Bertemu Ben

1129 Words
Memilih manjauhkan diri darinya, aku enggak terlalu peduli dengan ajakan Ben mengobrol. Lagi pula, hubungan kami enggak se dekat itu. kenapa kami sampai harus mengobrol. "Miss agata sepertinya tidak menyukai saya?" dia kembali berkata, karena aku diam saja. "Bukan. Tapi saya agak lelah saja." "Oh, saya paham sekali." "Tuan Ben, kenapa naik LTR? bukankah biasanya naik mobil?" "Ah, sesekali menggunakan tranfortasi umum itu, ternyata sangat bagus untuk negara ini. Udara jadi bersih, dan tidak macet karena terlalu banyak kendaraan. Bagaimana apa saya benar?" "Saya tidak tahu." dan dia terkekeh. "Mis agata sering masuk keruangan Ranvier, apa kalian memiliki hubungan khusus?" "Tanya kan saja padanya." dia kembali terkekeh kecil. "Miss agata sangat ramah pada tamu tamu Artika. Tapi kenapa sekarang sangat jutek pada saya, apa saya harus menjadi tamu Artika dulu, baru menerima sikap ramahnya Mis agata?" "Mmm ... saya sudah sampai. Saya duluan." LTR berhenti di stasiun yang menuju ke apartemen ku. Maka aku pun segera keluar. "Boleh lain kali saya mampir ke apatrtemen kamu?" dia menahan tangan ku. Kutarik tangan ini, "Tidak, terima kasih. Saya sedang tidak menerima tamu." segera keluar bersama yang lain, tanpa aku kembali berbalik padanya. Sampai di apartemen, aku langsung membaringkan tubuhku di atas sopa. Seharian memakai heel, dengan udara AC yang terlalu dingin, sungguh membuatku sakit punggung. Di apartemen ku juga ada AC, tapi enggak se dingin di kantor. Mungkin karena di kantor lebih banyak di kunjungi para tamu, sehingga di sana harus sedikit lebih dingin. Baru saja aku hendak memejamkan kedua mata. Ayah ku menelpon. "Halo ayah." "Kamu sudah pulang?" "Ini baru aja Pak." "Ranvier bilang sama papah, kalau kamu nolak nikah sama dia? kenapa?" Dasar laki laki itu! "Kita ini belum terlalu kenal, masa tiba tiba mau nikah aja." "Ayah tahu siapa Ranvier. Dia anak yang baik, meski keliatannya seperti itu. Kamu nikah sama dia pasti akan aman aman aja." "Yah ... dia itu pacarnya banyak." "Kan cuma pacar, bukan istri. Kalau kamu sudah menikah sama dia. Semuanya jadi milik kamu. Dan restoran kita enggak perlu takut bangkrut." Ya ampun punya ayah benar benar mata duitan. "Terserah ayah saja." Aku malas berdebat. "Jangan menolak ranvier. Dia itu satu satunya orang yang menolong ayah. Kalau enggak ada dia, restoran kita pasti bangkrut. Lalu Ayah mau makan apa? kalau resto kita bangkrut?" Aku kembali terdiam. "Apa kamu tahu, selain memberikan suntikan dana. Ranvier juga membawa banyak pengunjung ke sini setiap kali ia meeting atau bertemu rekan rekan bisnisnya. Itu tandanya kalau Ranvier emang sangat peduli sama ayah dan kamu." "Tapi dia enggak cinta sama Agata Ayah." "Hari gini, cinta itu enggak penting agata. Yang penting adalah dia bertanggung jawab dan perhatian sama keluarga kamu. Buat apa kalau seandainya kalian saling cinta. Tapi kemudian pacar kamu itu enggak peduli sama kamu dan ayah kamu. Cinta itu enggak enak dimakan agata!" Duh, susah kalau sudah bicara tentang uang. Maka apapun yang akan aku bicarakan untuk menyangkalnya tidak akan bisa menang. "Iya, ayah." "Jadi kamu mau kan menikah sama dia?" "Terserah ayah saja." "Dia bilang, kamu enggak usah takut, karena pernikahan kalian akan disembunyikan. Jadi kamu enggak perlu takut jadi bahan gosip para fansnya Ranvier." "Iya, Ayah." "Nah, karena ini sudah jelas. Maka Ayah akan bilang sama ranvier. Dia sudah janji sama Ayah, akan memberikan bonus besar, kalau sampai kamu mau menikah dengan dia." Kan kan ... ujung ujungnya uang juga. benar kata Ranvier, kalau aku ini memang sudah dijual oleh Ayahku padanya. Dan aku harus menerima ini. Demi baktiku pada orang tuaku, karena selama ini sudah mau menyekolahkan ku sampai aku bisa bekerja menjadi agent di Artika. Pagi pagi sekali, Ranvier menjemputku. Dan saat ini kami berada di dalam mobilnya. "Aku sangat senang ketika Ayahmu menelpon dan mengatakan bahwa kamu sudah setuju untuk menikah." dia berkata. Kulirik dia selama beberapa detik. Dia memakai kemeja hitam di gulung ke siku. Hari ini sepertinya jas nya enggak ia pakai. Aku enggak tahu kenapa. Namun dengan pakaian seperti itu saja, Ranvier sangat tampan dan menawan. "jadi kamu sudah siap untuk menjadi Nyonya Ranvier, sayang?" dia mengusap pipiku. "Kenapa kamu ingin menikah dengan ku?" "Kenapa ya ..." dia mendekat dan menatapku selama beberapa detik. "Mungkin karena kamu cantik. Aku suka perempuan cantik." ujarnya. "Hanya itu?" aku berharap dia berkata mencintaiku atau menyukaiku. Dengan begitu aku akan tenang menjadi istrinya. "Iya. Aku suka perempuan cantik. itu akan membuat kerjaku semangat." Dia melepas kancing bajuku. "Kamu juga sangat indah, dan mulus. Bagaimana bisa aku melewatkanmu." dia menariku ke dekapannya. Dengan tangannya yang bermain di tempat yang dia inginkan. "Sayangnya, pernikahan kita nanti hanya akan berjalan secara rahasia. Karena aku enggak mau mereka tahu kalau kamu istriku. Kamu tahu kan? aku itu terlalu banyak memiliki hubungan dengan para artis dan model. Kalau mereka tahu aku menikah dengan mu. Kamu bisa jadi korban nya mereka." Dia berhasil melakukan apa yang dia mau. Kemudian kembali melepaskan diriku. Iya, aku seperti boneka untuknya. Aku dipegang pegang di cium cium lalu ia lepaskan saat puas. "Dia mengancingkan kembali baju bagian atas ku. "Hanya sedikit menyentuh, nanti aku akan menyentuh semuanya." ujarnya merasa menang. "Pastikan kamu enggak menolaknya, karena ketika kamu nolak. Maka akan aku pastikan resto itu kembali kolep." ujarnya dengan sebuah seringaian yang menyebalkan. Hampir sampai di dekat kantor, aku meminta Ranvier untuk menghentikan mobil nya. Aku tidak mau keluar dari mobilnya di parkiran Artika. Aku akan diberondongi pertanyaan oleh Adnan. Dan juga pasti akan ada gosip kalau sampai aku ketahuan. "Nyonya Ranvier memang sangat pintar. " ujarnya mencium tangan ku. "Pastikan nanti siang, kita makan bersama." "Enggak bisa." "Kenapa?" "Kita ini rahasia. Kenapa harus makan siang bersama? dan lagi, aku kasih tahu ke kamu. Kamu jangan sering sering memanggilku ke ruangan mu. itu akan membuat orang kantor berspekulasi tentang kita." "Orang kantor cabang kita, hanya ada beberapa orang saja. Ah, apa kamu dan adnan memiliki hubungan spesial sayang?" "Enggak." "Lalu?" "Kamu sendiri yang bilang. Kalau hubungan kita ini rahasia, tapi kenapa kamu sendiri yang melanggarnya?" "Oh, baiklah kalau begitu. Pastikan kamu dan lelaki itu enggak ada hubungan. Karena kalau itu terjadi, bukan hanya resto papahmu saja yang akan kolep. Tapi teman mu yang bernama adnan itu juga akan saya keluarkan dari artika. Bagaimana?" Aku menelan saliva ini. Aku lupa, kalau Ranvier itu memang se sosok iblis. "Iya." "Bagus sayang. Then, selamat bekerja." dia mencium pipiku. Aku keluar dari dalam mobilnya Ranvier, kemudian berjalan ke arah kantor. sementara Ranvier kembali menyalakan mobilnya dan melewatiku begitu saja. Masih ada jarak lima puluh meter menuju kantorku. Sebuah range rover berhenti di sampingku. "Nona agata!" panggilan seseorang membuat langkah ini berhenti. Ben tersenyum dari dalam mobilnya. "Mari saya antar?" ajaknya. "Enggak usah, Ben." "Ayolah." "Aku jalan kaki saja." Aku berjalan lebih cepat, namun sayangnya Ben berhasil meraih tangan ku."Ayolah ..." kutemukan mata birunya begitu menghipnotisku. "Apa kamu menunggu aku melamar ke orang tuamu, baru mau aku ajak?" "Hah!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD