bc

Mantan Kakak Ipar

book_age16+
4.6K
FOLLOW
39.0K
READ
love-triangle
love after marriage
drama
bxg
city
virgin
affair
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

(Indah-Enggar)

Sekeras itu hati Mas Enggar. Rasanya sulit meluluhkan hatinya. Aku istrinya, tetapi seperti orang lain. Bahkan, rasanya lebih baik menjadi adik iparnya seperti dulu. Tapi inilah takdirku. Menjadi istri yang tak dianggap. Bahkan, aku seperti tak ada harganya dibandingkan dia, wanita yang dipilih menjadi babysitter keponakanku. Ingin menyerah. Namun, dua malaikat kecil itu membuatku ingin terus bertahan.

-Indah-

Mantan Kakak Ipar

Cover by @honey.graphic_ (**)

chap-preview
Free preview
Prolog
Aku tidak mampu menahan kesedihan ketika beberapa saat setelah melahirkan, kakakku harus mengembuskan napas terakhirnya. Pendarahan yang dialami, mau tidak mau membuatnya tak bisa tertolong. Padahal, tadi malam kami masih sempat bercanda dan tertawa saat Mbak Intan, Mas Enggar, dan Ayesa datang ke rumah. Namun, tadi pagi kami mendapat kabar jika kakak satu-satunya yang kumiliki itu mengalami pendarahan hebat. Di depan pintu ruang operasi, Mas Enggar sedang mendekap erat Yesa. Ya, aku sangat mengerti perasaannya. Dia sangat mencintai Mbak Intan. Pasti dia sedang merasa sangat kehilangan. Sama sepertiku. Dia juga pasti memikirkan bagaimana kehidupan mereka nanti tanpa kehadiran kakak perempuanku itu. Selain kami bertiga, ada juga mama dan papaku. Mereka sedang saling memeluk, saling menguatkan. Juga ada orang tua Mas Enggar. Mereka juga melakukan hal yang sama. Di dalam sana, di ruang operasi, juga ada anggota baru keluarga kami. Ya, Tuhan ... aku tidak bisa membayangkan. Bagaimana nanti hidupnya? Bahkan ia tidak akan pernah merasakan pelukan seorang ibu sekali pun. Air mataku menetes. Kulangkahkan kaki mendekati Yesa. Kuusap pundaknya. Dia masih delapan tahun. Namun, aku tahu dia sudah sangat paham apa yang terjadi dengan bundanya. Bocah itu menoleh ke arahku. “Tante ... Bunda udah di surga, kan, Tante?” tanyanya. Aku pun mengangguk cepat. Aku tersenyum. “Iya, Sayang.” “Yesa nggak boleh sedih, kan, Tante?” Entah dari mana ia mendapat kalimat sederhana itu. Namun, seperti kalimat sakti. Kami para orang dewasa menjadi sadar. Ya, seharusnya kami mendoakan agar Mbak Intan tenang di sisi-Nya, bukan hanya menangisi kepergiannya. *** Empat puluh hari tanpa kehadiran Mbak Intan, rasanya sangat sepi. Mama dan Papa pun masih dirundung duka. Entah kapan kesedihan akan berakhir. Setiap hari, aku yang selalu rutin mengunjungi Abi, bayi malang yang tidak pernah mendapat sentuhan dari ibunya. Karena sebagai Bu RT, Mama tidak bisa terlau sering pergi-pergi. Di rumah Mas Enggar memang ada babysitter yang tugasnya mengasuh Abi. Namun, setiap hari aku dan mama Mas Enggar selalu bekerja sama untuk mengurus Yesa dan menyiapkan kebutuhannya, juga kebutuhan Mas Enggar semampu kami. Sejak Mbak Intan masih ada, dia memang lebih suka mengerjakan apa pun sendiri. Karena itulah tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. “Ndah...,” panggil mama Mas Enggar. “Iya, Tan?” “Apa kamu belum memiliki pacar?” Pertanyaan macam apa ini? Kenapa beliau bertanya begitu? “Belum, Tante. Ada apa?” “Oh ... tidak. Tante hanya bertanya.” Oke, entah apa maksud beliau. Mungkin memang hanya sekadar pertanyaan iseng. *** “Ndah.” Kudengar suara Mama memanggil. Aku sudah berada di rumah. “Iya, Ma?” “Tadi mama Enggar telepon, katanya mengajak makan malam di rumah Enggar. Ada acara apa, ya?” “Indah nggak tahu, Ma. Tante Maryam nggak ada ngomong apa-apa ke Indah. Kapan makan malamnya?” “Malam ini. Ngajak Papa juga. Kamu juga.” “Oh ... ya, udah. Nanti kita ke sana. Mama juga udah beberapa hari, kan, nggak ketemu Abi sama Yesa. Mereka pasti seneng ketemu Mama.” “Iya juga.” *** Kami tiba di rumah Mas Enggar. Ada mobil orang tuanya sudah terparkir. Kami masuk ke rumah. Di ruang keluarga, Mas Enggar sedang menemani Yesa bermain. Sementara Abi sedang dipangku Tante Maryam. Wanita itu menyuruh kami duduk bersama mereka. Setelah mengobrol berbasa-basi, Om Rudi, papa Mas Enggar, mengajak kami untuk makan malam. Kami pun menurut. Aku, Mama, Papa, Mas Enggar, Tante Maryam, dan Om Rudi berjalan menuju ruang makan. Yesa kugandeng menuju  ruang makan.  Sedangkan Abi bersama Yanti, babysitter-nya. *** Beberapa hari ini Mas Enggar selalu menghindariku. Semenjak Tante Maryam dan Om Rudi mengungkapkan keinginannya. Setiap kali aku datang, dia tak pernah lagi mau menyapaku. Sangat berbeda sekali seperti ketika Mbak Intan masih ada. "Mas, adakah kesalahan yang sudah aku perbuat tanpa aku sadari?" Aku memberanikan diri bertanya demikian saat hari libur aku datang ke rumahnya. "Tidak ada," jawabnya singkat. "Lalu, kenapa Mas Enggar berubah? Tidak bisakah Mas Enggar bersikap seperti dulu?" "Ra ... ada apa denganmu? Apa yang kamu mau?!" Aku tercengang dengan apa yang dia tanyakan. Untuk pertama kali semenjak aku mengenalnya, ia bicara padaku dengan nada tinggi. "Maksud Mas Enggar?" "Aku akan menikahimu. Aka akan menjadikanmu istriku. Itu, kan, yang kamu mau?!" Apa?! Jadi, Mas Enggar menganggap, akulah pencetus ide turun ranjang ini? oOo

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Orang Ketiga

read
3.6M
bc

TERSESAT RINDU

read
333.4K
bc

Pengganti

read
301.9K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K
bc

T E A R S

read
312.8K
bc

Noda Masa Lalu

read
184.2K
bc

Istri Muda

read
392.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook