Part 3

1141 Words
Lana dan Goumin keluar dari mobil mewah mereka. Bugatti Chiron, mobil termahal di dunia yang memiliki kecepatan 420 km/h. Semua perhatian tertuju pada mereka dengan tatapan kagum. Lana terlihat berkelas dengan pakaian dan perhiasan mewahnya, serta make up yang membuat penampilannya semakin sempurna. Perhiasan yang melekat pada tubuhnya mampu membuat kaum hawa berdecak iri. Bukannya risih di perhatikan oleh para tamu, Lana malah tersenyum manis dan berbisik pada Goumin yang berdiri dengan wajah datar di sampingnya. "Lihat lah, Gu. Mereka semua terpesona dengan penampilan mom malam ini. Tidak sia-sia mom berdandan selama 4 jam sebelum pergi ke sini." Goumin menghela nafas. Mommynya ini memang sangat suka menjadi pusat perhatian orang-orang meski sudah tua. Dan lagi, ia sebenarnya tidak ingin ikut ke pesta ini karena mommynya sudah pasti akan menjodoh-jodohkannya lagi dengan rekan bisnis atau pun membangga-banggakan dirinya. Akan tetapi sang mommy tetap memaksanya ikut karena tidak ingin pergi sendirian. "Mom mau menghampiri sahabat mom dulu, kau juga hampiri lah Jason. Sahabat masa kecilmu itu." Goumin berdecih kesal mendengar ucapan Lana. Sampai kapan pun, dia tidak akan pernah menganggap orang itu sahabat. Mana ada sahabat yang tidak suka melihat keberhasilan sahabatnya? Pria berjas hitam itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam 8 malam. Harusnya di jam sekarang dia sedang mengerjakan berkas yang menumpuk. Ah, dia memang segila itu dalam bekerja karena dengan bekerja adalah caranya melarikan diri dari semua masalah dalam hidupnya. Aneh memang, jika pria lain pasti memilih rokok atau club bukan malah bekerja. "Goumin?" Suara seorang perempuan terdengar mengalun lembut di pendengaran Goumin. Pria itu menoleh ke samping dengan wajah datarnya untuk melihat siapa yang memanggilnya. "Kau benar-benar Goumin, bukan?" Pria itu mengangguk dengan cueknya tanpa berniat bertanya siapa wanita di sampingnya. "Kau sama sekali tidak berubah, Gu. Kau tetap lah tampan." Goumin sama sekali tidak merasa bangga atas pujian yang diberikan perempuan tidak dikenalinya itu. Kecuekan Goumin berakhir kala perempuan bergaun merah tersebut memeluknya erat. Tanpa kasihan, Goumin mendorongnya kuat hingga perempuan itu hampir terjatuh jika saja tidak bisa menyeimbangkan diri dengan cepat. "Jangan memelukku sembarangan!!" desis Goumin dingin. Perempuan itu cemberut dan kembali mendekati Goumin tanpa malu. Padahal mereka sudah berhasil mencuri perhatian para tamu. "Kenapa kau selalu jahat denganku, Gu?" Goumin teringat akan sesuatu. Perempuan bergaun merah di sampingnya adalah Lisa. Perempuan yang mengejar-ngejarnya sejak SMA sampai masuk Universitas. Perempuan yang membuat semuanya kacau. "Apa yang harus kulakukan supaya kau mencintaiku, Gu?" tanya Lisa kesal. "Kau tidak perlu melakukan apa-apa karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah mencintaimu." jawab Goumin tanpa segan. "Tapi kenapa?? Apa kau ingin bilang sudah punya tambatan hati? Jangan bercanda, Gu! Sampai sekarang aku tidak melihat orang yang kau sukai itu. Tidak perlu berbohong menyukai orang lain jika nyatanya kau sedang tidak menyukai siapa pun." "Jangan sok tahu!" "Aku bukannya sok tahu tapi selama yang ku lihat, wanita yang kau bilang kau cintai itu tidak terlihat sedikit pun batang hidungnya." "Untuk apa aku memperlihatkan pada dunia? Cukup aku saja yang tahu dia." "Apa jangan-jangan kau tidak menyukai lawan jenis?" Goumin mendengus kesal mendengar pertanyaan menyebalkan itu. Tanpa menjawab lagi, dia segera pergi ke tempat minuman berjajar. "Tidak ku sangka kau akan datang ke rumahku ini, Gu." kekeh sebuah suara. Tanpa menoleh, pria itu sudah tahu siapa yang berbicara itu. "Sebenarnya aku tidak ingin ke sini tapi mommy memaksa. Aku tidak akan sudi pergi ke sini jika tidak dipaksa." Jawabnya datar. Pria di sampingnya (Jason) tertawa kecil. Atau lebih tepatnya tertawa mencemooh. Goumin tidak peduli, dia meneguk jus jeruk untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Jason terlihat akan membuka mulut, akan tetapi tidak jadi bersuara karena suara anaknya menyela dengan nada suara yang terdengar ceria. "Ayah!!" Jason melihat anak perempuannya berlari kecil menghampirinya. "Bella? Kenapa ke sini, sayang?" Dia berjongkok untuk menyajajarkan tingginya dengan sang anak. "Bella pengen ke sini, yah." Jason tersenyum, kemudian mengelus lembut puncak kepala putrid kecilnya tersebut. "Kangen ayah, hm?" Bella mengangguk semangat. "Ibu tahu kalau Bella ke sini?" Malas melihat drama ayah dan anak itu, Goumin membuang tatapannya ke arah lain. Teman masa sekolahnya tiba-tiba saja menghampirinya dan membawanya bernostalgia. *** Baru saja keluar dari kamar mandi, Bella sudah menghilang dari dalam kamar. Aurora keluar dari kamar dengan wajah yang terlihat panik. Dia tidak ingin Bella kenapa-napa. Dia memanggil-manggil nama Bella cukup keras. Akan tetapi, tidak ada sahutan. "Apa mungkin dia ke lantai bawah??" Bergegas dia pergi ke arah tangga. Dan benar saja, dia dapat melihat gadis kecil itu menuruni tangga dan berlari kecil ke arah Jason. Aurora mengigit bibir bawahnya ragu. Di bawah sana, semua orang terlihat elegan sementara dirinya ... Memakai hoodie, hotpants, sandal bulu, dan rambut di kepang dua. Jika pergi ke lantai bawah, maka dapat di pastikan dia akan menjadi pusat perhatian. Tapi, jika tidak ke bawah, maka Jason bisa menganggapnya tidak becus menjaga Bella. Ia membuang nafas kasar dan memantapkan hati untuk turun ke lantai bawah. Lagipula dia hanya perlu memasang wajah datar dan berjalan secepat mungkin ke arah Bella dan Jason tanpa memedulikan orang lain. Benar saja dugaannya, perhatian para tamu tertuju padanya ketika dia berada di lima tangga terakhir. Aurora hanya menatap lurus ke depan dan mempercepat langkahnya. Segera pergi di tempat Jason berada. "Kebetulan kau sudah di sini, Ra. Bawa kembali ya Bella ke atas?" Aurora mengangguk. Tiba-tiba tubuhnya limbung ke samping karena tak sengaja di tabrak oleh seseorang. Akibatnya, dia menambrak lengan kekar seseorang. Ia meringis sebelum kembali berdiri seperti semula. "Maafkan Aurora, Gu. Dia tidak sengaja." Bukannya Aurora yang meminta maaf tapi malah Jason yang mengucapkan kata itu. Goumin hanya berdehem tak peduli dengan permintaan maaf Jason. Tak mau memperburuk suasana, Aurora meraih Bella dan membawa ke dalam gendongannya. "Kami ke atas dulu, Jason." pamitnya dan segera pergi dengan langkah besar. Sementara itu, Goumin yang tadinya sibuk berbincang dengan temannya tiba-tiba terdiam. Dia merasa familiar dengan suara itu ... Seperti suara ... Ia segera menoleh ke sampingnya tapi hanya ada Jason. Apa aku salah dengar? Batinnya berbisik. "Ayo bersulang!!" Suara temannya itu menyadarkan dari lamunan, dia tersenyum datar, dan mengangkat gelasnya. Goumin hampir tersedak ketika Lisa tiba-tiba nongol di depannya. "Boleh gabung?" tanya perempuan itu dengan manisnya. "Boleh." "Terimakasih, Haoran." "Oh ya, kau Lisa 'kan?" "Iya." "Kau tidak berubah banyak, Lis. Kau tetap cantik seperti waktu SMA dulu, bahkan sekarang kau terlihat sangat cantik dan dewasa." Lisa tersenyum manis. "Terimakasih. Dan kau pun juga terlihat imut seperti dulu." Haoran terkekeh seraya mengusap tengkuknya canggung. Pria itu menyukai Lisa sejak dulu. "Eh, Jason. Kau di sini juga?" tanya Lisa kala menyadari keberadaan Jason. Pria itu melongos pergi begitu saja karena sampai sekarang dia masih sangat membenci Lisa. Lisa, cinta pertama dan pacar pertamanya. Dulu, dia sangat mencintai Lisa. Apa pun akan dia lakukan untuk perempuan itu. Akan tetapi, suatu malam dia melihat Lisa berpelukan dengan Goumin. Tepat di hari dia ingin melamar perempuan itu. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD