Gaun Rena

1063 Words
Laras dan Rena kemudian pergi ke mal dan mulai berburu. Meski mereka berdua memiliki banyak perbedaan, namun mereka memiliki hobi yang sama yaitu belanja. Jadi mereka berdua mulai bersenang-senang, berkeliling di toko-toko baju untuk nenilih-milih dan akhirnya merasa dilema lalu membeli segalanya. "Coba lihat gaun ini," kata Rena sembari mengangkat sebuah gaun yang berwarna biru laut di depan Laras. Laras melihatnya, mengagumi model dan motifnya lalu mengangguk. "Ya, bagus. Kamu mau ambil yang itu juga?" "Tidak, kamu coba gaun ini. Kayaknya cocok dengan tas kamu yang baru itu," kata Rena sembari membolak balik gaun tersebut, memperlihatkan keseluruhan gayanya untuk menarik minat Laras. Laras memiliki banyak koleksi tas, terlebih lagi setelah ulang tahunnya, dia menambah beberapa koleksi lagi berkat kado dari beberapa orang. Jadi ketika Rena mengatakan itu, dia perlu memikirkan tas model apa yang dikatakan temannya itu sebelum mengangguk. "Itu tas yang diberikan ibuku untuk hadiah ulang tahunku tahun ini. Kamu melihatnya? Bukankah itu indah?" "Iya, aku tahu." Rena mengangguk berulang, menahan dirinya untuk bertanya darimana datangnya tas tersebut dan berapa harganya. Jika tidak, maka jawaban Laras mungkin akan membuatnya sesak napas. "Jadi, bagaimana? Kalau kamu ragu, coba saja dulu." Tidak menunggu jawaban dari Laras, Rena segera mendorong Laras ke ruang ganti yang ada di toko. Dia memberikan gaun itu ke pelukan gadis tersebut dan menutup tirai ruang ganti, lalu menunggu di luar. "Gila kamu," Laras setengah kesal dan setengah tertawa dengan paksaan Rena. Dia menyukai gaun ini, jadi ingin langsung membelinya, tetapi sepertinya lebih baik memang dicoba terlebih dahulu. Di luar ruang ganti, Rena melihat Laras dengan patuh tidak keluar lagi, dia kemudian berjalan-jalan di sekitar untuk mencari gaun yang lain yang cocok untuknya. Berbeda dengan Laras yang sangat suka mengumpulkan barang-barang dengan warna terang, entah itu baju, tas, sepatu, riasan, serta pernak pernik, Rena lebih suka memakai warna-warna gelap. Baginya itu elegan dan terlihat sangat dewasa. Dia mencari-cari sembari menunggu sang tuan putri selesai berdandan di ruang ganti, dan akhirnya menemukan gaun berwarna merah maroon yang terlihat sangat baik. Toko butik ini sangat populer di kalangan keluarga terpandang seperti keluarga Laras, itu adalah berkah tersembunyi untuk Rena karena berteman dengan Laras sehingga dia bisa bebas berbelanja di tempat-tempat seperti ini. Di lihat dari situasi sekitar, sangat sepi tampak kurang pembeli. Tetapi Rena tahu, bahwa itu bukan karena kurang pembeli. Itu karena bahwa rata-rata orang kaya selalu membuat janji ketika belanja! Pakaian di sini hanya memproduksi pakaian tanpa memiliki model yang sama, ini adalah alasan kenapa Laras dan Rena lebih memilih membeli pakaian di butik. Lagi pula sangat tidak nyaman jika pakaian yang kita gunakan bersamaan dengan pakaian orang lain, memiliki model dan warna yang sama. "Ren, coba lihat! Aku sangat cantik," panggil Laras, dari suaranya dia tampaknya sangat senang dengan pakaian tersebut. Rena menoleh, melihatnya dan mengangguk setuju. "Ya, cocok di badan kamu. Beli itu saja." "Tapi aku baru saja mau memilih antara dua gaun di sana," kata Laras, sedikit tak berdaya dengan dirinya sendiri yang begitu mudah tertarik dengan segala macam keindahan. Rena berdecak lidah, "Kamu sok bangat, bukannya kamu mengatakan uangmu menumpuk? Bahkan jika kamu ingin menghabiskannya, kamu tidak akan mampu. Jadi beli saja semuanya." Laras mengangkat jempolnya, "Tahu tidak, ayahku memberikan aku buku dan alat tulis untuk kadoku tahun ini." "Tahu, tahu, kamu sudah mengomel tentang itu seharian. Aku tidak ingin tahu tetapi terpaksa tahu karena itu," kata Rena dengan malas, merasa heran kenapa topik tiba-tiba melompat begitu saja. Namun karena Laras memang pada dasarnya aneh dan beda dari yang lain, Rena mencoba untuk berhenti memahami segalanya. "Nah, tetapi aku kan iseng bolak balik buku itu. Bahasanya sangat aneh, entah darimana ayahku mendapatkan buku itu. Yang mengejutkan adalah, aku menemukan kartu ATM di tengah halaman!" Sebagai bukti, Laras buru-buru mengeluarkan sebuah kartu dari tasnya, tertawa bahagia dengan sangat keras. "Ayo kita habiskan yang ini dulu," katanya sembari menggoyangkan kartu tersebut. Rena mengangguk, "Ayahmu memang idaman bangat." Laras tidak suka pada ayahnya, selalu mengganggu dan menghujatnya, tetapi karena dia dalam suasana baik saat ini, dia tidak akan membantah kata-kata Laras. Jadi setelah merasa gaunnya sangat pas di hatinya, dia kembali ke ruang ganti dan menyerahkan gaun tersebut ke pelayan. "Eh," Rena tersentak kaget ketika gaun di tangannya tiba-tiba direnggut begitu saja oleh seseorang. Dia menoleh dan melihat seorang gadis yang sepertinya sebaya dengannya melihat-lihat gaun di tangannya dan mengangguk. "Aku suka ini, aku akan beli yang ini." Rena mengernyit, "Aku duluan yang memilihnya, itu milikku." "Sekarang aku yang memilihnya," gadis itu berkata dengan senyum sombong dan angkuh, dia menatap Rena dari bawah ke atas dan senyumannya berubah menjadi sinis. "Yakin bisa beli?" tanyanya dengan sengaja. Lagi pula harga pakaian di butik ini tidak ada yang kurang dari delapan digit. Rena melihat senyuman gadis itu, entah kenapa dia tiba-tiba merasa bahwa itu sangat akrab. Dia memikirkannya dan merasa bahwa itu memang akrab, sama dengan senyuman sinis dan angkuh Laras. "Apaan sih, buta ya? Jelas-jelas baju ini sudah dipegang dia, kenapa malah rebut tidak jelas gitu? Berlatih jadi copet?" Laras yang melihat ada yang tidak beres segera maju ke garis depan untuk beradu tempur dengan orang lain. Dia selalu pantang takut terhadap orang lain, entah itu muda, tua, akrab, atau bahkan orang asing pun dia akan lawan selama itu mengganggunya. Gadis itu mengerutkan keningnya, "Kamu jaga kata-katamu, apakah kamu tidak tahu aku siapa?" "Heh, terus emang kamu tahu aku siapa?" tanya Laras balik, dia maju mengambil gaun itu dari gadis tersebut dengan gerakan cepat dan berhasil membuat gadis tersebut melepaskannya. "Hei, berikan kembali!" Teriak gadis itu tidak suka. "Apakah kamu bodoh? Tak tahu bahasa manusia, ya? Baju ini dipilih pertama kali oleh dia, dia yang akan membelinya." Laras menunjuk ke arah Rena, matanya menajam menatap dengan sinis gadis itu tanpa memperlihatkan kelemahan sedikit pun. "Emang dia bisa beli? Oh, atau kamu yang akan membayarkan untuknya?" Gadis itu melirik sengaja kepada Rena dan tertawa mengejek. Rena telah terbiasa dengan sikap sombong, arogan, angkuh, dan bahkan sinis Laras, daripada tersinggung, dia malah merasa kata-kata itu sangat lucu. Sembari menahan tawanya, Rena mengangguk. "Ya, dia yang akan membayarnya untukku," katanya setuju begitu saja. Melihat bahwa bukannya rendah hati dan malu, Rena malah tersenyum percaya diri dan mengakuinya, gadis itu menjadi tertegun sesaat sebelum mendelik jijik. "Apakah kamu tidak malu ketika mengatakan itu? Sudah terbiasa jadi parasit?" "Pergi bercermin sana, ada banyak di ruang ganti. Percayalah, kamu akan lihat parasit bodoh." Laras berkata dengan marah, mendengus keras, dan akhirnya mengajak Rena untuk membayar gaun itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD