Dua

1044 Words
"Yasmin! Gue nebeng lo ya hari ini." Teriakku saat baru saja keluar dari rumah dan mendapati Yasmin yang telah siap memasuki mobilnya. "Perasaan udah 2 minggu lo nebeng mulu. Tadinya gue mau cepet-cepet biar gak ditebengin." Aku sudah memiliki firasat seperti itu pula saat terbangun dari tidurku tadi. Maklum saja Yasmin menghindariku karena memang letak kantor kami yang tidak dekat, bahkan berlawanan arah. Tapi lagi-lagi walaupun dengan mulut cerewetnya itu Yasmin tetap tak akan tega menolak permohonanku. "Yas. Gue mau cerita banyak sama lo. Ntar makan siang jemput gue terus kita makan bareng ya. Okay babe?" Yasmin masih tampak tak percaya dengan apa yang aku katakan barusan. Raut kesalnya sangat alami hari ini saat aku dengan tidak tahu dirinya langsung masuk ke mobilnya begitu saja. "Sejak kapan gue jadi sopir lo sih, Git?" Omelnya sambil duduk di kursi kemudi. "Gue ketemu cowok ganteng ganteng ganteng ganteng ganteng........ BA-NGET!" Ucapku dengan suara yang sangat bersemangat. "Tuh kan, apanya yang gak bisa move on. I can't move on, Yas." Yasmin mulai menirukan cara bicaraku. "Tapi yang satu ini beda, Yas. Nanti deh gue ceritain kronologisnya gimana ya. Sekarang kita cepet berangkat aja." . . "Jadi kan tadi malam gue lagi mau minum nih ya, tiba-tiba habis gue nutup pintu kulkas ada suara merdu gitu seakan ngasih gue pencerahan, Yas gini nih cara ngomongnya. Kamunya aja kali yang salah ngartiin kebaikan dia. Jangan pukul rata gitu." Aku yang begitu ingat nada bicara Dean pun menirukannya dengan sangat baik kali ini. "Aneh. Kok dia langsung ngomong gitu sih?" Tanya Yasmin yang masih asyik menyeruput lemon tea seraya menunggu pesanan makan siang kami tiba. "Oh kalau itu karena gue sambil ngambil minum gue ngomong sendiri tentang Faras." Jawabku santai. "Tapi ya, Yas. Lo gak bakal bisa bayangin jadi gue. Dia tuh ganteng banget dan gue baru tau kalau abang gue punya temen seganteng itu." "Emangnya segitu gantengnya ya? Jadi penasaran gue." Yasmin masih biasa-biasa saja setelah mendengar cerita ku itu. "Banget. Gantengnya tuh overdosis. Gue cuma tau kalau namanya tuh Dean. Dan lo bayangin aja gue habis itu langsung buka ** dan nulis nama Dean di sana. Dan hasilnya banyak banget gak sanggup gue ngecek satu-satu." "Kenapa gak lo liat di ** Bang Iky aja mana tau ada di followingnya." "Kan gue gak follow ** abang gue. Mana ** Bang Iky kan digembok." "Yaelah. Sodara sendiri aja gak lo follow." "Gue emang gak biasa ngefollow orang." Ucapku berdasarkan kenyataan. Aku memang sangat memegang teguh gengsiku. Jujur saja selama ini aku tidak pernah memulai sesuatu yang memang tidak seharusnya aku mulai. Contohnya saja setahu apapun aku mengenai semua akun media sosial pria-pria yang aku sukai, tidak pernah ada di kamus hidupku untuk memulai movement terlebih dahulu. Jadi wajar saja semua cinta aku itu bertepuk sebelah tangan. "Gue takut, Git. Gimana kalau nantinya lo jadi perawan tua." Yasmin saat ini tentu tengah meledekku. "Yas! Tapi yang kali ini terlalu ganteng. Usianya juga beda 6 tahun sama gue secara kan dia seumuran sama abang gue. Pastilah standar ceweknya lebih tinggi dari gue bahkan mungkin lebih lagi dari lo. Aduh gue udah berasa patah hati duluan nih." Aku sama sekali tidak menanggapi ledekan Yasmin kali ini. "Yaudah. Kalau gitu kali ini jangan kaya yang dulu-dulu lagi. Nih ya Git, cowok tuh juga perlu dikasih tanda-tanda kalau mereka tuh gak salah ngambil langkah buat pdkt. Jangan kaya selama ini, lo terlalu sok jual mahal sampe sok sok cuek gitu akhirnya malah mewek." Sindir Yasmin yang aku akui ada benarnya juga. "Susah Yas. Gue tuh lebih takut lagi kalau cowok itu tau gue suka sama dia tapi dia gak suka sama gue. Itu lebih buruk daripada yang selama ini gue alami, cowok-cowok sebelumnya kan gak ada yang tau gue suka sama mereka." "Pokoknya gue mau kali ini dengerin kata-kata gue ya, Git. Udahan deh nurutin gengsi lo. Semuanya gak bakal ada kemajuan nantinya. Tuh udah dapat target yang kata lo ganteng banget itu yah jangan disia-siain. Tapi pastiin dulu dia masih single. Jangan sampe udah jadi suami orang. Kalau umurnya sama kaya Bang Iky berarti sekarang udah 29 tahun kan." Perkataan Yasmin barusan malah membuat nyali ku semakin ciut. Tentu saja zaman sekarang di usia 29 sudah banyak lelaki yang berumah tangga. Termasuk abangku yang bulan depan akan mengakhiri masa lajangnya. Apa jangan-jangan Dean juga sudah memiliki calon istri? Ah. Bodoh. Pastinya mudah bagi Dean buat punya calon. Mungkin kalau dia ngelamar wanita yang baru dia temui, wanita itu langsung mengiyakan lamaran itu. Secara siapa yang bisa nolak pria yang nyaris sempurna. "Lah kok lo malah bengong, Git? Makanan udah datang nih. Buruan dihabisin, gue ada meeting habis ini. Kalau lo lama makannya gue tinggal nanti." Ancaman Yasmin membuatku segera mengakhiri lamunanku. . . "Gita! Kamu kemana aja?!" Teriak Via, rekan kerja yang berada di satu ruangan denganku. "Makan diluar. Kenapa?" Tanyaku bingung. "Sekarang semua pegawai di suruh kumpul di aula lantai tiga. Katanya ada acara penyambutan pewaris tunggal Kelana Corp." Jelas Via sambil mengoleskan pemerah bibir ke atas bibir mungilnya itu. "Terus apa hubungannya sama kita?" tanyaku lebih bingung. "Ya kan si Pak Herman udah mau pensiun, katanya sih mau menikmati masa tuanya. Jadi secara otomatis jabatannya digantiin sama anaknya. Dan guess what? Anaknya super duper ganteng." Pantas saja saat ini Via mulai berdandan ria. Biar kutebak siapapun pewaris tunggal perusahaan tempatku bernaung ini tidak lebih ganteng dari Dean. "Kamu gak mau rapi-rapi gitu?" tanya Via yang sekarang sudah terlihat seperti ingin pergi kondangan. "Nggak lah. Udah yuk langsung ke atas aja kalau gitu." Akupun segera menarik tangan Via karena cukup penasaran dengan calon atasan utamaku itu. . . "Sekarang mari kita sambut direktur utama Kelana Corp, Raditya Aryawijaya." Suara riuh tepuk tangan dan beberapa teriakan melengking para wanita mengiringi langkah pemilik nama yang disebutkan oleh pembawa acara ketika naik ke atas podium. Aku hanya terdiam kaku, ketika mendengar nama sekaligus melihat langsung pemilik nama itu. Radit. Kenapa dia jadi ganteng banget sekarang? Batinku. Dia adalah Radit, lelaki dari masa SMAku yang dulu berkacamata tebal dan bertubuh gemuk. Namun lihatlah sekarang dia begitu menawan. Kemana semua lemak itu? Mengapa bisa berubah menjadi otot yang bahkan tetap terlihat meski telah terbalutkan oleh jas mahal itu? Apa dia masih inget sama aku? Oh tidak! Aku harus apa sekarang? Apa aku tengah jatuh hati lagi hari ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD