MKI-1

657 Words
Indah bangun tergesa. Hari ini hari pertamanya menjadi seorang istri. Dia tidur terpisah dari kamar Enggar. Ya, Enggar yang memintanya. Pria itu juga menyuruh Indah untuk tidur di kamar tamu. Sementara Abi, tidur dengan Yanti. Pria yang sudah resmi menjadi suami Indah itu tampaknya memang ingin menunjukkan, bahwa dirinya sebenarnya menolak pernikahan yang baru saja kemarin ia jalani. Dengan semangat, wanita itu berjalan menuju dapur. Berniat menyiapkan semuanya. Untuk mengawali kegiatan, ia menyalakan kompor untuk mendidihkan air. Sambil menunggu air mendidih, wanita berusia 23 tahun itu mengambil teflon penanak nasi, mengisinya dengan beras, lalu mencucinya, dan segera menempatkan kembali di penanak nasi. Air mendidih. Diambilnya tiga buah cangkir, dan satu gelas. Satu cangkir diisi kopi dan gula, dua cangkir diisi teh dan gula, sementara gelas ia isi dengan s**u. Setelah keempat minuman jadi, ia meletakkannya di meja bar yang menjadi pembatas antara dapur dan ruang makan. Saat Indah sedang mengiris daun bawang untuk mendadar telur, Yanti ke dapur. Wanita itu berniat untuk membuatkan Abi s**u. "Abi sudah bangun, Yan?" tanya Indah. "Sudah, Mbak. Ini mau saya buatkan s**u," jawab Yanti sambil mengambil botol s**u yang sudah disterilkan. "Nggak rewel, kan, dia semalam?" "Enggak, kok, Mbak. Nyenyak tidurnya malahan." "Baguslah...." Indah kembali melanjutkan pekerjaannya. Setelah s**u jadi, Yanti kembali ke kamar Abi. "Saya ke kamar dulu, ya, Mbak." "Iya, Yan. Silakan." Semangkuk besar sup makaroni, dan beberapa potong telur dadar sudah siap di meja makan. Indah berjalan menuju kamar Ayesa. Di depan pintu, ia mengetuk benda bercat putih itu. Tidak mendapat jawaban, ia membukanya. "Sa...," panggil Indah. Namun, tidak mendapat jawaban. Matanya melihat ke arah ranjang. Nihil. Ia berjalan ke arah kamar mandi, seluruh kamar di rumah Enggar memang memiliki kamar mandi masing-masing, tetapi di ruangan itu juga tidak ada orang yang dicarinya. Indah keluar dari kamar Ayesa. Langkahnya membawanya ke kamar Enggar. Di depan kamar Enggar, ia juga mengetuk pintu. Tidak mendapat jawaban, wanita itu mencoba menurunkan knop pintu. Tidak dikunci. Ia membukanya. Ya, di sanalah bocah itu berada. Di ranjang sang ayah. Tidak melihat ada tanda-tanda keberadaan Enggar, Indah memutuskan masuk untuk membangunkan sang keponakan, yang sekarang sudah menjadi anak sambungnya. "Yesa ... Sayang, udah pagi. Bangun, yuk! Mandi," ucap Indah pelan sambil mengusap pipi putri sulung Enggar dan Intan itu. Ayesa menggeliat. Dengan pelan dan terpaksa, bocah itu membuka mata. "Yesa masih ngantuk, Tante." "Tapi, kan, hari ini Ayesa harus sekolah." "Tapi Tante mandiin Yesa, ya...." "Iya, Sayang. Ayo Tante mandiin." Indah sedang bersiap untuk membantu Ayesa bangun saat pintu kamar mandi di kamar itu terbuka. Sosok yang hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya muncul. Enggar dan Indah sama-sama tertegun. Keduanya salah tingkah. "Maaf, Mas ... aku sedang membangunkan Yesa," ucap Indah. Pipinya sudah memanas karena malu yang ia rasakan. Untuk menutupi rasa gugupnya, Enggar hanya bergumam "hem", setelah itu ia berjalan menuju lemari untuk mengambil baju. Sementara Indah berusaha untuk bersikap biasa saja saat berjalan keluar kamar bersama Ayesa. *** Ayesa sudah selesai mandi. Indah mengambilkan sarapan untuknya. Kemudian, ia mengambil Abi yang berada dalam gendongan Yanti. Beberapa saat kemudian, Enggar keluar dari kamar dan segera bergabung di meja makan. Pria itu menyeruput kopi yang berada di meja. Namun, sesaat kemudian ia mengernyit. "Yan, kopinya, kok, beda?" tanya Enggar. Setelah Intan meninggal, Enggar memang sudah terbiasa dengan kopi buatan Yanti yang tidak terlalu manis. Sebelum menikah dengan Indah, setiap pagi yang membuat kopi untuk Enggar memang Yanti. Karena Indah lebih sering datang ketika Enggar sudah siap untuk berangkat kerja. "Maaf, Pak, tadi Mbak Indah yang membuatkan kopi. Pas saya ke dapur, beniat membuat s**u dan kopi untuk Bapak, Mbak Indah sudah membuatnya," jelas Yanti. Enggar diam. Namun, kemudian ia meminta Yanti membuatkan kopi seperti biasanya. "Tolong buatkan saya kopi lagi, Yan ... nanti saya diabetes minum kopi ini," sindir Enggar sambil melirik si pembuat kopi. "Baik, Pak." Indah yang sedari tadi duduk di sebelah Ayesa sambil menggendong Abi hanya bisa diam. Apa Enggar membencinya? Kenapa sikapnya sekarang benar-benar berubah kepadanya? oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD