Mengapa?

2016 Words
Radit 13.10 "Honey, aku jemput yah kita makan siang." Tata 13.12 "Bentar Mas, aku masih meeting 20 menit lagi kelar." Jawab Tata dalam chatt w******p. Mobil putih bertulis 'Range rover' terparkir dengan mesin menyala, Radit sedari lima belas menit yang lalu menunggu Tata sedang meeting di salah satu restoran ternama di Surabaya. Bersenandung kecil, full music di dalam. Dengan tergesa Tata berlari kecil Menghampiri Radit yang tiduran bersandar dalam mobil. Tangannya menepuk-nepuk bagian belakang jok kepalanya. Tok tok Pintu kemudi diketuknya seketika Radit terbangun bergegas turun dan membuka pintu sebelah kemudi untuk Tata. Begitulah pria itu, ia sangat mengistimewakan wanitanya. "Lain kali gak usah turun Mas, aku bisa kok buka pintu sendiri." Pinta Tata yang kurang enak bila diperlakukan demikian. Wanita itu sebenarnya tak suka bila dirinya terlalu di manjakan oleh prianya. "Kenapa sih Honey? Aku kan cuma bantu buka aja, kenapa gak boleh sih?" sambil menggenggam tangan kanan Tata, lantas mencium punggung tangan wanita bermata sayu tersebut. "Ck. Berasa nyonya besar ih, aku gak nyaman." Decak Tata yang masih teguh dengan pendapatnya. Wanita bersahaja nan sederhana, dari keluarga biasa yang tak pernah diperlakukan bak seorang putri. Walaupun kini, hidupnya diliputi sebuah keberlimpahan, bahkan dia juga tak begitu meminta dilayani pada asisten rumah tangga jika selama hal itu bisa dirinya lakukan sendiri. "Gak mau ah. Biasakan yah, karena kamu nanti jadi nyonya aku, nyonya Radit Aditama. So segala kebiasaan ku, kamu harus ikuti." Kata sang pria dengan mengedipkan matanya, sekali lagi mencium punggung tangan wanita yang begitu dirinya cintai. Tanpa sadar kata-kata itu membuatnya semakin takut, takut tak bisa mengimbangi pria itu, takut jika dirinya begitu tak bisa seirama berjalan mendampingi pria itu. Kalimat Radit berhasil membuat wajah Tata murung. Semua kalimat-kalimat Radit seakan harus ikuti gaya hidupnya, ikuti kebiasaannya. "Bukankah perbedaan adalah hal yang membuat pasangan bersatu saling melengkapi?" Batin Tata mengeluh pada dirinya sendiri. Tentu ia tak bisa menyampaikan hal ini pada sang pria, khawatir akan menimbulkan perdebatan. Seperti itulah Tata, wanita bermata sayu, selalu berhati-hati dengan apa yang akan ia sampaikan pada seseorang. Tata lebih memilih menelan semua kalimat ataupun pertanyaan jika dirasa hal itu kurang baik ia sampaikan. Dia begitu banyak memikirkan orang lain, hidupnya penuh pertimbangan matang yang tak banyak orang bisa melakukan hal sama. Pria yang sedang di balik kemudi saat ini memang memilikinya secara persetujuan keduanya. Namun, Tata selalu merasakan perbedaan dalam hal-hal tertentu. Merekapun sampai di pelataran rumah Tata, Radit memang sering berkunjung seperti hari ini, ia menjemput sang wanita lantas mengantarnya pulang. Seperti hari-hari sebelumnya mereka nampak senang bersama. Sore itu dua hari sebelum kembalinya Radit ke Jakarta. Radit seperti biasa berkunjung ke rumah Tata, obrolan bersama bapak, ayah dari wanita itu pada akhirnya membuat keputusan menikahi Tata saat itu juga diambilnya. Ya Menikah secara agama karena bapak khawatir dengan kedekatan mereka toh bulan depan mereka menikah secara resmi. Ketakutan seorang ayah memiliki putri yang menyandang status janda, walau menantunya bukan menceraikan sang anak, apapun sebabnya tetap, status itu sama di mata semua orang. Apalagi kejadian malam itu di mana Tata pulang larut dan Bapak menemukan sesuatu tanda merah di leher anak bungsunya itu membuat pria tua berkacamata tersebut sangat khawatir. Terlebih Tata juga menceritakan kedekatan mereka bukan sebatas teman. Hal ini telah di diskusikan olehnya juga semua saudara Tata sehingga pernikahan ini tercetus. Yah menikah siri agar mereka tidak melakukan hal yang di luar batas, agar segalanya tak menjadi suatu hal yang menyulitkan keduanya di kemudian hari. Radit tentu senang, dengan yakin ia menuruti keinginan bapak mertuanya itu. Dengan satu tarikan nafas Radit mengucap ijab Kabul dengan lantang tanpa ada kesalahan di sana. "Saya terima nikah dan kawinnya Tata Dayuning tyas binti Hadianto, dengan mas kawin uang sebesar tiga puluh juta rupiah dibayar tunai." Kata Radit lantang berjabat tangan dengan seorang ustadz yang menikahkan mereka. "Sah?" Tanya sang ustadz dijawab "SAH!" Serempak, mereka menjawab. "Alhamdulillah" suara bapak, ustadz, keluarga dekat Tata berkumpul untuk menjadi saksi pernikahan siri mereka yang tidak direncanakan itu serempak menengadah mengamini doa ustadz sebagai penghulu mereka. Tata menggunakan kebaya putih, kebaya itu sedianya digunakan untuk acara akadnya bulan depan namun ia gunakan saat ini. Tak ada bedanya, sekarang atau bulan depan, sebab menikah dengan pria yang ia cintai adalah sebuah anugerah. Wanita dengan riasan wajah simpel itu meraih punggung tangan pria yang masih menggunakan satu selendang yang dikenakan mereka berdua, Tata mencium tangan kokoh itu. Radit, membalasnya dengan mencium kening istri sahnya itu. Bahagia! Ya tentu bahagia, ia akhirnya bisa menghalalkan kekasihnya ini. "Sayang kenapa murung?" Tanya Radit sambil berada dalam kemudi mobil menuju apartemennya. Tata bersama Radit pergi setelah acara syukuran kecil itu usai. "Gak apa-apa." Jawab Tata singkat, "tadi pak ustadz bilang kalau kamu itu artis Mas." sambungnya. "Uhuk uhuk uhuk..." Radit tersedak salivanya sendiri. Pria itu terkejut, dia tahu tak semua orang bisa dirinya hindari mengingat siapa dirinya sebenarnya. "Kamu gak ada air di mobil?" Sambil mencari di sudut-sudut pintu dan membuka dashboard, Tata berusaha mencari air mineral untuk Radit. "Gak ada Sayang." Jawab Radit, menahan rasa perih di tenggorokannya. Pria itu terus berdehem menetralkan rasa perihnya itu. "Kamu gak apa-apa?" Tanya Tata sangat khawatir, ia memandang sang suami penuh. Tak terasa mereka sudah memasuki area parkir dan mobil pun berhenti. Masih dengan wajah ketakutan bahkan khawatir Radit menoleh kemudian memegang kedua tangan Tata seraya berucap: "Sayang aku mau apapun yang terjadi kita tetep bareng, sungguh aku tidak pernah mencintai wanita sebelumnya seperti aku mencintaimu. Bagiku kamu hidupku yang baru, tanpamu aku tidak yakin bisa hidup normal." Ucap pria itu dengan kesungguhan. Tata semakin bingung dengan suami sirinya ini, kata-katanya seakan tersirat membuat kesalahan yang fatal namun apa? Dirinya membeku mencoba memahami kata demi kata yang Radit utarakan. "Kamu belum respon kata-kataku tadi Mas?" Tanya Tata masih belum menyerah mencari jawaban akan pertanyaan dirinya, namun tak ada jawaban dari Radit. "Kita masuk yuk," ajak Radit seraya membuka kunci mobil. Mereka sudah berada di basemen gedung mall juga terdapat tempat tinggal yang tersambung serta hotel yang ada di sebelahnya, semua bangunan itu menjadi satu kesatuan. Tanpa kata Tata turun kemudian berjalan menuju unit apartemen Radit. Suara ketukan sepatu berhak milik wanita berambut kecokelatan itu membelah keheningan keduanya. "Nah ini apartemen kita, nanti kamu bawa akses cadangan". Terang Radit saat mereka sampai di depan pintu berwarna silver, sambil memasukkan kombinasi angka untuk membuka pintu tersebut. Apartemen di sini dengan luas dua ratus meter persegi. Unit lawas di Surabaya seperti rumah, bersebelahan dengan hotel bintang lima dan akses tersambung dengan lorong mall, memiliki balkon yang luas, dari sana nampak pemandangan hamparan rumah juga gedung di ketinggian, ketika masuk aroma jasmin menenangkan, nuansa cat silver dengan tiga kamar tidur dua kamar mandi, dapur dan ruang tamu, sangat luas. "Bersih, rapi," gumam Tata seraya mengedarkan matanya ke seluruh sudut ruangan. "Welcome home Nyonya Radit Aditama..." Kata Radit seolah menyambut seorang putri. Tata tersenyum pada suaminya itu. Kebahagiaan yang tak terkira bisa hidup bersama dengan sang kekasih. Tentu dengan memenuhi syarat agar bisa bersama. Mata sayu itu memandang pria di hadapannya. Sedang Radit mendekat lantas memeluk Tata dengan kecupan, yang sukses membuat Tata membeku. Tak lama Radit mengecup bibir ranum Tata dengan perlahan kemudian semakin cepat disambut Tata dengan membalas kecupan yang menghasilkan respon sedikit lebih berani. Radit pun melepas baju dan celana menyisakan bokser polosnya. Pria itu memang menekan hal ini selama resmi memacari wanita ini. Radit sangat sabar tak menyentuh wanita pujaannya sangat tahu akan batasannya sebagai pacar saja. Bibir Radit menyapu setiap jengkal tubuh Tata ketika sampai di sela d**a wanita itu tak disangka suara Bagas menggagalkan sesi bercinta mereka. "Lain kali kalo lo pulang Ka ba-r," berhenti melihat pemandangan tak biasa Radit dan Tata yang setengah telanjang. Bagas kaget. Matanya membulat juga meneguk saliva kasar. Bagaimana tidak dirinya sedang menonton adegan film secara live, bukan ini semacam pertunjukan yang tak pernah di bayangkan sebelumnya. "b*****t!" Umpat Radit dengan melempar sepatu ke arah Bagas. Sontak membuat Tata bersembunyi di belakang Radit. Pria itu sebal dengan ulah sang sahabat. Mengapa dia datang tanpa bersuara lebih dulu? Sial, Radit lupa bahwa harusnya ia melakukan hal ini di kamar sebab ia tinggal tak sendiri. Hawa panas yang dirinya ikuti memang melumpuhkan kinerja otaknya. Bagas pun segera keluar sambil cengengesan karena ulahnya sahabatnya menghentikan kegiatan bercintanya. "Maaf Dit gua ganggu kegi-atann lo waaaa...." Teriak Bagas sambil menghambur keluar. Dengan nafas yang tak beraturan Radit juga Tata seakan terkena serangan rasa malu luar biasa. Bagaimana hubungan pribadi sampai bisa ada orang ketiga? Orang ketiga termaksud bukan makhluk yang selama ini orang katakan namun benar-benar entitas sesamanya. Sialnya mereka bersahabat saling mengenal. Tak mau merusak suasana Radit dengan cepat menggendong Tata ala bridal style sambil mendaratkan ciuman lembut pada bibir wanitanya, dibawanya masuk ke kamarnya dan mengunci pintu. Malam pertama mereka dihabiskan di apartemen Radit. Sesaat Fajar datang Tata bergegas membersihkan diri dan menunggu Radit mengimami shalat subuhnya untuk pertama kali. Setelahnya Tata berangkat ke kantor. Yang sebelumnya ia mampir rumahnya guna mengambil beberapa berkas. Tak lupa membuat sarapan alakadarnya sesuai bahan yang berada dalam kulkas. Radit duduk menikmati sarapan paginya yang dibuatkan Tata sebelum berangkat. Bagas masuk dengan menyapukan matanya ke setiap sudut ruangan. "Basah kuyup nih? Berapa ronde semalem," sambil meraih sandwich di depan radit namun radit sigap mengambil kembali sebelum makanan mendarat di mulut Bagas. "Bikin sendiri sana ini khusus buat gue." Sikap Radit tak mau berbagi sarapan membuat Bagas kesal. "Pelit banget lo, ngomong-ngomong gua gak nyangka lo bisa buat Tata mau bercinta sama lo, setau gua dia cewek baik-baik anjir." Tanya Bagas penuh heran jangan lupakan wajah mengejeknya sukses membuat siapapun di depannya merasa kesal. "Ya maulah, dia mau dosa nolak suami." Jawab Radit enteng "Uhukk..." Bagas tersedak ketika minum teh hangatnya. "Suami pala lo, bukannya rencana bulan depan lo nikahin Tata?" Sambil Susah payah meminum air putih meredakan perih di tenggorokannya akibat tersedak Bagas bingung dengan ucapan Radit enteng. "Wait! Ada yang aku lewatkan paduka Radit? Ada apa sebenarnya?" Tanya Bagas memberondong. Hanya dibalas senyuman oleh Radit "Anjir lo ditanya cengengesan lagi." Umpat Bagas kesal. "Kemarin gua nikahin Tata." Sekali lagi Bagas tersentak kali ini tehnya tumpah. Tak ayal celananya sedikit basah. "Lo yg bener napa Dit, jangan mentang-mentang gua gagalin kegiatan lo semalem, lo kerjain gua kayak gini." Keluh Bagas dengan penjelasan Radit yang seakan menggantung terkesan bercanda. "Gua beneran Gas, sapa yg kerjain lo." Jelas Radit. "Jadi gue kemarin diminta Bapak mertua gua nikah siri dulu karena beliau takut kita berdua yah lo paham lah maksudnya." Akhirnya Radit menjelaskan secara menyeluruh. "Dan berita besar kek gini lo gak ngabarin gua? Tega lo Dit!" Bagas dengan nada kecewa. "Salah siapa handphone dari sore sampek malem gak aktif? Gua telpon lo berkali-kali b*****t!" Dan Bagas baru ingat baterai ponselnya habis ketika dia di luar kemarin. "Gua terusin malem pertama yg sempet lo rusak anjir." Dengan nada tinggi Radit memicingkan matanya. "Maaf deh, Ck" decak Bagas."Terus mamah lo uda tau?" Lanjut Bagas bertanya. "Ya udahlah gas tanpa persetujuannya gua gak mungkin jalan, lo tau gua kali." Lanjut Radit. "Oh jadi ini sandwich bikinan Tata? Bagi dikit kali Dit pelit banget lo." Segera dimasukkan ke mulutnya tanda Radit tak mau berbagi. "Ambil roti sendiri sono! Masih ada kok di kulkas," titah Radit. Setelah mengambil roti Bagas mengoleskan selai kacang di rotinya. "Terus gua gak bisa tinggal disini lagi ya Dit?" Tanya Bagas. "Lo boleh tinggal sini tapi gua ada bini yang ada kek semalem lo gangguin gua lagi asyik-asyiknya." Sambil mengangkat kedua alisnya. "Kemarin gua udah beli apartemen di situ loh deket dari sini, yah emang gak segede gini tapi cukuplah buat lo sendiri." "Gua juga ogah tinggal bareng lo. Yang ada tiap malem gua ngiler ada adegan porno live ." Bagas terkekeh. "Besok penerbangan siang loh jangan lupa." Kata Bagas mengingatkan. Di tempat lain seorang wanita memainkan cangkir kopi di meja sebuah cafe. "Sayang aku mau apapun yang terjadi kita tetep bareng, sungguh aku tidak pernah mencintai wanita sebelumnya seperti aku mencintaimu. Bagiku kamu hidupku yang baru, tanpamu aku tidak yakin bisa hidup normal." Kalimat sang suami terngiang di telinganya, mengapa pria itu mengatakan demikian? Hari-hariku kian berwarna Duniaku terisi kesempurnaan Kau Dewi hatiku Jiwaku tunduk dalam cintamu Selamanya kuharap segala yang terbaik Bersama selalu ku yakin °°Radit Aditama
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD