Mission 3

1110 Words
Uwais kembali ke unit apartemennya tak lama setelah Aisyah dan Rendi pulang. Uwais mencium punggung tangan Rendi yang sedang duduk bersandar di sofa. Lalu dia menghampiri Aisyah di dapur dan mencium pipi sang bunda. “Kamu dari mana? Kata Ayah tadi kamu pulang duluan, tapi kok jam segini baru sampai rumah?” tanya Aisyah. “Tadi aku mampir ke unitnya Kimmi, Bun. Cerita-cerita aja sama dia. Eh gak taunya udah malam!” jawab Uwais. “Ohh, Bunda kira kamu main dulu ke tempat teman kamu! Kok tumben kamu mau main tapi gak kasih kabar ke Bunda. Ya sudah kamu ganti baju dulu sana! Bunda siapin makan malam dulu untuk kamu dan Ayah!” “Yang enak ya, Bun! Aku udah lapar banget, tadi di unit Kimmi gak dikasih makan!” pinta Uwais dengan nada manja. “Ah, masa sih! Kasihan banget anak Bunda ini!” Aisyah terkekeh menanggapi putra semata wayangnya itu. Uwais pun langsung menuju ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Dia mengganti kemeja kerjanya dengan kaos obong berwarna merah marun yang sedikit yang sangat pas di tubuhnya, sehingga lekuk tubuh Uwais yang atletis samar-samar terbentuk di kaos tersebut. Kemudian Uwais mengambil celana training berwarna hitam dari lemari pakaiannya. Sembari mengganti celananya, Uwais pun memikirkan apa yang dikatakan oleh Kimmi di unit apartemennya. Uwais harus mulai mencari tahu tentang Elvina, apakah dia sudah memiliki kekasih atau belum. “Gimana cara nyari tahunya ya? Masa aku tanya-tanya ke staff di kantor sih? Mereka bakalan curiga gak ya?” gumamnya sambil berpikir. “Uwais sayang, makan malam udah siap nih!” Aisyah memanggil putra semata wayangnya untuk makan malam. “Loh kok cepat banget? Iya Bun, sebentar lagi aku keluar!” sahutnya. Uwais pun mempercepat geraknya. Kemudian dia melipat kemeja dan celana kerjanya secara asal lalu diletakan di sebuah keranjang yang berisi tumpukan pakaian kotor. Setelah itu Uwais bergegas keluar dari kamarnya menuju ke ruang makan. Saat Uwais berjalan mendekati meja makan, Aisyah dan Rendi sudah duduk terlebih dahulu disana menunggu kehadirannya. “Duduk disini, nak! Sini Bunda ambilin nasi dan lauknya untuk kamu!” seru Aisyah seraya mengambil piring yang diletakan di atas meja tepat di hadapan Uwais. “Makasih, Bun!” Uwais sangat beruntung mempunyai seorang ibu secantik dan sebaik Aisyah. Bahkan walau sudah dewasa seperti sekarang, Uwais masih sangat dimanjakan oleh Aisyah. “Gimana hari pertama kamu di kantor? Pasti capek ya!” tanya Aisyah. “Yaa lumayan sih, Bun! Aku masih belajar-belajar aja disana, belum diserahin kerjaan apa-apa sama Ayah!” jawab Uwais. “Itu sih masih belum seberapa sayang, aku juga minta salah satu staff untuk mendampingi dia. Jadi kalau ada yang dia tidak mengerti, dia bisa langsung tanya ke Elvina.” Rendi ikut menjawab pertanyaan istrinya yang ditujukan untuk Uwais. Aisyah sedikit mengerutkan dahi dan melirik ke arah Rendi saat mendengar jika suaminya itu meminta staff wanita untuk mendampingi Uwais. “Elvina itu cewek kan ya?” tanya Aisyah pada Rendi. “Iya, sayang! Elvina cukup pintar dan sangat cepat belajar. Usianya juga masih muda. Jadi menurutku sepertinya akan lebih mudah berkomunikasi dengan Uwais. Mereka berdua masih sama-sama anak muda.” Jelas Rendi. Uwais tersenyum tipis mendengar sang ayah yang seolah berpihak padanya. Jika ayahnya sudah berkata demikian, maka sang bunda tidak akan banyak protes. Selama ini Aisyah memang sedikit protektif jika putranya dekat dengan lawan jenis. Aisyah juga tahu jika Uwais sendiri mempunya banyak penggemar dari kalangan lawan jenis. Oleh karena itu Aisyah sering bawel memperingati Uwais agar dia tidak seenaknya membuat para gadis itu menaruh harapan padanya. Aisyah tidak mau sampai ada kesalah pahaman antara putranya dengan gadis-gadis di luar sana. “Uwais, ingat ya, jangan sampai ada yang terlalu berharap sama kamu apalagi sampai salah paham sama sikap humble kamu. Bunda gak mau nanti dibilangnya kamu memberikan harapan palsu sama cewek-cewek diluar sana.” “Uhuk!!” Uwais tersedak karena mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh Aisyah. Aisyah dengan cepat bangkit dari kursinya lalu memberikan segelas air pada putranya itu. Aisyah juga menepuk-nepuk pelan punggung Uwais. “Kamu kenapa tersedak? Kalau makan jangan buru-buru dong, nak!” seru Aisyah. Sedangkan Rendi hanya tekekeh melihat sikap Uwais yang seperti salah tingkah terhadap perkataan ibundanya. Dia tidak mau terlalu ikut campur dalam urusan percintaan putranya. Dia juga pernah muda, dan dia tahu jika Uwais sedang ingin merasakan yang namanya kebebasan jatuh cinta di usianya ini. Rendi juga sangat mengerti jika Uwais sudah tidak mau jika ibundanya terlalu protektif terhadap dirinya. “Pokoknya Bunda gak mau kalau banyak cewek yang protes nantinya karena kamu gak nerima cinta mereka!” tegas Aisyah. “Ais sayang, kamu kenapa pede banget kalau cewek-cewek itu bakal naruh hati sama Uwais sih? Emang sih anak aku ini ganteng banget! Tapi kalau kamu ngomongnya gitu sama aja kamu kelewat pede sayang!” Aisyah langsung mengerlingkan matanya tajam pada sang suami. Bibirnya mengerucut karena Rendi tidak berada di pihaknya. “Ppfftt!” Uwais menahan tawanya. “Kamu kenapa? Mau ikut-ikutan Ayah kamu ngeledekin Bunda?” “Enggak Bunda yang cantik dan baik hati! Mending kita lanjut makan malam yuk! Keburu dihabisin semua sama Ayah tuh!” Uwais menarin lengan sang bunda agar dia duduk kembali di tempatnya. Atas permintaan sang putra kesayangan, maka Aisyah kembali duduk di tempatnya dan melanjutkan makan malam yang sempat tertunda beberapa saat. Setelah menyelesaikan makan malam, Uwais langsung kembali ke kamarnya. Dia mengistirahatkan tubuhnya di atas ranjang. Sebelumnya dia juga sudah beristirahat di ranjang milik Kimmi di unit apartemannya. Ranjang yang katanya lebih nyaman dari miliknya. Uwais memikirkan rencana yang akan dia lancarkan demi bisa mengetahui apakah Elvina sudah memiliki kekasih atau belum. Juga untuk mencari tahu latar belakang Elvina beserta keluarganya. Ya, Uwais harus mencari tahu segala hal yang bersangkutan dengan Elvina. Melihat sang bunda yang sepertinya sudah mulai selektif dalam menentukan orang-orang yang boleh berada di sekitar Uwais, maka Uwais wajib mencari tahu sisi positif Elvina. Jadi jika sang bunda mulai bertanya-tanya maka Uwais bisa dengan mudah memberikan jawaban yang memuaskan hati ibundanya tersebut. “Tapi mencurigakan gak sih kalau harus nanya-nanya ke staff di satu kantor? Nanti Ayah juga malah ikutan curiga lagi!” kembali Uwais bergumam di dalam kamarnya. “Apa iseng-iseng aku tanya langsung sama orangnya aja ya? Kan dia bakal terus ngedampingin aku!” lanjutnya. Uwais menjentikan jarinya dan menganggukan kepalanya, “Nah iya gitu aja! Kalau kayak gitu kan gak bakal ada yang curiga! Jadi kayak ngobrol biasa gitu!” seru Uwais bersemangat. Uwais langsung tersenyum sumringah dan merasakan kelegaan di hatinya setelah menemukan cara yang paling pas untuk mencari tahu tentang Elvina. Dia kini menarik selimut menutupi sebagian tubuhnya dan memejamkan matanya. Besok dia harus bangun pagi dan kembali ke kantor. Besok juga adalah hari pertama Uwais menjalankan misinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD