Tiga

1140 Words
Gita POV [Flashback ON] "Yas, liat sepatu gue nggak?" Tanyaku yang baru saja selesai menunaikan ibadah shalat zuhur di mushalla SMA ku ini. "Perasaan tadi pas di samping gue deh." Jawab Yasmin sambil ikut mencari sepatuku. "Siapa sih yang suka nendang-nendang sepatu orang? Dasar gak bisa jalan pelan-pelan apa?" Omelku saat akhirnya menemukan sepatuku yang nyaris terpisah dari pasangannya itu. "Mau makan dikantin apa di gerobak luar, Git?" Tanya Yasmin tidak menghiraukan omelanku. "Kantin aja yuk! Gue lagi pengen mie ayam nih." Selanjutnya kamipun dengan langkah cepat karena telah diamuk para cacing di perut itupun menuju ke arah kantin. . . Tidak ada yang berbeda dari suasana kantin hari ini. Ramai. Tetap saja ramai oleh beberapa kerumunan siswa dan siswi. Adapula dari mereka yang sudah membuat beberapa gerombolan yang memilih duduk bersama hingga tertawa terbahak-bahak. Sedangkan aku memilih meja kecil yang sudah menjadi favoritku dan Yasmin. "Pak, dua porsi ya!" Teriak Yasmin ke arah Pak Parjo. "Siap Neng Yas!" Balas Pak Parjo sambil sibuk dengan beberapa mangkuk pesanan. "Gita?" Sebuah sapaan terdengar dari suara yang tidak asing lagi di telingaku. Radit. Siswa terpintar yang tidak pernah berkeliaran dari 3 besar juara umum di angkatanku ini. "Hei Radit!" Balas sapa dari Yasmin. Sedangkan aku hanya tersenyum basa-basi kepadanya. Sejak tahun awal di SMA ini, Radit adalah satu-satunya teman lelaki yang rajin sekali menanyai kabarku tepat pada pukul setengah delapan malam. Semua itu berawal ketika aku membantunya mencari kacamata tebalnya yang terjatuh saat dia tengah bermain basket di lapangan. Dan semenjak itupula aku merasa ada yang berbeda dari sikapnya itu kepadaku. Mungkikah dia baper karenaku? Ntahlah aku tidak terlalu penasaran dengan itu. "Hmm Git, besok kan udah mulai libur nih. Mau nonton bareng gak?" Tanya Radit sambil tetap berdiri di posisi yang sama. "Nonton? Boleh sih tapi Yasmin ikut ya." Ucapku yang tak enak jika kembali menolak ajakannya itu. "Aduh gue gak bisa kalau besok, gue kan bimbel." Yasmin memang tidak berbohong tapi setauku dia kan bimbelnya jam setengah lima sore. Bisa dipastikan saat ini dia tengah memberi kesempatan pada Radit untuk lebih dekat denganku. "Jadi gimana, Git?" tanya Radit kembali. "Nggak deh. Maaf ya Dit." Balasku sambil menunjukkan wajah bersalahku padanya. "Kalau jadi pacar aku, kamu mau gak?" Seketika kantin tiba-tiba saja menjadi begitu terasa hening di telingaku. Seakan memberikan fokus pada telingaku untuk mendengarkan pertanyaan terakhir dari Radit itu. "Dit. Aku gak pernah nganggap kamu lebih dari temen aku." Jawabku masih dengan wajah bersalah. "Aku gak punya kesempatan?" Tanyanya kembali. Aku melirik ke arah Yasmin yang masih betah dengan wajah melongonya setelah mendengar ajakan berpacaran dari Radit. "Temen aja ya, Dit. Aku udah suka sama yang lain." Jawabku jujur. Karena saat ini aku memang tengah menyukai Andi, lelaki the most wanted di sekolahku ini. "Aku suka sama kamu, Git. Walaupun ditolak sama kamu aku tetep boleh suka sama kamu kan?" Tanya Radit tiba-tiba saja membuat Yasmin berdiri dari duduknya. "Dit, lo duduk aja deh di sini. Gue pikir kalian perlu bicara dulu tanpa gue." Sela Yasmin yang langsung aku balas dengan tatapan tajam padanya. "Dit, cari yang lain aja ya." Aku yang sudah terlanjur bete karena ulah Radit dan juga Yasminpun segera meninggalkan kantin dan kehilangan selera makanku. . . (Graduation Day) Acara yang cukup membosankan untukku. Selain para siswa tingkat akhir yang hanya duduk menikmati jalan acara dan menunggu giliran satu per satu untuk maju ke atas pentas untuk mendapatkan prosesi simbolis lulusnya kami dari sekolah menengah atas ini juga make up yang sudah membuat wajahku gerah dari beberapa jam yang lalu ini membuatku ingin segera disudahi saja acara kelulusan sekaligus perpisahan ini. "Baiklah sekarang kita akan mengetahui murid terbaik di tahun ajaran ini. Dan tidak lagi mengulur waktu sepertinya kita semua sudah tau jika penghargaan tersebut dijatuhkan kepada Raditya Aryawijaya." Tepuk tanganpun mengantarkan seorang Radit ke atas podium. Membicarakan Radit, semenjak kejadian penembakan cinta darinya itu aku segera memblokir semua akses akun media sosial ku darinya. Jujur aku merasa risih karena keengganan Radit menyerah kepadaku. "Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang semuanya....." Radit mulai membacakan pidato singkat atas terpilihnya ia menjadi murid terbaik tahun ini. Aku sudah mulai ngantuk saat dia mulai berbasa-basi di atas sana hingga tiba-tiba saja sesuatu membuatku ingin merasa menghilang saja selanjutnya. "Selain orang tua, para guru dan teman-teman. Saya juga sangat berterima kasih kepada salah satu te-man terbaik saya. Yang tanpa dia sadari telah memberikan banyak hal positif dalam hidup saya." Radit menggantung kata-katanya dan memperbaiki letak kacamatanya sambil mencari-cari seseorang. Deg. Dan tiba-tiba saja tatapan matanya tertuju ke arahku. "Gita Melodika Wardana. Teman yang telah membuat saya bersemangat untuk sekolah setiap harinya." Seluruh orang mulai menggerakkan kepala mereka seolah mengikuti langsung gerak mata Radit dari atas podium itu. "Makasih ya Git." Ucap Radit sambil tersenyum ke arahku. "Cieeee!!" "Asikkk!!" Tiba-tiba acara formal yang telah berjalan itu berubah menjadi dipenuhi dengan sorak sorai yang sangat membuatku malu. Radit. Berani-beraninya dia. Batinku. Dan setelah hari memalukan itu. Aku tidak pernah bertemu lagi dengan Radit. [Flashback off] "Gue ke toilet ya, Vi. Kebelet nih." Bohongku di saat telah tiba di acara pemberian selamat kepada Radit dimana para pegawai mulai berbaris untuk menyalaminya. Aku tidak mungkin menampakkan wajahku padanya. Dia terlihat sangat mempesona sekarang sedangkan aku wanita yang dulu sempat digilai olehnya tetap menjadi gadis yang biasa-biasa saja hari ini. . . "Ah! Kenapa harus dia sih? Jadi gimana sekarang masa gue resign." Omelku di meja ruanganku ini. "Dia pasti bakal ngerasa kalau gue nyesel nolak dia nantinya. Aduh ini gak bisa dibiarin. Gimana kalau dia juga tau kalau gue masih jomblo dan gak ada lagi yang suka sama gue kaya dia dulu. Ah mama! Bantu anakmu ini." Teriakku frustasi. "Kamu kenapa gak balik lagi, Git?" Tanya Via yang saat ini sudah ikut masuk ke ruangan. Untungnya dia tidak sempat mendengar curahan hatiku barusan itu. "Males aja, Vi. Rame banget." Jawabku asal. "Padahal ada satu cowok ganteng lagi. Keluarga direktur ganteng kita itu. Denger-denger sih sepupunya. Gantengnya gak kalah malah menurut aku lebih loh, Git. Coba aja kamu lihat. Lumayan rezeki siang-siang gini." "Emang kayanya orang ganteng lagi sering keluar akhir-akhir ini, Vi." Balasku sambil kembali mengingat Dean dan Radit. "Nah ini dia instagramnya. Deano Irdiansyah." Aku hanya melongo mendengar nama yang disebut oleh Via. Apa itu Dean yang sama dengan yang kutemui di ruang makan rumahku itu. Menghilangkan rasa penasaranku, akupun berjalan ke arah Via yang sibuk dengan handphone nya itu. "Oh My God!" Benar. Dia adalah Dean temen Bang Iky yang membuatku terpesona pada pandangan pertama. Feed ** yang sangat memukau. "Ganteng kan, Git. Ini dia juga gak kalah kaya sama si bos baru. Tapi low profile gitu katanya. Tadi aku juga denger kalau dia ini nggak mau ngelanjutin bisnis keluarganya dan milih mandiri. Bayangin aja Vista Corp saingan terberat Kelana Corp itu dia bangun pake jerih payah sendiri. Gila, aku mau deh jadi istri kedua dia." Istri kedua? Apa itu berarti dia sudah menikah?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD