Pergi tanpa pamit

1048 Words
Assalamualaikum wr.wb. Ummi... Abi... Zahra ucapkan banyak terima kasih kepada Ummi dan Abi yang sudah membesarkan Zahra dengan penuh kasih dan sayang. Zahra sangat bersyukur, karena Zahra dilahirkan di keluarga ini. Sehingga Zahra bisa mendapatkan pendidikan dunia dan akhirat yang terbaik dari Ummi dan Abi. Zahra mohon maaf pada Ummi dan Abi. Mungkin ketika Ummi dan abi membaca surat ini, Zahra sudah pergi dari rumah. Maafkan segala kesalahan Zahra baik yang disengaja atau tak disengaja. Zahra sangat menyayangi Ummi dan abi dengan segenap hati Zahra. Maafkan Zahra karena Zahra pergi tanpa pamit pada Ummi dan abi. Tak bosan Zahra memohon maaf lagi pada Ummi dan abi. Karena Zahra tak bisa memberi tau, alasan Zahra pergi jauh dari Ummi dan abi. In sya Allah, Zahra akan datang kembali dan memberi tau alasan Zahra pergi, setelah Zahra siap. Wassalamualaikum wr.wb. Dari ananda Ummi dan abi: Zahrani Maulida Al-Farizzi ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Ummi Khulsum tak kuasa menahan isak tangis saat membaca sepucuk surat yang ditinggalkan putri nya. Hatinya begitu lemas tak berdaya saat mengetahui putrinya pergi meninggalkan rumah. Entah apa alasannya. "Ya Allah... Abi... Zahra anak kita pergi dari rumah... Ya Allah... Kenapa dia pergi Abi... Hiks... Hiks...?" Ummi menangis di pelukan suaminya. "Sabar Ummi... Pasti ada alasan yang membuat Zahra pergi dari rumah ini, kita doakan saja semoga Allah selalu melindungi Zahra di mana pun dia berada." Ucap Kiyai Umar menenangkan istri nya. Walau sejujurnya hati pria itu jauh lebih khawatir. Tapi di sini pria bersorban itu harus memposisikan diri sebagai suami yang mampu menenangkan hati istrinya. Tak lama kemudian... "Assalamualaikum..." Ucap seseorang datang bertamu. "Waalaikum salam..." Ucap Ummi dan Abi bersamaan saat menyadari kedatangan seseorang. Rupanya Akmal benar-benar memenuhi janjinya untuk datang menemui Zahra. Tapi sayang, anak bungsu mereka pergi entah kemana dan apa alasannya. "Sudah jangan menangis lagi... Ayo keluar... Akmal sudah datang." Ucap Abi pada Ummi. Yang hanya dibalas dengan anggukan kepala. "Nak Akmal... Mari masuk! Silahkan duduk.... Sebentar Ummi buatkan minum." Ucap Ummi terlihat lemah. "Terima kasih Ummi." Ucap Akmal, kemudian pria iti duduk ditemani Kiyai Umar. Ada rasa canggung saat berhadapan dengan pria paruh baya yang tetap bersahaja di hadapannya. Entah apa yang sedang terjadi, Akmal tak mampu menebaknya. Yang jelas ada raut khawatir yang disembunyikan oleh pria di hadapannya. "Nak Akmal, baru datang lagi kemari. Apa kabar? Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT Aamiin." Ucap Kiyai Umar pada Akmal. "Alhamdulillah sehat Abi. Lalu bagaimana kabar Abi, Ummi dan Zahra? Semoga juga selalu dalam lindungan Allah SWT Aamiin." Ucap Akmal. "Alhamdulillah..." Jawab Kiyai Umar tenang. "Maaf Abi, saya baru sempat kembali mengunjungi Abi dan Ummi. Karena saya harus menyelesaikan urusan pekerjaan saya yang baru selesai." Ucap Akmal memulai pembicaraan ringan. "Tidak masalah." Ucap Kiyai Umar menimpali. "Ini nak Akmal... Silahkan di minum." Ucap Ummi ketika datang dengan membawa teh hangat. "Alhamdulillah... Terima kasih Ummi." Ucap Akmal. Tanpa sengaja matanya terkunci menatap netra coklat pekat di hadapannya. Entah apa yang sebenarnya terjadi Akmal masih belum bisa menebak. Hanya saja hatinya mengatakan bahwa ada hal buruk yang mungkin sedang terjadi saat ini. Ingin sekali Akmal bertanya, namun dia merasa tidak sopan jika terlalu ikut campur dan ingin tahu. "Maaf Ummi.. Apa Ummi sedang kurang sehat?" Tanya akmal sopan. Sejujurnya ingin sekali dia bertanya. "Apakah Ummi habis menangis?" Namun dia merasa tidak sopan jika bertanya sepeti itu. "Ah... Alhamdulillah Ummi sehat nak Akmal. Mungkin hanya kurang istirahat saja." Akmal hanya bisa mengangguk sebagai tanggapan. Walaupun sebenarnya ada hal mendesak, yang membuatnya ingin segera bertanya. Tapi dia ragu. Harus memulai dari mana arah pembicaraannya? Akhirnya mereka hanya bisa diam. Sunyi... Dan mulai tenggelam dalam pikiran masing-masing. Akhirnya Kiyai Umar membuka pembicaraan yang cukup untuk mewakilkan maksud kedatangan seorang Akmal. "Ada keperluan apa nak Akmal datang kemari? Apakah ini berhubungan dengan putri kami Zahra?" Ucap Kiyai Umar tanpa basa basi. Sejenak Akmal terdiam saat melihat Ummi yang tiba-tiba menangis dan terisak. "Iya Abi. Sebelumnya saya mohon maaf jika pertanyaan saya lancang." Akmal menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Dia berusaha menahan emosinya. Berusaha menahan rasa kecewanya pada gadis yang berhasil mencuri hatinya. Kemudian mulai melanjutkan kalimatnya. "Maksud kedatangan saya kemari adalah ingin memastikan hubungan saya dan Zahra. Awalnya saya hendak datang bersama orang tua saya, namun sudah sebulan terakhir ini Zahra selalu menolak panggilan saya, bahkan pesan saya tak pernah dibalas, hanya dibaca saja. Apakah Zahra menolak niat baik saya?" Akmal merasa ada yang janggal dengan kunjungan nya saat ini. Dia melihat Ummi yang semakin terisak. Namun disisi lain, Dia melihat Kiyai Umar yang masih tampak tenang. "Ada apa ini sebenarnya?" Akmal membatin. "Awalnya... Abi ingin bertanya pada mu tentang Zahra. Tapi setelah mendengar penuturan mu, sepertinya kau pun tak tau dengan apa yang terjadi pada Zahra." Ucap Kiyai Umar masih dalam gestur tubuh yang bersahaja. "Memangnya apa yang terjadi pada Zahra Abi?" Tanya Akmal khawatir. "Hari ini Zahra pergi dari rumah dan hanya meninggalkan sepucuk surat ini..." Ucap Kiyai Umar sambil memberikan secarik kertas bertinta hitam yang diukir putri bungsu nya. Akmal pun membaca isi surat tersebut. "Apakah Zahra sedang ada masalah Abi?" Tanya Akmal penasaran. "Sepertinya begitu... Namun dia memilih untuk memendamnya sendirian. Entah apa masalahnya... Mungkin sangat berat hingga dia pergi meninggalkan rumah... Sebelumnya Zahra tak pernah seperti ini." Ucap Kiyai Umar tak bisa menutupi kesedihannya. "Ya Allah... Zahra... Dia pergi kemana kira-kira Abi? Ummi?" Tanya Akmal penasaran. "Entahlah... Zahra adalah perempuan rumahan yang tak mudah bergaul... Dia hanya menghabiskan waktu nya di rumah dengan banyak hal jika tak ada panggilan dakwah." Ucap Kiyai Umar murung. Sedangkan Ummi Khulsum semakin menangis tersedu. "Sudah sebulan ini Zahra sering sakit, imunitasnya menurun, dan tampak lebih kurus. Namun saat Ummi bertanya... Dia hanya tersenyum dan bilang." Ummi Khulsum kembali menangis saat mengingat ucapan putrinya. "Setiap orang pasti punya masalah, Zahra sedang belajar untuk menyelesaikan masalah Zahra. Percayalah jika Zahra sudah menemukan jalan buntu, Zahra akan terbuka pada Ummi untuk membantu Zahra menyelesaikan masalah Zahra. Bukankah Ummi pernah bilang? Allah tak akan memberi cobaan yang melebihi kemampuan hambanya.. Ketika masalah terasa berat, maka kembalikanlah kepada Sang Pemiliknya, pasrahkan pada Allah, maka Allah yang akan memberikan jalan keluarnya. Zahra akan selalu mengingat pesan Ummi." "Ya Allah... Zahra... Jika dia memang memiliki masalah yang berat mengapa harus menghindari ku? Abi... Ummi... Percayalah apa pun yang terjadi pada Zahra... Aku selalu menerimanya. Segala kekurangan dan kelebihannya." Akmal menangis setelah mendengar penuturan Zahra pada Umminya. Zahra bukan hanya wanita yang menjaga kehormatannya. Dia juga sosok wanita yang berkharisma. Wanita yang sholehah. Yang memiliki hati lembut namun tetap tegar. Hal ini membuat seorang Pria kota yang jatuh cinta padanya. Semakin mencintai sosok Zahra. Akmal semakin takut kehilangan Zahra. Apalagi setelah mengetahui gadis nya pergi entah kemana. Bidadari surga nya pergi, bahkan sebelum diraih...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD