4. Bos Kejam

1578 Words
"Kamu kembali sayang!" Suara yang begitu dekat ditelinga. Aku mendorongnya dan segera mencari saklar lampu. Kutemukan Ranvier dalam keadaan lampu menyala. Dia masih saja terlihat kacau dengan bajunya yang acak acakan. Dia tersenyum miring dan mendekat lagi padaku. "Kamu lihat, sayang. Kamu enggak akan pernah bisa lari dariku. Bahkan ayahmu akan bertekuk lutut padaku." meletakan wajahnya di bahuku. "Kamu jangan jual mahal padaku sayang. Karena aku bisa memberikan segalanya padamu." satu hal yang aku sesali adalah, kenapa aku harus nurut pada Ayahku, dan kembali ke apartemen laki laki sialan ini. "Sebaiknya kamu duduk dengan benar, kalau tidak ingin aku membunuhmu di sini!" aku kembali mendorong Ranvier, dan kali ini membuat laki laki itu duduk di atas sopa. Aku harus menyuruhnya mandi, dan memakai baju hangat. Lalu memasakan untuknya. Setelah itu, barulah aku pulang. "Aku jadi penasaran, bagaimana caranya kamu membunuhku, hum?" sebelum aku jauh melangkah, Ranvier sudah menarik tanganku. Hingga aku duduk di pangkuannya. Laki laki nakal itu melingkarkan kedua lengan kokohnya di pinggangku. Membuatku berontak dan berhasil menginjak kakinya. Aku berusaha keras agar dia melepaskanku, namun hasilnya dia malah terkekeh seraya menjatuhkan ku di atas lantai yang beruntungnya beralaskan karpet tebal. "Lihat, sayang. Aku yang akan menang darimu!" Sialannya lagi, adalah kedua tanganku yang tidak mampu menahan wajahnya, yang kini sudah menjelajahi wajah yang selalu aku banggakan dengan skin care yang tidak murah. "Kamu sangat cantik sekali, agataha ku." kedua tangannya meraih kerah bajuku hendak merobeknya, namun ... "Ya ampun Ranvier!" suara seorang perempuan datang dan langsung menariknya. Aku bernapas lega. Dia mamah nya Ranvier. Perempuan itu mengusap lenganku lembut. "Kamu tidak apa apa sayang?" tanya nya. Aku menggeleng dengan senyuman yang aku buat setulus dan senatural mungkin. Mamahnya Ranvier telah menolongku. Kalau tidak datang hari ini, oh, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku gara gara lelaki berotak m***m ini. Tante Iriana, segera menghampiri anaknya yang ia tarik tadi. "Kamu basah sekali, memangnya apa yang kamu lakukan? kamu mandi dengan baju seperti ini?" kedua tangannya Tante Iriana membingkai kedua sisi wajah tampan namun sialan itu. Ranvier terdiam, namun senyumnya terarah padaku. "Calon mantu mamah, menyiram ku. Dia jahat sekali," keluhnya. Aku jadi malu, karena memang telah melakukan itu. Tante Iriana menatapku dan tersenyum kecil. "Itu pasti karena kamu sangat nakal. Makanya Agata seperti itu padamu. Coba kamu jangan terlalu nakal terhadap perempuan. Kamu tahu sayang, tidak semua perempuan bisa kamu mainkan seenaknya." aku sepertinya tidak perlu membalas laki laki itu. Tante Iriana sudah melakukannya dengan sangat elegan. Terlihat Ranvier menatap padaku dengan entahlah. Yang jelas, jantungku berdebar seolah akan keluar dari tempatnya. Tatapan Ranvier begitu mematikan setiap apa saja yang ada di dalam tubuh ini. Terutama aliran darah dan detakan jantungku yang semakin cepat. Sehingga aku harus berkali kali bernapas dalam untuk menenangkannya. "Biarkan dia mandi, sayang. Kamu duduk di sini bersama Tante. Dia memang seperti itu Tante harap, kamu akan memahaminya sedikit demi sedikit." Aku bahkan tidak tahu, apakah hubungan kami ini akan berlanjut atau tidak. Namun tidak ada salahnya, kalau aku mulai memahami laki laki biadab itu, mulai saat ini. Terutama sikap menyebalkannya itu. *** "Adnan, kamu kemarin bawa yuni belanja kan?" aku bertanya pada Adnan, begitu sampai di kantor. Kuletakan tas kecilku di atas meja, di samping leptopku. Adnan menatapku letih dengan helaan napas pasrah. Dia juga baru sampai ke kantor. Dia melonggarkan dasinya dengan tergesa. "Enggak." jawabnya pelan dan sedih. "Kenapa? aku kan meminta kamu membawa dia belanja. Kenapa kamu enggak ajak dia? kamu enggak ada uang?" tanya ku detil. Adnan menggeleng. "Bukan enggak ada uang. Tapi bos melarangku." "Bos? maksudnya Pak Ranvier?" tanyaku lagi. Adnan mengangguk. "Iya," menjatuhkan dirinya di atas kursi empuk miliknya. Aku menghela napas dalam. Aku bahkan sudah berjanji pada Yuni, kalau aku akan membelikannya baju dan perlengkapannya yang lain. "Tapi kenapa sih?" kalau begini, gadis itu bagaimana bisa tidur dengan hanya memakai baju yang sudah bau? apakah dia nyaman? Adnan menggeleng. "Kamu tanya saja sama bos, karena cuma dia yang tahu jawabannya." jawaban Andan, sungguh membuatku kesal sekali. Bukan marah pada Andan. Tapi marah pada laki laki biadab itu. Dia sungguh tidak memiliki hati nurani. Karena aku sangat kesal, aku pun masuk ke dalam ruangan khusu maid dan menemukan Yuni terduduk lesu, masih dengan memakai pakaian yang kemarin. Aku menarik napas frustrasi. Dia pasti tidak nyaman sekali. "Yuni! ayo ikut saya!" ku ajak yuni keluar dari ruangan khusus maid. Aku akan membawanya ke pasar yang tidak jauh dari sini. Akan aku belikan baju sehari hari dan semua keperluannya. Ku sampai di pasar, kubelikan dia tiga potong baju setelan yang bisa dipakai sehari hari. Sepasang sandal, tiga pasang daleman, dan juga perlengkapan mandi. "Kamu butuh apa lagi?" tanya ku padaYuni. "Sudah, mis. Saya sudah memiliki semuanya. Terima kasih ya Mis." kedua mata gadis itu terlihat berkaca. Aku sungguh tergugah dibuatnya. "Sama sama. Kamu masih mau kerja kan?" tanya ku padanya. Dia terdiam untuk beberapa saat. "Kalau bisa, aku mau pulang ke negaraku, mis." pintanya. "Tapikan kamu masih belum memiliki cukup uang untuk pulang. Lagi pula, kamu masih memiliki hutang pada kami kan?" jadi semua calon maid itu memiliki hutang pada Artika Home. Hutang akomodasi dari negara mereka ke negara kami. Hutang pembuatan pasport, hutang makan, hutang medikal, dan semua keperluan selama mereka tinggal di penampungan Artika Home, sebelum mereka laku dan dibawa pulang oleh majikannya. Dan itu bisa mencapai puluhan juta. Mereka harus membayar sendiri jika sebelum enam bulan tinggal dimajikannya, lalu kembali ke penampungan karena bermasalah. Kecuali, jika mereka kembali menemukan majikan baru dan kembali bekerja dan bisa menyelesaikan hutang yang enam bulan itu. Dia terdiam menunduk bingung. "Tapi saya trauma. Saya takut bertemu dengan majikan yang seperti itu lagi," keluhnya. "Enggak semua majikan itu jahat. Ada banyak majikan yang baik dan menghormati maid nya. Kamu jangan khawatir." "Kalau begitu, jadikan saya maid nya Mis Agata. Saya akan bekerja dengan sangat baik. Saya tidak peduli berapa pun mis agata membayar saya. Yang penting saya bisa kerja, dan setelah hutang saya selesai, saya bisa pulang ke negara saya." "Tapi saya tidak membutuhkan seorang maid. Lagi pula gajih saya tidak sebesar itu untuk membayar seorang maid." Ya, aku memang seorang agent di negara ini. Tapi aku adalah agent baru. Gajihku hanya 1500 dollar saja, perbulan. Sedangkan untuk membayar maid di sini, satu bulannya lebih dari 700 dollar. Belum lagi aku harus menabung dan untuk makan sehari hari. Sungguh tidak mungkin aku bisa menyewanya. Sedangkan di sini, semuanya serba mahal. "Maafkan saya." ku lihat dia tersenyum satir. "Mari kita kembali ke penampungan ya? kamu harus tenang, jangan pikirkan hal hal yang jelek. Pikirkanlah hal hal yang baik. Maka kamu juga akan mendapatkan hal yang baik." itu aku katakan pada orang lain. Sementara diriku sendiri pun selalu saja berpikiran jelek. Manusia memang lebih pintar mengatakannya dari pada melakukannya. "Kamu dari mana aja?" tanya Adnan padaku. Aku baru saja sampai ke dalam kantor. Ku letakan tas kecilku. "Aku dari pasar. Aku mengajak Yuni membeli keperluannya." jawabku. "Kamu di tunggu diruangannya!" Itu Ines, managerku. "Baiklah." Aku pun beranjak dan berjalan ke arah ruangan Ranvier. Kutemui laki laki itu sedang menghadap ke arah leptonya. "Bapak manggil saya?" tanya ku. Dia menatapku, dan mengangguk. "Ke sini kamu!" dia mengibaskan tangannya dan meminta ku duduk di sopa. "Kenapa kamu pergi membawa Yuni keluar dari ruangan?" dia bertanya dengan nada tidak suka. "Karena aku mau membelikan dia keperluannya." "Kenapa harus dengan membawa dia?" "Ya, karena kalau membeli baju tanpa dibawa orangnya. Aku takutnya, baju itu enggak muat." Ranvier terdengar menghela napas dalam. "Bagaimana kalau Yuni kabur? kamu mau tanggung jawab dan membayar semua kerugian kita?" "Ada aku bersama dia, mana bisa dia kabur?" "Itu mungkin saja kan? Yuni itu warga negara lain. Bisa saja dia membawa antek anteknya, kemudian kabur bersama mereka. Apa kamu terpikirkan itu?" Ini lah yang tidak aku sukai dari Ranvier. Dia selalu saja berpikiran buruk tentang orang lain. "Itu tidak mungkin, dia terlihat anak baik baik saja." "Kamu kenal Yuni?" "Tidak, tapi--" "Bagus! kamu bilang tidak kenal. Tapi kamu sendiri malah ceroboh seperti itu. Aku tanya, apa kamu sanggup membayar puluhan juta pada Artika, kalau Yuni kabur?" "Tapi kenyataannya dia tidak kabur, Ran--" Brakk! Ranvier membanting puluhan map yang berisi data data calon maid ke atas lantai, nyaris menyentuh wajahku. Aku memejamkan kedua mata ini karena desisan angin dari map itu. Aku sungguh kaget sekali. Aku pikir Ranvier tidak akan berani melakukan itu padaku, mengingat aku adalah tunangannya, meski di kantor ini tidak ada satu pun orang yang tahu, selain kami berdua. Tubuhku gemetar karena rasa kaget itu. "Kamu lihat!" Ranvier menunjuk map yang berisi data maid yang berserakan itu. "Kamu lihat berapa banyak maid yang kabur, hanya karena kecerobohan seorang agent? KAMU LIHAT!" Ah, bentakannya sungguh menyakitkan hatiku. Aku menunduk dan tidak bisa menatap wajahnya, yang aku yakini kalau dia sedang menatapku sangat tajam. Sungguh perubahan sikap yang jauh berbeda dengan dia yang berada di apartemen malam tadi. Kedua mataku terasa memanas, namun aku tentu saja tidak boleh menangis. Aku tidak selemah itu. "A-aku minta maaf. Aku ..." suaraku parau. Aku memukul d**a ini. Rasanya sesak sekali. "Keluar!" dia menunjuk ke arah pintu. Dan aku pun mengangguk beranjak ke arah tersebut. Aku hendak membuka pintu, namun entah kenapa pintunya tidak bisa dibuka. Ku lihat Ranvier beranjak dan berjalan ke arah ku. "Pi-pintunya ..." kedua bibir ini gemetar. Seiring langkah panjang itu mendekat. "Ran--" aku tidak bisa meneruskan namanya, karena laki laki aneh itu menarik ku ke dalam dekapannya. Dia itu sepertinya amnesia atau memiliki kepribadian ganda. Bukankah barusan dia memarahiku habis habisan? lalu kenapa sekarang dia memeluku? "Jangan membantahku ...," lirihnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD