Two | That Man

1260 Words
Nadin mendadak lupa cara bangkit dari tempat tidur. Sudah lebih dari 30 menit ia membuka matanya, namun tubuhnya tak kunjung beranjak. Ia hanya terdiam sambil menatap plafon kamarnya yang berwarna putih. Kamar kosnya yang kecil tak ada yang bisa dipamerkan. Barang-barangnya sedikit. Ia bukan penghambur uang gajian yang ia terima setiap tanggal 25 tiap bulan. Ia juga tidak suka membeli barang-barang mahal yang sebenarnya tak memiliki manfaat banyak untuknya. Pendengarannya masih sangat baik untuk bisa mendengar suara dering telepon masuk yang sejak tadi berbunyi di samping bantalnya. Tanpa merubah arah pandangnya, Nadin menangkat telepon masuk itu dengan tak bersemangat. "Halo." "Nadin, lo di mana?! Pesawat lo kan take-off jam 12! Gila apa lo?! Jangan bilang lo masih di kosan sampai jam segini?!" Suara teriakan Vera sangat jelas terdengar di telinga Nadin. "I can't let go, Ver." "What?! Nadin, sadar! Cepet bangun dan mandi sebelum gue sampe ke kosan lo dan seret lo ke kamar mandi!!" "I just wanna stay in here." "Tunggu gue seret lo ke kamar mandi, Nadin!" Sambungannya langsung terputus begitu Vera mematikan teleponnya sepihak. Tangan Nadin yang tadi memegang ponsel kembali jatuh ke atas kasur dengan lemas. Dari segala pilihan yang ada, benarkah ia harus pergi? Tapi jika dipikir-pikir, tak ada banyak pilihan. Bahkan 2 pun tidak ada. Pilihannya hanya Malang. Pindah ke Malang atau ia harus resign. Ia memang masih sangat ingin pindah dari kantornya, tapi tidak di cabang Malang. Tidak! "Pak Wisnu benar-benar kejam," lirihnya yang seketika melow. Memikirkan bagaimana ia harus beradaptasi di Malang sudah membuatnya nyeri kepala. "Gimana bisa dia usir gue pergi, ketika dia bilang dia puas dengan kerjaan gue? Gimana bisa dia buang gue jauh ke Malang? Gimana bisa dia sekejam itu sama gue yang udah bantuin dia selama 5 tahun?" tanya Nadin pada dirinya sendiri. Ia kembali menutup matanya dan berharap jika ia membuka matanya nanti, semuanya hanyalah mimpi. Tidak ada pindah kerja. Tidak ada Malang. ♥♥♥ Vera menggeleng seraya menghela napas berat melihat penampilan Nadin saat ini. Sudah berkali-kali ia lihat pun, ia masih tak percaya dengan penampilan sahabatnya. Tanktop hitam yang dipadukan dengan blazer hitam hingga selutut, celana slim fit berwarna hitam, dan juga kacamata hitam. Belum lagi sepatu hitam, tas kecil berwarna hitam dan 2 koper berwarna hitam. "Mau berapa lama lo liatin gue kayak gitu?" tanya Nadin sensi. "Lo mau ngehadirin pemakaman apa gimana sih?" tanya Vera yang sejak tadi merasakan ada kegelisahan di kedua matanya saat menatap Nadin. Keduanya sudah berada di bandara Soekarno Hatta dan memutuskan duduk di kafe untuk memanfaatkan waktu Nadin yang tersisa sebelum check-in. "Lo masih berharap gue jawab pertanyaan lo itu di saat gue mau pergi ninggalin Jakarta?" "Just for 3 months, Na. Lo pasti bisa," ucap Vera dengan mengepalkan kedua tangannya ke udara. "Ver! Berhenti kasih gue semangat nggak guna kayak gitu!" kesal Nadin yang mengacak rambutnya sendiri dan lo pasti tau kan kalau core bisnis gue nggak fokus ke perhotelan." "Lo pikir Pak Wisnu sebodoh itu minta lo pindah ke TM Hotel di Malang? Dan apa lo lupa kalau lo pernah kerja di hotel 2 tahun selama di Yogyakarta?" "Dulu gue cuma jadi PR, Ver!" "Ini saatnya lo naik jabatan jadi Assistent Manajer, Na. Na, gue serius! Lo jangan nyerah begini karena Pak Wisnu. Ini cuma berlaku untuk 6 bulan. Setelah 6 bulan, lo bisa balik ke sini lagi." "Kalau sampai 6 bulan gue nggak kasih laporan perkembangan yang bagus, gue nggak boleh balik, Vera!" Vera menghela napas panjang. "Apapun itu, gue pastikan lo akan balik ke Jakarta. Pak Wisnu nggak mungkin setega itu sama lo yang udah 5 tahun jadi sekretarisnya." "Peduli apa sama jabatan sekretaris selama 5 tahun?" tanya Nadin sarkasme. "Dia udah buang gue! Gue nggak nyangka, setelah gue merasa dia kayak bokap gue sendiri, dia malah buang gue pergi." Vera berdecak gerah dengan Nadin yang mulai kembali bicara dengan dramatisasi menggelikan. "Pak Wisnu pasti punya alasan tersendiri, Na." Nadia berkedip dengan cepat sambil berdeham pelan. "Lagian apa lo nggak kasian sama gue? Gimana kalau bos baru gue di sana nanti orang aneh, Ver?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. "Nggak mungkin. Kali ini pasti lo dapet yang lebih muda dan lebih ganteng." "Gimana kalau di sana gue jadi ikutan ngomong bahasa jawa?" "Ya, bagus dong. Lo jadi bisa belajar bahasa daerah," jawab Vera. "Vera!" "Gue janji, akhir bulan gue akan jenguk lo ke Malang." "Tiap minggu!" tegas Nadin tak terima. "Habis gaji gue kalau bolak-balik tiap minggu ke Malang." "Awas lo kalau bohong!" "Nggak akan. Gue janji. Jadi betah-betah di sana sampai gue jengukin lo. Oke?" Nadin hanya membalasnya dengan helaan napas panjang. Entah apa yang akan menyambutnya nanti di kota itu. Ia tidak ingin membayangkannya. ♥♥♥ Begitu pesawatnya landing dengan selamat di Bandar Udara Abdulrachman Saleh, Nadin masih duduk dengan tenang di kursinya bahkan ketika hampir semua penumpang sudah berbondong-bondong keluar. Mata Nadin yang tertutup kacamata hitam mengintip ke luar jendela. Akhirnya ia sampai di Malang. Kota di mana ia menginjakkan kakinya untuk yang kedua kalinya di Malang. Ia hampir tidak pernah menginjakkan kota Malang lagi setelah kejadian 23 tahun silam. "Permisi. Pesawat Anda sudah sampai di kota Malang." Nadin mengusap pipinya yang tak terasa sudah basah karena airmata yang diam-diam menetes. Nadin menoleh dan tersenyum manis pada pramugari yang bicara padanya. "Saya tahu, terima kasih." "Terima kasih kembali, karena telah menggunakan penerbangan kami untuk menemani perjalanan Anda ke kota Malang." Nadin membalasnya dengan tersenyum kecil kemudian melangkah melewati kursi-kursi yang sudah kosong oleh penumpang dan keluar. Sepanjang ia berjalan di garbarata, matanya sibuk menatap langkah kakinya yang masih belum juga terasa bersemangat. Belum ada sehari ia menetap di Malang, rasanya ingin kembali naik pesawat menuju Jakarta. Belum lagi ia harus bertahan selama 6 bulan di sana. "Dari sekian tempat yang ada di Indonesia, kenapa harus di sini?" lirihnya frustasi. Begitu sampai di depan baggage claim, matanya langsung fokus untuk melihat apakah kedua kopernya. Pupilnya melebar saat melihat kedua koper hitamnya yang tak berdekatan karena koper milik penumpang lain. Setelah mendapatkan 2 koper miliknya dan ingin melangkah pergi, tiba-tiba ada seseorang yang menabrak pundaknya dari depan. Nadin langsung berbalik badan setelah melepaskan kedua kopernya dan hampir meluapkan kekesalannya pada pria itu, sebelum mendengar pria yang menabraknya tadi bersuara dengan nada yang terdengar marah. "Gimana bisa Bapak sampai lupa booking restoran nanti malam?" Pria berkacamata hitam yang mengenakan jas berwarna cokelat itu terlihat mengambil sebuah koper berwarna biru tua dan langsung berjalan pergi dengan diikuti oleh seorang pria di belakangnya. "Jangan pernah buat kesalahan lagi kalau Bapak tidak mau saya pecat!" Nadin sontak bergidik ngeri mendengar ancaman dari pria tersebut. "Dasar orang kaya, bertindak seenaknya. Emang dia kira, nyari duit itu gampang, main pecat orang seenaknya." "Kamu bicara sama saya?" Nadin lantas menoleh dengan cepat. Mulutnya terbuka lebar melihat pria berjas cokelat itu kini berdiri di hadapannya. Rupanya tadi ia tidak mengatakan kalimat itu di dalam hati. "Nadin bodoh. Gimana lo mau bertahan hidup di sini, kalau belum sehari aja lo udah cari masalah?" "Apa saya ada urusan sama kamu, sampai kamu membicarakan saya seperti itu?" Entah setan apa yang merasukinya hingga membuat Nadin tertawa dengan cukup lantang. Kacamata hitam yang ia pakai seketika membuatnya merasa bersyukur karena sejak tadi matanya bergerak gelisah mencari cara untuk melarikan diri. "Saya nggak membicarakan Mas. Saya membicarakan orang yang baru saja pergi ke arah sana," ujar Nadin dengan menunjuk ke arah lobi kanan. "Jelas-jelas hanya ada saya tadi. Dan jelas-jelas kamu membicarakan sesuatu yang tadi saya katakan pada sopir saya. Apa saya masih salah mendengar dan salah mengira?" Nadin menelan salivanya dan tertawa sekali lagi. Tawa yang jelas-jelas terlihat canggung dan kaku.  ♥♥♥♥♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD