Part 2

1242 Words
"Rara kerja dulu, bu. Ibu langsung istirahat saja ya?" Aurora menunduk, mencium lembut pipi tirus wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya dengan susah payah. Sang ibu tersenyum sendu. "Andai saja ibu tidak lumpuh, pasti kau tidak akan kesusahan begini, Ra. Kau tidak perlu bekerja keras setiap harinya untuk biaya hidup kita dan biaya sekolah adikmu. Maafkan ibu yang hanya bisa merepotkanmu." Aurora memeluk sang ibu erat. "Ibu jangan sedih. Rara tidak merasa direpotkan sama sekali kok." "Ta--" "Tidak ada tapi-tapian, bu. Sekarang ibu tidur ya." Gadis cantik itu mendorong kursi roda sang ibu ke kamar. Membantu ibunya tidur di kasur dan baru lah keluar dari rumah. Di perjalanan, Aurora membuka kunciran rambutnya. Jaket kebesarannya pun ia buka hingga tampak lah tubuhnya yang hanya dibalut pakaian seksi. Dengan terus berjalan, ia memoles make up ke wajahnya. Terakhir, memberi lipstik semerah darah ke bibir tipisnya. Sampai lah dia di depan sebuah kontrakan. Tanpa basa-basi, ia langsung mengetuk pintu kontrakan tersebut. Muncul lah teman kerjanya yang juga sudah siap dengan pakaian tak kalah terbuka. "Sudah siap rupanya. Tunggu sebentar, aku mengambil high heels dulu." Ze Ze, nama temannya itu. "Oke, sekalian bawa tasku ke dalam ya." Tas lusuhnya di ambil oleh Ze Ze. Aurora menyandarkan punggungnya ke dinding sembari menunggu temannya selesai. Matanya terpejam ketika merasakan aura dingin yang terasa menusuk sampai ke tulang. Pikirannya kembali melayang ke beberapa jam yang lalu ... --- "Aurora, aku sudah mencintaimu sejak pertama kali kau bekerja di sini. Mau kah kau menjadi kekasihku? Kalau kau mau menjadi kekasihku, maka aku akan menaikkan jabatanmu sedangkan jika kau tidak mau menjadi kekasihku, kau akan ku pecat." Bibir tipis Aurora membentuk senyuman miring mendengar ucapan bossnya itu. Ditatapnya wajah boss yang sudah mulai menua itu dengan tatapan mengejek. Bayangkan, bossnya sudah berusia 48 tahun. Tetapi tetap berani menyatakan perasaan padanya yang baru berusia 20 tahun. "Bagaimana dengan istri dan anakmu?" Mengira Aurora mau menerima, boss yang bernama Feng itu tersenyum manis. "Kau tidak perlu khawatir dengan istri dan anakku, Ra. Mereka tidak akan tahu dengan hubungan kita." "Haha, jangan salah paham, pak. Aku bertanya bukan karena menerimamu sebagai kekasihku. Yang benar saja, seorang gadis muda sepertiku menerima pria tua yang sudah punya istri dan anak. Kau bercanda denganku ya, pak?" Tanya Aurora kalem. Wajah Feng memerah karena amarah dan kesal. "Aku tidak akan segan-segan menghancurkan hidupmu karena telah lancang padaku!!" ancamnya. "Oh ya? Bagaimana caranya?" tanya Aurora pura-pura terkejut. "Aku akan membuatmu tidak di terima bekerja dimana pun. Aku tahu, keluargamu sedang membutuhkan biaya yang banyak. Mau tidak mau, akhirnya kau terpaksa menerima tawaranku." seringai Feng. "Mimpi saja kau, pak tua. Aku tidak akan sudi menerima pria tua dan jelek sepertimu." Gadis itu melenggang pergi, meninggalkan Feng yang dilanda amarah. Pria itu segera menelpon rekan bisnisnya dan membuat nama Putri Aurora ter-blacklist dari semua perusahaan. Dan Aurora masih bisa mendengar percakapan Feng dengan sangat jelas karena dia belum sepenuhnya keluar dari ruang kerja pria itu. Aurora mempercepat langkahnya, terdengar begitu menggema di kantor yang sepi. Sekarang dia tidak akan diterima bekerja di perusahaan mana pun karena ulah si boss tua itu. Susah memang kalau menjadi orang cantik. Tangannya menjambak rambut coklatnya frustasi. Saat ini, dia memang sedang sangat membutuhkan uang. Bayaran uang sekolah adiknya akan segera tiba beberapa hari lagi, uangnya pun hanya tersisa sedikit karena habis digunakan untuk membayar perawatan ibunya yang terkena penyakit demam berdarah beberapa hari yang lalu, dan bahan makanan di rumah pun hanya tersisa sedikit. Matanya tiba-tiba terbuka lebar kala teringat dengan tawaran seseorang kepadanya beberapa minggu yang lalu. Dengan cepat, ia menghubungi orang tersebut. "Ze, aku mau melakukan pekerjaan itu. Ku harap nanti malam kau membawaku ke sana." ---- "Ayo, Ra!" Gadis cantik itu tersentak mendengar suara Ze Ze. "Kenapa melamun? Kau ragu untuk melakukan pekerjaan itu?" tanya Ze Ze tepat sasaran. "Bukan itu. Aku hanya sedang memikirkan nasib sekolah adikku." elaknya. "Tenang lah. Jika kau langsung mendapatkan pria malam ini, sekolah adikmu akan terselamatkan." "Ya. Semoga saja begitu." "Aku yakin nanti ada yang tertarik denganmu. Kau sangat cantik, Ra." Aurora mengendikkan bahunya tak acuh. "Tapi aku ingin mangsaku pria yang tampan dan masih muda. Kalau tua seperti boss sialan itu, aku tidak mau.” "Itu mudah. Kau tinggal memilih sendiri nantinya. Pria di sana banyak, sayangku." kekeh Ze Ze. Kedua gadis cantik itu memasuki mobil. Kendaraan tersebut melaju dengan sangat kencang. Tidak ada di antara mereka yang berniat membuka suara hingga mobil berhenti di tempat tujuan. Keduanya turun dari mobil dan masuk ke dalam club malam. Dentuman musik yang keras dan bau alkohol langsung menyambut mereka. Orang-orang menari dan ada juga yang saling b******u. "Aku pergi dulu, Ra." Belum sempat Aurora menyahut, Ze Ze sudah pergi dan mendekati seorang pria tua bertubuh gemuk yang sedang dikelilingi w*************a. Gadis itu mengernyit jijik melihat temannya mulai menggoda pria gemuk tersebut. Sangat tidak berbobot pilihannya, batin Aurora. Memilih untuk cuek, dia pergi ke dekat sofa yang kosong. Duduk di sana sembari mencari pria yang tepat untuk dijadikannya mangsa. Akan tetapi, pikiran nistanya untuk menggoda pria hilang seketika. Dia tidak bisa melakukan ini. Dia tidak bisa membuat keperawanannya hilang hanya karena uang. Dia tidak mungkin menghianati prinsip hidupnya; harga diri, harga mati. Biar hidup susah asal punya harga diri yang tinggi. Ia menghempaskan punggungnya ke sofa dengan kuat. "Apa yang harus ku lakukan untuk sekarang?" desisnya. Moodnya yang buruk semakin memburuk ketika seorang pria duduk di sampingnya. "Kenapa sendirian, cantik? Butuh kehangatan untuk malam ini?" Gadis itu menoleh ke pria itu dengan pipi yang mengembung kesal. Sekarang dia punya rencana untuk mendapatkan uang tanpa harus mengorbankan harga dirinya. "Aku tidak butuh kehangatan, yang ku butuhkan itu pekerjaan." Dengan sengaja ia memasang wajah paling memelasnya. "Apa kau bisa membantuku untuk mendapatkan pekerjaan?" Mengedip imut agar p****************g di sampingnya luluh. "Aku punya pekerjaan untukmu dengan gaji yang sangat fantastis." seringai pria tersebut. Aurora berdecih di dalam hati karena sudah tahu jenis pekerjaan apa yang pria itu maksud. "Asal tidak menjadi penghangat ranjangmu, aku mau-mau saja." "Pikiranmu terlalu kotor, gadis cantik." Aurora mengernyit heran mendengar kekehan pria tersebut. "Lalu, pekerjaan apa yang kau maksud?" "Menjadi baby sister untuk anakku." "Hah?" Aurora melongo tidak percaya. "Menjadi baby sister anakku. Asal kau memperlakukan anakku dengan baik, maka aku akan memberikanmu gaji yang sangat tinggi. Sungguh, aku sangat stress belakangan ini. Semua baby sister yang bertugas selalu saja menjahati anakku." Malah curhat nih orang, batin Aurora. "Kenapa tidak kau atau istrimu sendiri yang menjaga anakmu? Bukan kah itu lebih aman?" "Istriku meninggal setelah melahirkan anakku. Dan aku tidak bisa menjaga anakku karena pekerjaan yang begitu menuntutku." "Hm, kenapa kau ingin aku menjadi baby sister anakmu? Maksudku, bukan kah kita baru kenal?" "Entah lah, aku hanya merasa kau orang yang tepat untuk menjaga anakku." Aurora tersenyum manis. Sepertinya, pria di sampingnya tidak seburuk dalam pikirannya. "Kau mau 'kan menjadi baby sister anakku?" "Ya. Aku mau tapi jangan melakukan hal aneh padaku." kecamnya tanpa segan. Pria itu tertawa geli. "Maafkan kesan pertama yang ku berikan padamu. Tadi itu aku hanya ingin mengujimu." Aurora mengangguk singkat. "Namaku Jason Andreas. Dan siapa namamu?" "Putri Aurora." Mata pria itu tampak menatapnya tidak percaya, sebelum tatapan itu kembali normal. Aurora sempat heran, tapi dia berusaha mengabaikan tingkah pria itu. "Besok datang lah ke rumahku. Ini alamat rumahku." Pria itu bangkit dari duduknya, meninggalkan Aurora yang mengamati kertas putih bertuliskan alamat pria tersebut. "Awas saja kalau dia macam-macam denganku nantinya, akan ku congkel bola mata indahnya itu." kekehnya dan meremas kertas tersebut. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD