita satu kampus jadinya papa pingin aku sering-sering nemenin kamu” kata Ellaine menjelaskan.    “Aaah, begitu ya”    Hans memegangi pipinya yang sangat ngilu, darah yang keluar dari hidungnya menetes terus menerus tanpa henti dan hal itu membuat Ellaine sedikit takut juga.    “Kau baik-baik saja? Darah di hidungmu netes terus”    “Oh ini, jangan khawatir nona bawel. Hidungku memang sangat sensitif dan mudah sekali mengeluarkan darah banyak saat terpukul, tapi aku baik-baik saja” kata Hans, tangannya mengusap darah di hidungnya dengan sapu tangan pemberian Ellaine.    “Maafkan aku” kata Ellaine tiba-tiba.    “Aku yang harusnya minta maaf, sudah menuduhmu macam-macam” sahut Hans.    “Yaaah, kamu juga yang salah sudah bikin aku marah!”   “Mulai hari nggak akan pernah aku lupakan kalau kamu itu strongest lady ever, hahaha” kata Hans dengan lelucon khasnya.    “Sialan kau! Jangan salah paham ya, aku masih lembut tadi. Jangan sampai aku mematahkan tulangmu nantinya!” ancam Ellaine pada lelaki tampan itu.    Hans pun sadar betul bahwa Ellaine bukanlah perempuan buruk yang dia kira selama empat hari ini, mereka mulai berteman baik bahkan bersahabat dekat. *****    “Ellaine Johanson and Hans Syahreza” kata seorang petinggi kampusnya.    “Yes, sir” jawab Ellaine dna Hans tenang.    “Kalian tahu kenapa kalian saya panggil ke ruangan saya?” tanya Sir Maliq dengan tatapan intens pada keduanya.    Petinggi kampus itu memanggil asistennya untuk memutar rekaman mereka berdua tempo hari, Hans sangat terkejut karena rekaman itu berisi adegan Ellaine sedang memukulinya di taman.    “Bisa kalian jelaskan kenapa ada insiden kekerasan ini terjadi? Terutama kamu, Elllaine Johanson. Apa alasanmu memukuli mahasiswa teladan dan jenius seperti Hans?” tanya beliau.    “Aaah.. sir, ini murni kesalahpahaman. Ellaine tidak bermaksud untuk melukaiku, sir. Aku lah yang salah karena telah menuduhnya berbuat jahat padaku, jadi bukan salah Ellaine bila dia marah” sahut Hans mencoba membela temannya.    “Benar begitu, Hans? Saya rasa kamu bukan tipe orang yang suka berbuat buruk, akan tetapi dari rekaman ini terlihat jelas bila Ellaine termasuk mahasiswi yang nantinya akan di cap buruk oleh kampus dan lingkungan sekitar. Dengan hal ini pula masa depan untuk mendapatkan pekerjaan pun akan terasa sulit, kamu tahu hal itu kan Elllaine?”    “Iya saya mengerti, pak” jawab Ellaine masih tenang.    “Saya tahu kalian dari keluarga berada dengan di bekali pendidikan yang matang, tapi sayangnya kami harus mengirimkan surat kepada orangtua kalian untuk peringatan. Rekaman ini sangat berbahaya untuk reputasi kampus kita, jadi saya harap kalian tidak membuat keributan di kemudian hari” pintanya tulus.    “Baik, pak” sahut Hans dan Ellaine bersamaan.    “Tapi sir, bolehkah saya memberitahukan sesuatu pada anda sebelum kami meninggalkan ruangan ini?” tanya Ellaine sebelum keluar.    “Ya, apa itu?”    Ellaine mengeluarkan satu flash disk berisikan beberapa video empat orang yang sangat melekat di ingatan Hans. Ellaine membuka satu persatu isi video itu di laptop miliknya hingga membuat sang petinggi kampus terheran-heran.    “Ini adalah video pengerusakan fasilitas kota, pembullian dan pemalakan dari orang-orang yang telah mengirimkan rekaman kami pada anda” kata Ellaine memulai satu persatu video tersebut.    “Dan yang terakhir ini rekaman sesaat setelah saya memukuli Hans”    Ellaine memutar rekaman suara yang dia ambil secara diam-diam saat keempat senior itu mendatangi dan mengancamnya.    “Hei nona, aku rasa kami harus sedikit memberimu pelajaran tentang insiden jari Trigor empat hari lalu” ucap Bruzer saat memojokkan Ellaine di belakang cafeteria kampus.    “Pelajaran soal apa? Aku hanya memberikan salam sapaan pada teman gembulmu itu” jawab Ellaine santai.    “Yes, kami juga akan memberikan salam sapaan yang sama padamu. Kau tahu, kami tidak membully seorang perempuan dengan kekerasan tapi dengan.. aahh.. kau tahu lah.. hahaha” gelak tawa Bruzer diikuti oleh tiga rekan lainnya.    “Menjijikkan sekali” gumam Ellaine kesal.    Bruzer menunjukkan rekaman saat dia memukuli Hans pagi itu, Ellaine sangat tenang melihat rekaman mengerikan itu di ambil oleh mereka. Ellaine yakin mereka pasti melakukan sesuatu terhadap video dirinya dan Hans setelah ini.    “Bagaimana? Di lihat dari manapun kaulah perempuan paling mengerikan di kampus, aku yakin semua orang akan menjauhimu setelah kami menyebarkan video ini. Kamu akan mengalami kesulitan, bukankah itu menyebalkan Ellaine Johanson?” tanya salah seorang rekannya.    “Ahaa, dia benar. Bagaimana kalau kami mengirimkan ini pada perwakilan kampus? Bukankah itu kejam kalau mereka langsung mengeluarkan mahasiswi karena insiden kekerasan? Atau begini saja, aku memberimu dua pilihan mudah” kata Bruzer mencoba bernegosiasi.    Ellaine terdiam dengan sikap menjijikkan para seniornya itu, gadis cantik itu hanya diam menunggu mereka mengungkapkan kebusukannya kali ini.    “Aku memberimu dua pilihan yang sangat mudah untuk mencegah kami menyebarkan video ini. Pertama kau bersedia menebusnya dengan uang dua milyar dolar, aku yakin uang sebesar itu mudah kau dapatkan dari keluargamu yang kaya. Yang kedua aku bersedia menghapus video ini asal kau mau melayaniku setiap hari, hahaha” katanya lagi.    “Kau bilang apa?” geram Ellaine kesal    Kedua pilihan yang di berikan oleh mereka sangat di luar logika, tapi Ellaine harus menjaga sikap karena dia pun merekam adegan ini agar dia pun punya bukti akurat bila mereka menyerangnya.    “Aku menolak keduanya!” jawab Ellaine enteng.    “Apa kau bilang? Kami akan membuatmu dalam masalah, kau tahu kan masa depanmu berada pada rekaman di tangan kami!” bentak Bruzer marah.    “Silahkan sebarkan saja rekaman itu, aku tidak peduli” kata Ellaine sembari berlalu dari keempat orang menjijikkan baginya.    Keesokan oaginya, Ellaine dan Hans harus berhadapan dengan petinggi kampus. Dan disinilah Ellaine menjelaskan semua perbuatan mereka melalui rekaman cctv yang dia dapat dari pihak kepolisian karena dia memiliki koneksi disana.    Petinggi kampus itu mendengarkan penjelasan masuk akal dari Ellaine lalu mulai mengambil tindakan karena nama Universitas jauh lebih penting.    “Saya tidak tahu apa alasan khusus mereka karena melakukan pemerasan pada mahasiswa lain, terutama Hans akan tetapi hal itu membuat kenyamanan proses belajar di kampus jadi terganggu, Sir. Terutama untuk mahasiswa yang belajar di perpustakaan hingga larut malam, mereka akan di ganggu oleh Bruzer dan kawannya saat kembali ke asrama atau mahasiswi perempuan yang di jahili mereka seperti saya akan sangat ketakutan. Menurut saya ini sudah di luar batas dan mengganggu, Sir”    Ucapan Ellaine memang ada benarnya karena para mahasiswa  tidak nyaman dengan ulah para senior yang meresahkan namun tidak ada satu pun yang berani melaporkan mereka pada dosen maupun petinggi kampus karena tidak adanya bukti yang akurat mengenai kejahatan mereka.    “Baiklah, saya akan mencoba berdiskusi mengenai hal ini dengan petinggi kampus lainnya. Saya sangat berterima kasih karena kalian berdua berani speak up untuk masalah ini. Akan tetapi harus saya ingatkan kalau surat teguran akan tetap saya kirimkan pada orang tua kalian, mengerti?” kata petinggi itu dengan suara rendah dan merdu.    “Yes, Sir Maliq” jawab Hans dan Ellaine bersamaan.    Beberapa hari kemudian, pihak kampus telah mengeluarkan keputusan mutlak untuk mendepak keempat mahasiswa pembuat onar tersebut dari kampus. Keputusan itu menjadi headline di koran kampus dan menjadi buah bibir para mahasiswa selama seminggu lebih.    Banyak dari mereka yang mengucap syukur karena para preman telah keluar dari kampus ternama ini, kini para mahasiswa bisa belajar dengan nyaman kembali.    “Aku senang video rekaman kita tidak tersebar ke semua orang di kampus” kata Ellaine sembari merebahkan badannya di taman rumput luas di salah satu taman kampus.    “Kamu benar, tapi aku merasa kasihan pada mereka. Kamu masih ingat ucapanku kala itu, kalau mereka juga mahasiswa negeri lain. Aku yakin orang tua mereka sangat kecewa” sahut Hans, dia menutup bukunya dan memandang lurus ke depan.    “Aku nggak peduli sih, salah sendiri pake aneh-aneh. Kuliah di biayai kampus harusnya sudah bersyukur malah di sia-siakan” jawab Ellaine cuek.    “Daripada kamu belain mereka mulu, harusnya kamu lebih simpati sama aku dong. Gara-gara kamu nih, uang sakuku di potong papa setengah tahun!” ujar Ellaine kesal.    “Hahaha, Elly.. Elly. Aku sudah bilang sama papamu kalau semua itu murni kesalahanku, aku yang bikin kamu marah. Aku yakin papamu cuma bercanda, beliau pasti nakutin kamu biar nggak mengulanginya lagi” jawab Hans sembari tak berhenti tertawa.    “Hufft.. aku gak yakin papa bisa luluh sama rayuanmu. Papaku bukan orang yang mudah di bujuk ya, aku aja udah hidup delapan belas tahun masih belum bisa ngalahin egonya Papa” sahut Ellaine kesal.    “Tapi iya loh, om Angga kelihatan sabar banget waktu aku bilang itu bukan salahmu. Aku bilang sama beliau kalau itu murni kesalahanku, aku yang gak paham sama niat baikmu jadi aku yang jahatin kamu. Jelas bukan salahmu juga kalau kamu marah, om Angga mengerti maksudku dan yah pasti beliau maafin kamu. Jangan khawatir, hehehe”    “Cihh.. dasar laki-laki sialan” Flashback End    Begitulah kisah singkat pertemuan tak terlupakan antara Ellaine dan Hans, jalinan persahabatan antar keduanya terjalin seiring dengan berjalannya waktu. Semakin lama mereka makin membutuhkan satu sama lain dan saling mendukung.    Hans yang dua tahun lebih tua dari Ellaine pun berusaha menjadi kakak yang baik untuknya, Hans sangat tahu bila selama ini Ellaine sangat kesepian tanpa teman bicara di rumah. Sedangkan Hans pun sama, dia pun seorang anak tunggal dari pengusaha minyak. Tentunya sangat menyakitkan melihat orang lain memiliki waktu berkumpul dengan keluarga sementara mereka tidak.    “Times flew… nggak terasa kita sudah sampai tahap ini” kata Ellaine setelah mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.    “Kita akan jadi orang hebat, jangan khawatir” sahut Hans tenang “Kamu akan jadi designer interior terhebat nantinya, tapi kamu harus punya keberanian untuk mengungkapkannya” kata Hans.    “Papaku maksudmu?”    “Siapa lagi orang kolot yang terus menghantuimu selain beliau?”    “Aahh.. aku nggak akan pernah menang adu argumen melawan papa” sahut Ellaine.    Selagi mereka berdua sedang mengobrol santai mengenai rencana Ellaine untuk membujuk sang ayah, tiba-tiba datang dua orang berpakaian sangat formal memasuki café tersebut. Pengunjung yang rata-rata di huni kaum hawa seketika terpesona dengan wajah rupawan keduanya.    Jantung Ellaine seketika berdegup kencang setelah melihat kedua orang tersebut memasuki café, dia pun merasa darahnya mengalir makin cepat dari biasanya.    Dua orang itu berjalan makin mendekat ke meja tempat Ellaine dan Hans duduk, dua orang pria berpakaian formal itu memilih tempat duduk tepat di sebelahnya.    “Should I tell them to choose the another table? Or should we leave immediately? Wajahmu kelihatan nggak nyaman” bisik Hans saat melihat salah seorang lelaki tampan berjas hitam pekat di sebelah mereka itu membuat Ellaine tak nyaman.    “What are you talking about, big bro? I love this place, I love the view and more. Jadi abaikan saja mereka, kita lanjutkan obrolan tadi saja” jawab Ellaine tenang.    Lelaki di sebelah Ellaine itu nampak beberapa kali melirik wajah Ellaine yang terlihat begitu bersinar, tak ada keraguan sedikitpun di mata gadis itu. Dia juga tidak nampak ingin menghindarinya, sungguh perempuan yang menarik di mata lelaki berjas hitam itu.    “Aku dengar kamu di jodohkan dengan pengusaha batu bara itu, kau menyukainya?” tanya Hans tiba-tiba.    “Ya, menurutku dia lumayan. Tidak merokok, berpendapatan besar, muda, sukses dan tentunya setia. Mana mungkin aku melepaskan tangkapan besar” jawab Ellaine sedikit melirik lelaki tampan di sebelahnya.    “Tangkapan besar ya, hahaha. Aku lihat dia tangkapan yang baik dan penurut, kayaknya cocok kalau di sandingkan dengan nelayan cantik sepertimu”    Gurauan Hans di tanggapi tawa keras oleh Ellaine, namun tidak untuk Andre yang meradang setelah mendengar semua percakapan Ellaine dan Hans. Pria muda dan pengusaha batu bara, pria muda dan setia, semua kalimat itu layaknya tombak besar yang menancap tepat di dadanya.    “Hans aku akan bertemu dengannya dalam waktu dekat, aku ingin mengajakmu agar kalian bisa berteman baik nantinya. Apa kau keberatan?” ucap Ellaine lagi dan di jawab anggukan semangat dari Hans, mereka berdua tertawa lepas seakan beban hidup menghilang di pundak mereka.    ‘Calon suami? Sialan!’ gumam Andre sembari mengepalkan tangannya. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD