CHAPTER 2

1007 Words
Alicia segera membawa pria itu ke rumah sakit terdekat yang juga merupakan tempatnya bekerja. Perjalanan yang dilaluinya cukup berat dengan cuaca yang buruk dan kondisi pria itu yang sangat memprihatinkan. Setibanya di rumah sakit Alicia meminta bantuan rekannya yang masih berjaga di sana. Mereka berusaha sebisa mungkin untuk membersihkan dan mengobati luka-luka yang diderita pria misterius itu. Setelah semuanya selesai, Alicia menemani pasien barunya dan duduk di kursi samping ranjang. 'Huh, hari yang melelahkan,' pikirnya sambil memandangi pria di depannya. 'Untung lukanya tidak begitu dalam.' Luka itu hanya berupa goresan-goresan seperti bekas cakaran. Setelah memandangi dengan seksama, Alicia menyadari bahwa pria ini sangat tampan, walaupun sedikit pucat dengan tubuh tinggi besar. Penampilannya tidak seperti orang-orang yang sering ditemuinya. Mungkin bisa dibilang agak berantakan, yang juga disebut seksi. 'Apa sih yang kupikirkan? Ini tidak boleh dibiarkan, Alicia. Dia ini orang asing. Kau tak boleh berpikiran seperti itu,' ucapnya pada diri sendiri. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan pikiran-pikirannya yang tidak senonoh. Beberapa jam pun berlalu, namun masih belum ada tanda-tanda pria itu akan bangun. Alicia memutuskan untuk pulang karena jam sudah menunjukkan waktu tengah malam dan ia harus melewati jalanan yang agak sepi. Alicia bergidik membayangkan kejadian yang membuat pria sekuat itu tergeletak di jalanan. Alicia bersyukur hujan telah reda sehingga ia merasa lebih aman ketika berada di jalan. Walaupun agak sedikit was-was, ia mengendarai mobilnya dengan tekad bulat, tidak membiarkan otaknya memikirkan hal-hal negatif. Beberapa saat kemudian Alicia sampai di apartemennya dan menemukan lampu masih menyala. Ia bisa menebak pasti Jane sedang menyelesaikan lukisannya yang harus dikirimkan keesokan harinya. Tanpa berkata-kata Alicia segera masuk ke kamarnya untuk melakukan rutinitasnya sebelum tidur. Ia tidak mau mengganggu Jane, yang saat ini membutuhkan ketenangan untuk menyelesaikan tugas yang harus dikerjakan. Malam itu Alicia masih terus memikirkan berbagai kejadian yang baru saja dilaluinya. 'Ah, ini sangat membingungkan. Lebih baik sekarang aku tidur saja. Mungkin akan menemukan jawabannya besok. Memikirkan ini terus-menerus juga tidak akan menyelesaikan masalah.' Setelah beberapa saat bergerak-gerak resah di tempat tidurnya, Alicia tanpa sadar sudah berada di alam mimpinya. Keesokan harinya, Alicia yang baru sampai di rumah sakit mendengar sedikit kehebohan yang terjadi di rumah sakit mengenai pria yang ditemukannya tadi malam. Staf yang belum mendengar ceritanya berusaha mengorek informasi dari rekan yang lain untuk menceritakan runtutan kejadiannya. Mereka pernah mendengar kejadian serupa, namun tidak pernah melihat korbannya secara langsung karena biasanya mereka sudah terbunuh. Kabar yang beredar menunjukkan bahwa pelakunya yaitu hewan buas yang menempati hutan. Alicia dihujani dengan pertanyaan yang dijawabnya dengan singkat. Ia tidak ingin suasana bertambah heboh dan membuat rumah sakit tidak nyaman bagi para pasien. Mereka mengatakan bahwa pria misterius itu sudah sadar, namun dokter maupun perawat yang menanganinya masih tidak berhasil membuatnya bicara. Pria itu hanya memandang mereka seperti bersiap untuk menyerang. Alicia mengerti mungkin pria itu mengalami trauma karena kejadian mengerikan yang telah menimpanya. Setelah menyelesaikan persiapannya, Alicia melangkahkan kaki menuju ruangan tempat pria itu dirawat. Ia mengetuk pintu dan membukanya perlahan agar tidak mengagetkan pasiennya. Pria itu dengan cepat menoleh kearahnya dan berusaha bangun tanpa memperhatikan selang infusnya yang terlepas. Pria itu dengan cepat menghampiri Alicia yang masih berada di tengah jalan menuju tempat tidur pasien, dan memeluknya erat sekali. Alicia tertegun, tidak bisa berpikir. Kejadiannya secepat kilat. Tidak sedikit pun ia mengira akan mendapatkan reaksi seperti itu. Jantungnya berdegup kencang, tubuhnya membeku, dan tanpa sadar ia menahan napasnya sehingga terasa sesak. "Maaf, Sir. Apa yang kau lakukan?" tanyanya setelah tersadar dari rasa terkejutnya. Ia berusaha melepaskan diri dari rengkuhan tangan besar pria itu. Tubuhnya terasa kecil saat berada di dalam pelukannya. Namun pria itu semakin mengeratkannya. Napasnya terasa hangat berhembus di kulitnya. Degup jantung pria itu juga tidak kalah cepatnya. "Please, jangan lepaskan. Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi. Tidak akan pernah. Aku membutuhkanmu. Sangat membutuhkanmu," ucapnya serak dan tidak jelas seperti gumaman karena wajahnya dibenamkan di lehernya. Alicia meremang, bulu kuduknya berdiri merasakan kedekatan pria itu. Tapi anehnya ia merasa aman di pelukan pria yang masih misterius itu. Alicia membiarkan pria itu memeluknya lebih lama lagi. Ia tidak tahu kenapa ia membiarkan ini terjadi. Tidak biasanya ia bisa dekat dengan orang lain begitu cepat, apalagi seorang pria. Namun pria ini berbeda. Pria yang sedang memeluknya ini membuatnya merasa tenang. Berada di pelukannya, Alicia merasa tidak akan ada yang melukainya. Dengan pria ini di sampingnya, semua akan baik-baik saja. Entah berasal dari mana semua pemikiran itu, Alicia tidak tahu dan untuk sekarang ia tidak mau terlalu memikirkannya. Biarlah waktu yang menjawab semuannya. Waktu yang akan mengatakannya. Setelah pelukannya mengendur, Alicia perlahan mendongakkan wajahnya memandang pria yang jauh lebih tinggi darinya itu. "Sir, kau tidak boleh bangun dari tempat tidur. Itu akan memperparah lukamu. Bagaimana kau akan sembuh kalau begitu?" tanyanya sambil menggerutu. Ia mulai memeriksa keadaan pria itu untuk melihat kondisi tubuhnya. Ia mulai meraba lengan dan tubuh atasnya yang semalam terluka. Namun luka yang dilihatnya semalam sudah hampir tidak terlihat lagi. 'Bagaimana mungkin?' Ia mengerutkan dahinya, berpikir dengan keras. Tidak pernah sekalipun ia melihat kasus seperti ini. 'Apakah pria ini memiliki kekuatan super untuk menyembuhkan diri sendiri? Ah tidak, tidak. Jangan memikirkan yang tidak-tidak.' Setelah memeriksa sekali lagi dengan rabaan, Alicia semakin bingung. "Bagaimana...?" Pertanyaannya terputus ketika ia mendongakkan wajahnya untuk menanyakan keingintahuannya. Namun yang dilihatnya berupa seringaian manis pria itu. Tangannya masih menempel di tubuh besar pria itu. Jantungnya sekali lagi berdegup sangat kencang. Cepat-cepat dilepaskan tangannya dari tubuh menggoda yang ada dihadapannya. 'Apa yang terjadi denganku?' Pipinya terasa panas. Ia menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan pipinya yang memerah. Ia sadar dengan kedekatan mereka, lalu dengan segera memundurkan langkahnya menjauhi pria itu. Namun reaksi yang diberikan pria itu sangat tidak terduga. Langkah kakinya yang panjang dengan cepat menghampirinya dan memeluknya sekali lagi. "Sir, kau tidak boleh memeluk orang sembarangan," tegurnya setelah berusaha melepaskan, yang sayangnya tidak semudah itu. "Ini bukan hal yang pantas. Kita tidak saling mengenal dan dua orang asing yang baru bertemu. Kau pasienku dan ini sangat tidak profesional bagiku," cerocosnya yang hanya ditanggapi gumaman oleh pria itu. 'Ah sepertinya omonganku tidak ada gunannya untuk pria ini,' simpulnya yang diam-diam menikmati pelukan pria yang baru ditemuinya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD