Makan malam yang biasa, seharusnya biasa bagi Dave yang termasuk mapan dan kaya raya.
Bukan tidak biasa jika menunya hanya roti bakar dan sostel (sosis telur goreng di campur nugget) buatan Aini, tapi entah kenapa Dave sangat senang memakannya.
"Kulihat dari makan tadi, kamu selalu tersenyum bagai orang gila," ucap Aini spontan melirik sekilas Dave, lalu melanjutkan mencuci piring bekas makan malam mereka. “Aku takut jadinya jika tinggal di sini,” katanya lagi.
Dave yang bingung menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa?" tanyanya.
"Ya takut saja," ucapnya singkat.
“Ya harus ada alasannya, dong!”
“Ya, malas aja sih. Kepo banget!”
"Hem, ya sudah deh. Kalau mau tidur duluan, silakan ya. Jangan tunggu aku," kata Dave. Aini hanya mengangguk mengiyakan. “Jika perlu, aku ada di kamar sebelah sana, ruang kerjaku," imbuhnya.
“Iya.”
Sesaat setelah Dave berlalu dari sana, Aini menghela napas panjang, memikirkan nasibnya, apa yang akan terjadi besok dan bagaimana jika ayahnya tidak pernah mau percaya padanya? Begitu batinnya. Sampai tidak terasa bahwa ponselnya bergetar beberapa kali. Kemudian dia mengerjap.
Sexy girl grup
Salsa : “Lo di mana?”
Salsa : “Lo ga di rumah?”
Lia : “Siapa sih maksud lo?”
Salsa : “Lo berdua nyet!”
Lia : “Sopan lo sama gue dek!”
Aini see chat grup and reading.
Salsa : “Ya elah. Sorry guysss”
Salsa : “Eh, btw Aini mana yak?”
Lia : “Tau tuh, baca doang, kaga bales diaaa. Bdmd kali”
Salsa : “Apaan bdmd?”
Lia : “Ya elah Sa, badmood. Apaan sih katrok banget lu!”
Salsa : “k*****t bener lu! Gua dikatain katrok. Lu tuh norak, patah hati ngilang dua hari kaga tau kemane”
Aini typing....
Salsa : “Ni, apaan dah si Aini typing mulu”
Lia : “Gue males bahas itu, eh tapi gue ada berita bagus sih yaaa. Mau pada dengar ga lo pada?”
Salsa : “Apaan?”
Aini : “Apaan?”
Lia : “Kompak bener nih bedua”
Lia : “Besok deh, gue kabarin sambil nongki bareng.”
Aini : “Siang aja. Tapi bentar ya, soalnya aku ada kerjaan ke kantor tempat magang.”
Salsa : “Boleh deh”
Lia : “Oke jumpa besok.”
Ending the chat grup
***
Aini ketiduran di meja makan setelah membereskan segala peralatan tadi sampai tidak tahu bahwa ponselnya bergetar beberapa kali.
0821×××××××× is calling.
Dave yang menuju dapur ingin mengambil minum karena haus pun penasaran. Awalnya dia hanya melihat, tetapi karena tidak melihat namanya akhirnya dia berlalu meneruskan mengambil minumnya.
Tapi yang terjadi adalah nomor itu terus menghubungi Aini, nomor tidak bernama yang Dave rasa baru saja menelpon Aini. Pastinya dia juga tidak tau walaupun dia bangun, begitu pikirnya tadi. Namun, lama kelamaan karena merasa berisik dan takut Aini terganggu akhirnya dia mengangkatnya.
"Halo," sapa Dave
"Halo, ini Aini?" tanya orang dari seberang sana.
"Ya," jawab Dave.
"Kenapa suara lelaki?" tanya orang itu lagi, mungkin terkejut sebab Dave yang mengangkat teleponnya.
“Kekasih saya sedang tidur,” jawab Dave singkat, tidak ingin bertele-tele, lalu memutuskan panggilan.
Yang Dave tidak tahu bahwa orang di seberang sana tersenyum simpul. Seperti ingin menertawakan sesuatu namun tidak jadi. Tunggu besok pikirnya.
Baru saja Dave ingin beranjak, kembali nomor tak dikenal dengan tidak bernama menelpon Aini.
0831××××××× is calling.
Ragu Dave kembali mengangkat ponsel itu.
“Halo!" sapa orang di seberang sana begitu Dave menganggkat panggilannya.
"Halo, Aini. Ini Leo, kamu di mana? Aku datang ke rumahmu, tapi kata Om, kamu tidak di rumah," kata orang itu yang tak lain adalah Leo.
"Aini sudah tidur!" jawab Dave ketus lalu mematikan panggilan itu secara sepihak.
Lalu Dave kembali mengantongi ponsel Aini ke saku celananya dan Dave menggendong Aini menuju ranjang di kamar sebelah kamarnya. Dia merasa harus membantu Aini karena takut tidurnya tidak nyenyak hanya beralaskan tangan di atas meja.
Setelah membaringkan Aini di atas ranjang, dia mengambil ponsel Aini di saku dan memberi nama Leo di ponsel Aini serta memblokir nomor itu dan menyimpan nomor Leo juga di ponselnya. Serta memberi nama 'tanda tanya' pada nomor tidak dikenal yang pertama menelpon Aini. Anehnya dia tidak menyimpan itu di ponselnya. Dan tidak memiliki firasat apa pun. Entahlah, dia sendiri bingung kenapa ingin melakukan itu kepada Aini.
Sedangkan orang di seberang sana yang tak lain adalah Leo menggeram kesal. Sangat kesal.
"Kenapa mereka bisa bersama?" ucapnya kesal. "Jelas-jelas mereka baru bertemu."
"Kau bodoh!" ucap suara itu tiba-tiba datang dari belakangnya.
"Kamu? Untuk apa ke sini? Dan dari mana kau tahu?" tanyanya menunjuk perempuan itu.
"Aku? Hah, jangan panggil aku Si Licik bila tidak tahu di mana tempat persembunyianmu, Sepupu," ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
"k*****t!" ucap Leo semakin geram.
Wanita itu memandang sinis Leo dan duduk di single sofa.
"Ayo bekerja sama," tawarnya.
"A-apa?"
“Bekerja sama denganku, Leo. Aku rasa kau tidak bodoh dan belum tuli untuk ukuran orang yang masih muda,” ucap Marsha. Ya orang itu adalah Marsha yang memergoki Leo sendang frustasi.
"Bagaimana caranya?" tanya Leo.
"Kita jebak mereka," ucapnya.
“Jebak?"
“Ya. Kita pancing mereka keluar. Kau dengan Aini, aku dengan Dave. Aini kita buat di bawah dan kau datang menolong. Dan buat pandangannya terhadap Dave berubah lalu kau datang, dan semuanya dimulai,” jelas Marsha.
“Tapi semua terserah padamu. Aku hanya ingin membantu sedikit saja. Aku menginginkan Dave-ku kembali," ucapnya, "hanya Dave, tanpa siapa pun yang bisa dan mencoba menghalangi akan berhadapan denganku. Hanya karena Ainimu adalah milikmu makanya aku tidak ingin menyenggolnya, bagaimana?” ulang Marsha dengan pandangan intens ke arah Leo, mencoba meyakinkan bahwa dia adalah partner yang bagus walau tidak ada yang tahu bagaimana cara Marsha bekerja.
Tidak seorang pun tahu karena Marsha adalah seorang yang maniak. Dia hanya beruntung karena ayahnya orang yang kuat. Dia adalah sepupu tiri Leo. Tidak ada yang tahu bahkan Leo pun baru mengenal Marsha semenjak dia menginjak bangku SMA. Entahlah, Leo pun tidak mau tahu karena selama ini keluarga dari ibunya termasuk tertutup dan susah untuk dihubungi dalam arti mereka seperti anti dengan dunia luar. Padahal mereka juga pengusaha dan sering tertangkap media. Hanya saja keluarga ibunya bisa menghindari itu dan menutupi semua yang terjadi.
Bukan karena Leo berprasangka buruk, tetapi itulah yang terjadi. Ibunya hanya seorang perempuan di antara kedua pamannya yang merupakan lelaki. Entah bagaimana caranya Marsha jadi sepupu tirinya sedangkan pamannya yang menjadi Ayah Marsha adalah Anak pertama di keluarga ibunya. Dia tidak mau tahu. Yang jelas sekarang menjadi tujuan utamanya adalah Aini. Sambil menyeringai sinis, dia menganggukkan kepalanya kepada Marsha.
Marsha yang melihat pun tersenyum puas. “Masuk dan kena kau,” batinnya.
***