1.perjodohan

1210 Words
"Jadi bagaimana?" Pertanyaan lelaki paruh baya itu, sukses membuat seorang Naziha mampu mengeluarkan keringat dingin. Padahal gadis dengan nama lengkap Naziha Roziqotun Nada itu yakin kalau orang tersebut tidak tengah menginterogasinya. "Saya akan melakukan permintaan ayah untuk menikah. Tapi saya ingin lanjut kuliah dan meraih karir saya setelahnya, Om!" Dan kalimat itu akhirnya keluar juga dari mulut manisnya seorang Ziha. Lalu setelah melihat wajah kedua orang tuanya, ia kembali menunduk dan berkutat sendiri dengan pikirannya. "Hmm ..." Laki laki paruh baya itu seperti sedang menimba nimba perkataanya. Dalam hatinya, Ziha berharap tak ada yang salah dengan Ucapannya barusan. "Baiklah, apa hanya itu?" Lanjutnya membuat Ziha sedikit bernafas lega dibuatnya. Dengan malu Ziha mengangguk. Memperlihatkan senyum yang agak terlihat dipaksakan tapi diikhlaskan. Entahlah. Ya. Disinilah Dirinya berada, Naziha di ruang tamu keluarganya. Bersama ayah, bunda, Rangga dan ke tiga anggota keluarga Lazuardi. Keluarga Lazuardi tengah mengkhitbahnya untuk anak tunggalnya yang bernama Alfian. Dan senyuman malu tapi mau itu tampak jelas di wajah seorang Ziha. Seorang Mahasiswi di salah satu universitas Jakarta jurusan Fkip IPA Gadis lebih suka mengaji dari pada pergi clubing seperti anak-anak jaman now ini. Lebih suka baca Al-Qur'an dari pada baca koran yang isinya tentang berita-berita yang baginya isinya gak ada yang membuatnya tertarik sama sekali. Dia Ziha gadis berhijab yang lebih suka latihan silat dari pada jalan-jalan di Mall lihatin cowok-cowok kece seperti halnya anak muda lainya. Karena menurutnya, di tempat silat lebih banyak coganya. Dan yang terakhir, dia lebih suka pegang alat musik dari pada alat dapur. Ya, meskipun Rangga kakaknya yang laki-laki itu malah lebih menyukai alat dapur daripada alat musik sepertinya. ________________ Akan terasa aneh memang, Naziha bukan anak kuper dan kolot, tapi dengan yakin menerima lamaran seorang yang tak ia kenal sebelumnya. Tapi buat Naziha, Jangan kalian pikir dia segitu jeleknya hingga mau menerima perjodohan tanpa paksaan. Dia memang gak di paksa kok. Karena sebelum hari ini terjadi, ia pun sudah ikhlas dan yakin sama pilihan orang tuanya. Senyuman itu tak luntur dari bibir Ziha. Apalagi setelah melihat wajah calon suaminya yang masuk dalam kategori tampan. Oh bukan, tapi sangat tampan. Wah, itu mah rezekinya anak solehah seperti Ziha. Ok fix, Ziha sudah masuk dalam kategori orang dalam tahap gejala gila karena senyum senyum sendiri. Entah apa yang ada di otaknya kini. Dan seolah sadar dengan kelakuannya, Ziha memperbaiki duduknya dan memasang wajah datar. Dan juga baru Ziha sadari kalau wajah datar itu juga terpasang di wajah calon suaminya dari tadi. "Eh cantik kok melamun?" Tanya wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Alfian itu, mampu membuat Ziha yang tadinya berasumsi yang tidak tidak, kini kembali memasang senyum ramahnya. "Kalo hanya itu yang kamu minta, itu sih ibu setuju aja. Lagian perempuan memang harus berpendidikan. Asal jangan lupa ngurus suami. Kalo ada yang lain bilang aja ya sayang?" Lanjut wanita berhijab syar'i itu tersenyum hangat. Ziha tampak menggeleng pelan. Sambil menangkap ketulusan wajah calon mertuanya ini. "Alhamdulillah sepertinya dia baik." Batin Ziha tersenyum lega. Mereka memang sedang membicarakan perjodohan antara Ziha dan Alfian. Dan ya, itulah salah satu permintaan Ziha sebelum menikah. Meskipun cewek berhijab, Ziha gak secupu itu lah ya. Umurnya masih 19 tahun dan apa dia harus berkutat di dapur saja? No no no. Buat apa sekolah 1 tahun di London sebagai murid pertukaran pelajar? Dan kini ia juga mendapat bea siswa kuliah di universitas favorit. Bukanya sombong, Ziha memang mengakui sendiri dengan kecerdasan akademiknya. Dan yang membuatnya percaya diri adalah, wajah cantiknya yang sebenernya sudah banyak menggaet para cowok-cowok muda lainya. Tentu saja Ziha tak akan lupa kalau beberapa temanya banyak yang menembaknya untuk di jadikan pacar. Dan tentu saja ia menolak. Emmm, sebenernya gak nolak juga sih. Cuma Ziha hanya bilang kalo, "Aku gak mau pacaran kalo serius ya dateng ke orang tua aku buat ngelamar." Sepertinya itu bukan pernyataan yang sadis sih. Cuma mereka semua aja yang cemen. Dan mundur dengan sendirinya. "Alhamdulilah kalo Naziha setuju. Sekarang gimana pak Thedjo? Boleh kami menikahkan mereka minggu depan?" What? Tentu saja Ziha terkejut dengan keputusan itu. Demi jilbab di kepalanya itu, mana bisa begitu? "Kami terserah Ziha saja." Dan Ziha ingin sekali protes pada ayahnya yang malah semakin memojokkan anaknya yang sedari tadi sudah tegang menahan nafas. "Apa gak terlalu cepet?" Ziha sontak menoleh ke asal suara yang di anggapnya seksi abis itu. Itu si Alfian tiba tiba angkat bicara setelah dari tadi hanya diam saja. "Lagian kenapa kalo cepet cepet? Ah jangan jangan dia terpaksa ya? Iya kali ya? Dari tadi diem mulu." Batin Ziha galau dan seketika membuat moodnya hancur. seolah mendapatkan kue cucur rasa coklat yang tampak enak eh ternyata gosong. Kasian, kasian. Naziha mulai berfikir yang tidak tidak. Tidak semua orang kan mau dijodohin. Mungkin si do'i gak suka sama dia kali ya?. Dan ah jangan bilang dia ill feel sama cewek berhijab? Ah masa ia mamanya aja pake hijab kok. Semua asumsi berputar di kepalanya. Antara pasti dan tidak pasti yang berujung keraguan yang bertemu kegalauan. Ah. "Lebih cepat lebih baik. Gak baik menunda sunah Rasul terlalu lama," Kata papanya si Al yang diangguki oleh semua para orang tua termasuk Rangga. "Besok kalian bisa ketemuan biar saling mengenal." Lanjutnya. Hening. Semua diam. Hanya perbincangan yang gak jelas. Ziha benar-benar kehilangan moodnya. Ya kali dia akan menikah sama cowok macem gini. Ziha pikir ayahnya bakalan menjodohkan dirinya dengan cowok macam pak ustadz. Secara ayah dan bundanya orang beragama gitu. ♡♡♡ "Muka dia jelek banget bun." Geutu Ziha sepeninggal keluarga Lazuardi. "Hush!!.. kamu ini, orang ganteng gitu kok" jawab bunda mengangkat tangannya tak setuju dengan apa yang diungkapkan putrinya itu. "Tapi serem bun. Lihat gak sih dingin gitu dah kayak beruang kutub." Celetuk Ziha asal sambil bersendekap sebal. "Ngawur kamu," Cecar si Tuan rumah menambahi "Ayah gak pernah ajarin kamu ngomong gak sopan gitu ya" lanjutnya lagi. "Beruang kutub itu imut kali Zie, bukanya kamu yang sering koleksi boneka beruang?" Sindir bang Rangga yang berhasil membuat adiknya itu melempar bantal sofa ke mukanya. "Eh beneran deh bun, bunda gak lihat apa? raut mukanya kayak gak seneng banget gitu. Do'i di paksa kali bun." Tutur Ziha waktu mengingat wajah lelaki yang katanya akan menjadi calon imamnya itu. "Udah ah jangan su'udzon dulu. Besok kalian kan ketemu, bicara baik baik ya Zie, bunda gak mau kamu ngomong ceplas ceplos. Inget tuh jilbab di kepala. Masa iya wanita berhijab ngomongnya pecicilan!" Ucapan bunda sukses membuat Ziha merasa tersindir. Yang benar saja, dia anaknya sendiri lho, masa iya di bilang pecicilan. Ziha kan alim banget. Gak pernah lupa sholat lima waktu. Pinter pula. "Udah sana tidur, besok kencan." Kata Rangga nyolot yang sukses membuat decakan sebal dari mulut Ziha. "Au ah gelap." Sahut Ziha dan berlalu menuju kamar. "Awas lo bang ntar gue bilangin mbak Dira kalo abang lagi ngechat-an sama kasir baru." Ucap Ziha menebar tawa dengan ancaman yang berhasil membuat Rangga mendapat pelototan dari sang ibu. Yupz Rangga emang udah punya calon. Bukan dijodohin sih. Cuma nikahnya nunggu si do'i khatam qur'an dulu. Calon hafidzah, entah kenapa mau aja ama Rangga yang menurut Ziha abangnya ini agak menyebalkan. mungkin, selain tampan dan suamiable banget, Rangga adalah seorang koki profesional. alim banget lagi. Tapi buat Ziha abangnya itu tetap aja menyebalkan karena hobinya selalu usil padanya. Tapi kini, biarkan Ziha yang berkutat dengan pikirannya. Memandang nasibnya antara hancur atau mujur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD